Keputusan Fani

2K 66 22
                                    

"Waalaikumsalam... Maaf anda siapa? " Tanya mama Gara heran. 

"Ehhh maaf saya istrinya Bang Rey, " Jawab Enrika bingung.

"Enrika ayo kita kembali, aku tidak tahan berbagi udara dengan orang-orang yang tak berprasaan. " Ujar Rey dia ambang pintu. 

"Emm... " Enrika langsung paham situasi dan berbalik menyusul Rey, namun sebelum itu ia menghampiri Gara dan memberi sebuah bingkisan milik Fani.

"Jangan lihat apa yang ingin kamu lihat tapi lihatlah apa yang sebenarnya terjadi, aku pergi. " Ujar Enrika setelah bingkisan itu berpindah ke tangan Gara. 

"..... " Gara haya diam dengan apa yang terjadi. Dia terlalu takut di hianati oleh Fani namun lebih takut jika Fani meninggalkan nya. 

Setelah kepergian Rey dan Fani yang di susul oleh Enrika. Gara terduduk dengan pandangan kosong.

"Sayang kamu tidak apa-apa? " Tanya mama Gara khawatir.

Gara tidak menjawab. Ia tetap bungkam dalam kebisuan nya.

"Mama ambilkan air, duduk dulu." Titah mama Gara sambil menuntun Gara ke sofa.

*****
Fani bungkam selama dalam perjalanan. Ia tidak peduli kemana Rey akan membawanya. Ia telah kehilangan gairah hidup bahkan semangat tuk bernafas pun setengah mati ia kumpulkan.

"Malam ini nginap sama kakak dulu ya sayang. " Ujar Enrika sambil merangkul Fani.

Fani hanya mengangguk setuju. Entah berapa ton barbell yang bertengger di bibirnya hingga ia tak mampu hanya untuk berkata iya.

"Heh bocah makan, " Ujar Rey saat melewati ruang tamu dimana Fani berbaring naas di sofa.

"Emm.... " Hanya itu tanggapan dari Fani.

"Makan!!! " Teriak Rey tepat di kuping Fani.

"Set dah... Aku gak budeg. " Sewot Fani sambil menggosok kupingnya.

"Makanya ayo makan. Keburu di makan ayam tuh nasi. " Uajar Rey sambil menunjuk meja makan.

"Gak nafsu makan, udah yah. Biarin aku tidur. "

"Dengan tidur kamu tidak akan melupakan segalanya, jadi sebelum tuh ayam habisin nasi yang udah susah payah letih lesuh dimasak oleh Enrika. Mending kamu  buruan bangun. " Crocos Gara panjang lebar.

Dengan sempoyongan, Fani berjalan menuju meja makan. Hanya tiga suapan yang mampu Fani kunyah kemudian telan begitu saja. Setegak air putih menjadi penutup makan malamnya saat ini. Tanpa ba bi bu Fani kembali membaringkan tumbuhnya di sofa.

"Bang, Fani baik-baik saja kan? " Tanya Enrika khwatir.

"Biarkan saja. Besok bakal baikan, dia tidak pendendam hanya saja sedikit unik. " Ujar Rey sambil cengengesan.

"Bang, aku serius! " Kesal Enrika sambil menjitak kepala suaminya.

"Ss...sakit... " Geram Rey tertahan.

"Abang sih! Gimana kalau Fani sakit? "

"Tidak apa-apa, dia fisik nya kuat kayak Samson. " Jawab Rey enteng.

"Ii abangg........ " Kesal Enrika sambil menggenggam kuat sendok dan garpu nya.

Rey tidak menanggapi. Dia hanya menyudahi makannya dan beranjak dari sana. Tinggal lah Enrika seorang diri dengan kekesalannya.

"Eh kebo pindah noh di kamar sama Enrika. " Titah Rey sambil duduk di sofa depan Fani berbaring.

"Males.... " Gumam Fani.

"Oy besok mau kakak anter ke rumah orang tuamu? Soalnya lusa kakak harus balik ke kantor pusat. Urusan di sini sudah kelar. "

Fani langsung terduduk memelototi Rey.

"Mukanya di kondisikan buk, " Komentar Rey sambil menjitak kepala Fani.

"Liat besok, aku mau tidur! " Ketus Fani sambil berjalan menuju Kamar.

"Dasar bocah. " Gerutu Rey.

*****

"Aku harap kak Rey tidak menentang keputusan yang telah aku buat. " Terang Fani keesokan paginya.

"Apa kamu yakin? " Tanya Rey sekali lagi. Guna meyakinkan Fani atas keputusan nya untuk tidak membeberkan masalah ini pada keluarga besarnya utamanya pada kedua orang tuanya sendiri.

Fani telah memutuskan untuk menjalani kehidupan sendiri. Ia tidak ingin orang tuanya tahu apa yang telah terjadi pada rumah tangganya. Ia ingin orang tuanya tetap menganggap bahwa dirinya masih bersama Gara. Jika orang tua dan kluarga nya tahu masalah ini maka tamat sudah hidup nya.

Fani akan kembali terbelenggu dalam tekanan yang dipenuhi caci maki atas kesalahan-kesalahan yang di tuduhkan padanya.

"Lalu kamu akan tinggal dimana sayang? " Kali ini Enrika yang angkat bicara.

"Entahlah kak, yang jelas jauh dari sini dan Gara tidak akan menjumpai ku walau aku pasti akan merindukan dirinya. " Jawab Fani lebay.

"Mulai deh lebaynya! " Cibir Rey.

"Pokoknya kamu tinggal sama kakak! " Tegas Rey.

"Fani gak bisa kak, nanti Gara semakin salah paham. Fani gak mau masalah ini semakin rumit. "

"Faham gak salah! Suami kamu aja yang bloon gak ngerti Faham, " Hajar Rey gak jelas.

"Lah! Faham itu siapa bang? " Tanya Enrika bingung.

"Itu yang Fani salahkan atas masalah nya. "

"Ih,  Fani ngak nyalahin siapa-siapa! "

"Tadi kamu bilang salahnya Faham. " Jelas Rey dengan muka sok polosnya.

"Gak lucu!, " Cibir Fani.

"Abang ini lagi serius! " Geram Enrika sambil mencubit suaminya yang gak pernah paham situasi.

"Ssah sakit... Kok di cubit sih? Harus nya tuh abang di sayang-sayangnya" Rengek Rey sambil memonyongkan bibir.

"Idih najis! " Gumam Fani yang dihadiahi bantal sofa oleh Rey.

"Bangs..... "

"Mau ngomong apa heh? " Kalimat Fani langsung di potong oleh Rey.

"Langsat maksudnya, " Ujar Fani cengengesan.

Enrika hanya geleng-geleng kepala melihat keduanya. Bahkan di tengah perbincangan serius, mereka masih sempat berkelahi. Terheran-heran Enrika dibuatnya.

"Abang minggat deh, unfaedah banget kalau abang ada di sini. " Ujar Enrika frustasi.

"Gak bisa gitu dong. Ini kan masalah keluarga jadi sebagai kepala keluarga aku harus turut andil dalam pengambilan keputusan. " Sewot Rey.

"Serrah... " Ketus Fani.

**********
Maaf cuman bisa nulis dikit hehehe
Jangan lupa tinggalkan jejak biar author ini makin semangat ngetiknya.

Oy mampir juga baca cerita author yang lainnya.

Kalian juga bisa request cerita loh...
Biasanya author lebih semangat nulis cerita atas dasar permintaan seseorang hehehe

Salam hangat dan salam kenal dari author

Strong WomenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang