"Bagus kamu ya baru jam segini datang sekolah! Kamu pikir sekolah ini punya nenek moyang kamu!" bentakan keras dari seorang wanita yang merupakan guru konseling sekaligus guru yang bertugas piket hari ini harus berhadapan dengan siswinya yang sekarang mendengarkan ucapannya dengan tampang malas sambil mengunyah permen karet dengan sikap yang tidak peduli sesekali ia menunduk menatap ujung sepatunya dan guru di hadapannya ini sampai bosan mendengar serentetan kata ceramah dari guru di hadapannya yang sedang menatapnya dengan mata melotot menahan geram.
"Revalina Damarin Heriwijaya, kamu dengar tidak apa yang saya bicarakan!"
"Dengar, Bu." Balas gadis yang bernama Revalina tersebut sambil mendongkakan wajahnya menatap guru di hadapannya ini.
Guru piket tersebut menggelengkan kepalanya antara lelah dan kesal melihat tingkah siswi sekolahnya ini yang sudah kelewat batas saat di sekolah bahkan guru tersebut sudah menggosokkan dadanya sambil berdoa dalam hati semoga saja ia tidak mempunyai anak seperti siswi di hadapannya ini.
"Ini sudah keberapa kalinya kamu telat datang Reva?" tanya guru piket tersebut yang bernama Bu Mardiana dengan tampang yang tidak enak dilihat sama sekali, bisa bayangkan kan wajah kesal, marah, frustasi menjadi satu? Nah seperti itulah kira-kira wajah Ibu Mardiana sekarang.
Reva dengan wajah tengilnya mencoba mengingat-ingat dengan raut wajah polos. "Haduh, saya gak ingat loh Bu, yang pastinya saya pasti mencetak rekor muri siswi telat datang ke sekolah tiap tahun," katanya terkekeh.
Bu Mardiana kembali mendelik dengan jawaban Reva. "Kamu ini betul-betul ya! Gak ada malunya! Seharusnya itu kamu malu sudah kelas dua belas masih saja buat ulah di sekolah bukannya berubah malah makin menjadi-jadi! Sekarang ini pukul tujuh lewat delapan belas menit, kamu tau artinya? Kamu itu sudah terlambat!"
"Yah...." hela Reva, mukanya di tekuk. "Sebenarnya sih kalau Ibu gak marah-marahin saya terus mungkin saya bisa masuk kelas loh bu, ini aja Ibu sudah habisin waktu dua puluh menit marahin saya, jadi sekarang salah siapa?
"Reva!!"
"Iya, Bu."
"Berdiri kamu di tengah lapangan sampai bel istirahat berbunyi!"
Reva tersenyum, alih-alih mengomel atau menolak suruhan Bu Mardiana, perempuan itu malah memberi cengiran khasnya kepada guru dihadapannya sebelum beranjak menuju lapangan sekolah yang mulai panas karena matahari perlahan menanjak dengan sinarnya yang begitu terik.
Ketika Reva sudah sampai tepat di tiang bendera, ia menoleh kepada Bu Mardiana. "Bu, pakai hormat atau enggak?"
Bu Mardiana yang masih berada di tempatnya antara bingung dan kaget dengan tingkah laku siswinya yang terkenal siswa yang bukan mudah di tanggani oleh guru-guru. Catatan buruknya mengenai kepribadiannya sudah di dengar oleh Bu Mardiana dari mulut ke mulut, seandainya saja orang tua Reva bukanlah orang yang berpengaruh dan berada mungkin ia dengan mudahnya di keluarkan dari sekolah ini dengan tingkah lakunya yang tidak terpuji.
"Bu!" Tegur Reva. "Hormat atau kagak?"
Bu Mardiana menoleh, ia melihat dengan mata kepalanya sendiri kalau Reva tersenyum manis kepadanya tanpa protes saat di berikan hukuman. "Masih juga kamu bertanya sama saya? Ya jelas hormat lah dengan badan tegap!" jawab Bu Mardiana dengan mata mendelik kearah Reva yang tampak biasa-biasa saja atas perkataannya tidak seperti siswa lain yang malah nurut dan juga patuh terhadap ucapannya, Reva merupakan siswi yang berbeda.
Reva mengangguk dengan patuh lalu mulai menaikkan tangannya untuk hormat tiang bendera tanpa peduli lagi kehadiran Bu Mardiana yang masih menatapnya dari arah yang tidak jauh.
"REVALINA SAYA MINTA KAMU BUANG PERMEN YANG ADA DI MULUT KAMU SEKARANG JUGA ATAU SAYA TAMBAHKAN HUKUMAN KAMU SAMPAI JAM KEDUA!" teriak Bu Mardiana dengan suara lantang dan menggema di sekitar lapangan menahan kesal saat tahu Revalina yang sibuk mengunyah dari tadi saat menjalani hukumannya. Sontak saja Reva yang masih asik mengunyah langsung menelan permen karetnya dengan cepat sambil melirik ke arah Bu Mardiana yang menatapnya dengan bekacak pinggang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Confession Of Love
Teen Fiction"Dia itu sebenarnya lemah tapi ia tidak pernah memperlihatkannya" ****** aku benci dia dan akan selamanya ia menjadi rivalku! dia yang selalu membuatku mendadak kesal dengan kehadirannya yang terbilang sangat sempurna yang membuatku semakin benci d...