[REVA POV]
"Tadi malam lo kemana Re? Kenapa gak balik lagi?"
Aretha memboyong ku dengan sebuah pertanyaan saat ia masuk ke dalam kamar begitu aku tengah mengeringkan rambut ku menggunakan hairdryer. Aku melirik nya melalui cermin yang sedang duduk di atas kasur. Pandangan kami bertemu untuk beberapa detik.
"Kepala gue tiba-tiba pusing, maaf gue gak kasih tahu kalian dulu." Jawab ku bohong sambil mematikan tombol on dari hairdryer saat sudah merasakan rambut ku sudah tidak basah lagi. Aretha terdiam, ia tetap memperhatikan diri ku yang sedang menyisir rambut sampai selesai. Aku masih duduk di meja rias lalu menghela nafas sembari membalikkan badan untuk menghadap nya.
"Jujur sama gue. Semalam lo di datangi Ezra lagi?" Tanya Aretha tepat sasaran membuat ku terdiam sambil meremas paha ku pelan. Aretha bukanlah termasuk orang yang mudah di bohongi. Ia selalu saja berhasil mengetahui jika aku sedang menyembunyikan sesuatu dari nya seperti saat ini contoh nya.
Ku hela nafas dengan berat lalu mengangguk, tidak punya pilihan lain selain jujur karena pastinya pada akhirnya Aretha pasti mencari celah ketika aku berbohong padanya. Semakin kami bertambah matang, Aretha banyak perubahan. Sikap nya cenderung lebih peka dan mampu menahan emosi serta tidak mudah di bohongi. Mungkin saja Aretha berubah menjadi seperti karena pekerjaan nya sebagai pengacara yang handal di negeri ini. Walaupun perempuan namun sosok nya tidak bisa di remehkan, Reva tahu kalau Aretha adalah pengacara yang selalu berhasil memenangkan kasus yang di tanggani nya.
Aretha berdecak. "Ezra ngapain datangin lo lagi? Seharusnya dia mikir kalau saat ini dia punya tunangan. Gue gak mau Dinda sampai salah paham karena sifat dia ke lo, Re. Lo harus tegas." Decak Aretha dengan suara gusar.
Aku mengangguk mengerti, Aretha memang tampak kesal jika Ezra mendatangi aku lagi. "Gue udah tegas sama dia. Ini juga salah gue, Ta. Gak seharusnya gue balik ke sini, dia jadi ragu sama hati nya."
"Ini bukan salah lo, memang keadaan dulu bukan suatu hal yang mudah untuk lo sendiri sama Ezra. Lagian saat itu kalian gak pacaran kan? Lalu apa yang harus di masalah kan? Negara ini bukan milik dia sampai lo gak boleh pulang!"
Aretha benar.
"Berhenti salahin diri lo sendiri, udah gue bilang lo berhak bahagia walaupun kebahagiaan lo bisa saja Azka yang notabene nya sahabat Ezra." Lanjutnya lagi dengan nada setengah emosi.
Aku hanya terdiam, jujur aku sendiri juga tidak tahu lagi harus membalas ucapan Aretha seperti apa karena semua yang dia katakan mematahkan ucapan ku yang ingin aku keluarkan. Sahabat ku ini mungkin kesal karena hubungan rumit antara aku dan Ezra, yang lebih bertambah menjadi rumit adalah Dinda yang merupakan tunangan nya Ezra sampai sekarang tidak tahu hubungan Ezra dan diri ku seperti apa dan itu membuat ku bertambah menjadi menyalahkan diriku sendiri karena sudah kembali ke Indonesia.
"Gue capek kayak gini, Ta." Keluh ku akhir nya dengan suara bergetar. Aretha memandang ku dengan sorot mata yang sama seperti ku. Ia kemudian bangkit menghampiriku lalu tangannya membawa ku ke dalam pelukannya, air mata ku pun tumpah tanpa bisa ku cegah lebih lama lagi. Tangan Aretha pun mengusap punggung ku dengan lembut, ia selalu saja tahu bagaimana bersikap saat aku seperti ini. Aku sangat beruntung mempunyai sahabat seperti dirinya.
"Lo capek karena di dalam hati lo masih belum rela lepasin Ezra. Coba ikhlas kan dia sama perempuan lain, gue yakin lo bakalan lebih baik dari sekarang." Kata nya yang berhasil membuat diriku mengeluarkan isak tangis pelan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Confession Of Love
Novela Juvenil"Dia itu sebenarnya lemah tapi ia tidak pernah memperlihatkannya" ****** aku benci dia dan akan selamanya ia menjadi rivalku! dia yang selalu membuatku mendadak kesal dengan kehadirannya yang terbilang sangat sempurna yang membuatku semakin benci d...