Miskin

914 32 2
                                    

"Apa-apaan itu?! Mengakui anak orang, enak saja, bikin sendiri sana. " Rey ingin merampas bayinya namun segera dihindari Gara.

"Apa yang kalian lakukan? Memperebutkan bayi baru lahir seperti ini bisa membuat jantungan baik untuk bayi maupun ibunya. " Fani mengambil alih bayi itu dari Gara.

"Datanglah ke Bunda sayang, Bunda akan memanggilmu Nisa seperti Ayah Gara. " Fani mencium bayi dalam gendongannya.

Gara mendekat merangkul pinggang Fani kemudian satu tangannya diarahkan untuk memegang pipi merah Khansa.

"Sayang, mereka mengambil bayi kita. " Rey merengek pada istrinya sambil menggoncang tangannya.

"Kau ini kenapa Bang? Bukannya Khansa juga akan menjadi anak mereka nantinya. Kan kau sudah menjodohkan dengan anak lelaki mereka. " Enrika ikutan menggoda Rey.

"Siapa yang mengatakan itu! " Rey bersungut kesal.

"Fani sudah bilang kalau kalian berdua sudah membicarakan perjodohan anak-anak saat berdua diluar. " Enrika menggulung senyum.

"Benar, Saya sudah setuju dengan perjodohan anak-anak! " Entah apa yang merasuki Gara hingga berujar dengan semangat.

"Tidak! Tadi itu hanya bercanda. " Rey melototi Gara.

"Sudah ku putuskan akan ku nikahkan Nisa dengan anak lelaki ke tiga ku nantinya. " Ujar Gara mantap.

"Apa-apaan itu! Aku tidak setuju. " Rey merebut bayinya kemudian mengusir Gara dan Fani setelah meletakkan Khansa dalam box bayi.

"Kita tidak jadi berbesan! " Ketus Rey sambil menutup pintu.

"Bukannya tadi kau bersikeras tidak ingin menjodohkan anakmu? " Fani menggoda Gara setelah melihat suaminya itu bad mood.

"Habisnya kakakmu itu sangat menyebalkan, sekalian saja ku jodohkan dengan anak yang lebih muda. " Gara menghentakkan kakinya seperti anak kecil.

"Kau ingin mengorbankan anak sendiri karena merasa kesal? " Fani merangkul lengan Gara dengan mesra.

"Tentu saja tidak, bukankah tadi kau sendiri yang bilang. Urusan anak-anak biar mereka yang memilih. " Gara berucap manja.

"Bagus, kalau begitu antar aku ke rumah kak Rey untuk mengambil barang-barang keperluannya. " Fani menyeret Gara mengikuti langkahnya.

"Baiklah istriku. " Gara mencubit gemas hidung Fani.

"Semenjak kembali ke rumah, kau tidak pernah ke kantor. Kenapa? " Fani bertanya setelah Gara menjalankan mobilnya.

"Kenapa baru bertanya sekarang? " Gara balik bertanya.

"Entahlah, mungkin aku baru sadar. " Fani mengangkat bahunya acuh.

"Asal kau tahu saja suami mu ini sekarang hanya seorang pengangguran. " Gara memainkan alisnya sambil memandang Fani.

"Hahaha apa mama memecat mu? " Fani tertawa seolah kehilangan pekerjaan sebuah lelucon.

"Apa kau siap bercerai dengan ku jika perusahaan mama jadi milik ku? "

"Enak saja, memperawani kemudian menceritakan. Kau pikir aku wanita apaan? " Sewot Fani.

"Kalau begitu beres kan? "

"Beres apanya, kau sekarang pengangguran. Biaya hidup semakin mahal, kita belanja pakai apa? " Fani mengasihi dirinya yang tiba-tiba jadi miskin.

"Pakai uang memang bisa pakai daun? "

"Kalau bisa sih jangan mahal-mahal amat. "

"Kau ini! Memangnya kau pernah kekurangan materi sementara cabang perusahaan mu saja tidak aku tahu ada berapa. "

"Jangan bawa-bawa sumber penghasilan ku dong, semua itu kan untuk biaya hidup anak-anak ku. Untuk anak kita kau yang harus menanggungnya karena kau ayahnya. "

Yang Fani maksud anak-anaknya adalah binatang peliharaannya. Sementara perusahaan Fani bergerak di bidang industri dan agraris yang banyak bersinggungan dengan binatang.

"Kau pikir suami mu ini anak mama yang hanya mengandalkan uang orang tua, apa kau tidak pernah bertanya dari mana uangku selama ini. Sementara aku meninggalkan perusahaan mama sejak kau mulai masuk kuliah dulu. " Gara melajukan mobilnya dengan lambat karena sangat menikmati ekspresi Fani yang berubah-ubah.

"Oh ia juga, apa selama ini kau ngepet? "

"Kau ini, " Gara menyentil dahi Fani saat berhenti di lampu merah.

"Yah maaf habisnya kau tidak pernah terlihat bekerja. "

"Aku punya beberapa usaha yang dijalankan sahabat dan orang kepercayaan ku, lagi pula kau juga tidak pernah bekerja. " Gara mendengus kemudian kembali menjalankan mobilnya.

"Enak saja, aku tuh berkerja dan mengontrol mereka dan lagi ke sini pun bukan hanya mengunjungi kak Enrika tapi sekalian kerja. "

"Kau seperti belut saja, licin tidak bisa di tahan. Ada saja jawaban-jawaban yang selalu kau lontarkan. "

"Aku itu ular tau! Banyak bisanya hahaha" Fani tertawa setelah memperagakan ular dengan menjulurkan lidahnya.

"Berarti kau juga mematikan. " Gara pura-pura merinding.

"Makanya jangan mencari gara-gara! " Seperti kebiasaannya, Fani mencolek hidungnya sendiri untuk membanggakan diri.

Bersamaan dengan itu, mereka pun tiba di rumah Rey. Setelah mengepak beberapa barang, mereka kembali ke rumah sakit.

*******
To be continue

Maaf baru up, sedikit pula hehehe
Kemarin ada kegiatan jadi gak sempat nulis, selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan.

Salam hangat dari penulis ^_^

Untuk chap berikutnya mungkin tertunda karena penulis sedang berduka ditinggalkan oleh saudara ayahnya untuk selamanya.

Jangan bosan membaca karya yang pernah saya torehkan.....

Strong WomenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang