Keheningan tercipta di antara tiga orang yang sedang duduk di ruang tamu milik apartemen Reva. Dia sendiri bingung harus membuka mulut atau justru berdiam saja duduk di antara dua laki-laki yang sejak tadi saling menatap dengan sorot tidak bersahabat. Lima belas menit kemudian mereka tetap setia diam, Reva sendiri menjadi gerah walau salju sedang turun akan tetapi atmosfer di antara mereka bertiga sangatlah panas.
Reva menghela nafas. Ia menyerah dengan keadaan seperti ini. "Kalian berdua sampai kapan diam sambil tatapan begitu?"
Ezra dan Azka berdehem bersamaan. Sorot mata Azka tajam dan dingin saat ia memutuskan kontak mata dengan Ezra. Bahasa tubuhnya tidak nyaman dengan kedatangan Ezra secara mendadak. Padahal baru saja Azka dan Reva bersenang-senang hari ini. Dan juga ini pertama kalinya Reva mau menerima cinta nya walau ia sendiri sadar perasaan wanita itu belum seratus persen untuknya.
"Aku ke sini ingin bicara dengan kamu." Ezra akhirnya menyatakan tujuan nya kemari tanpa peduli dengan reaksi Azka yang sejak tadi menatapnya dengan tatapan datar namun tersirat tidak suka dari matanya memperhatikan sejak tadi Ezra melihat gerak-gerik Reva yang saat ini sudah berstatus menjadi kekasihnya.
Reva sendiri bingung dengan keadaan sekarang, ia melihat Azka dengan tatapan tidak yakin dan benar saja, Azka sekarang terlihat tidak suka dengan kehadiran Ezra. Baru saja ia merasakan kebahagiaan bersama Azka beberapa saat yang lalu, dan sekarang ia harus berhadapan kembali dengan keadaan yang sampai sekarang membuatnya takut untuk kembali ke negaranya sendiri. "Oke, kamu ingin bicara tentang apa?" Tanya Reva akhirnya. Memgusirnya pun tidak mungkin, Laki-laki ini sudah terbang jauh kemari untuk bertemu dengannya.
"Bukan di sini. Aku hanya ingin kamu dan diriku saja, tidak ada orang lain. " Ujar Ezra dengan nada penekanan bermaksud untuk menyindir Azka yang sudah tersenyum mengejek.
Seperti mengerti dengan yang di maksud Ezra, Azka tersenyum mendengarnya lalu menatap wajah kekasihnya yang tampak menahan kesal pada situasi mereka saat ini. Mata mereka pun bertemu, Azka memilih untuk menunggu reaksi dari Reva.
"Hari ini aku lelah, aku ingin istirahat." Akhirnya Reva memilih untuk bicara seperti ini. Ia sendiri bingung dan masih terkejut dengan kehadiran Ezra yang begitu tiba-tiba apalagi ia bisa menebak di balik tujuan kenapa Ezra bisa terbang ke London dan langsung menemuinya bertepatan ia sudah mulai membuka hati pada Azka.
Ini semua begitu membingungkan. Ia pikir setelah ia kembali kesini semuanya sudah selesai, Ezra bersama tunangannya dan dirinya bersama Azka. Kenapa takdir suka sekali mempermainkan nya? Apalagi sering memberinya situasi yang seperti ini. Reva tidak ingin terlalu banyak drama dalam kisah asmaranya, sudah cukup baginya mencoba merelakan Ezra bersama wanita lain biarpun itu berat, ia memang menyesal telah menyiakan Ezra tujuh tahun silam, namun melihat Ezra sudah mempunyai tunangan bukan berarti ia menjadi peran antagonis di antara mereka. Ia tidak sejahat itu dan dia mengerti bagaimana perasaan Dinda di posisi pihak yang tidak di cintai oleh Ezra. Reva mengerti bagaimana perasaan Dinda, mereka sama-sama wanita, Reva tidak mungkin bersikap egois hanya untuk memikirkan perasaan nya. Bahagia bukan berarti harus memiliki Ezra seutuhnya, melepaskannya dan melihat Ezra bersama wanita lain yang mencintainya adalah kebahagiaan juga baginya.
"Kenapa kamu selalu menghindar? Apa gak cukup tujuh tahun kamu menyakiti perasaan ku, Reva? Inikah pembalasan kamu selama ini dengan ku?" Ezra tersulut emosi mendengar penolakan Reva kali ini. Ia memang sangat kecewa karena Reva selalu menghindar padanya.
Dia sendiri selalu ingin berjuang untuk Reva, namun lagi-lagi Reva menarik diri darinya dan memilih untuk selalu menghindar padanya.
"Dia udah lelah, Za. Lo juga butuh istirahat. Masalah kalian berdua bisa di bicarakan esok hari," Suara Azka menginterupsi supaya tidak terjadi kesalahpahaman yang terus berulang-ulang terjadi antara Reva dan Ezra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Confession Of Love
Roman pour Adolescents"Dia itu sebenarnya lemah tapi ia tidak pernah memperlihatkannya" ****** aku benci dia dan akan selamanya ia menjadi rivalku! dia yang selalu membuatku mendadak kesal dengan kehadirannya yang terbilang sangat sempurna yang membuatku semakin benci d...