BAB 15

197 13 1
                                        

Reva berdecak untuk kesekian kalinya begitu kakinya menapaki kantin kedua kalinya dalam satu hari. ia memang begitu malas untuk ke kantin dua kali saat ia sudah ke kantin, baginya itu sama saja membuang tenaga kakinya untuk ke kantin yang jaraknya sedikit jauh dari kelasnya. Memang, kantin di sekolahnya ini terletak di sudut bangunan sekolahnya. Raut wajah nya muram sambil meneliti orang-orang yang ada di kantin lalu mendecih sinis saat ia menangkap tubuh Ezra di antara kerumunan meja dan para siswa yang berada di dalam kantin.

Ia terpaksa kembali ke kantin saat menerima pesan Ezra yang seenak jidatnya memintanya untuk kesini membelikan makanannya selagi Reva begitu santai duduk di perpustakaan bersama Aretha. Dan harus meninggalkan sahabatnya itu sendiri di perpustakaan. Agh! Padahal cowok menyebalkan itu bisa beli sendiri tidak harus repot-repot memintannya untuk membeli makanan untuknya.

Ah! ia lupa kalau dirinya sekarang merangkap menjadi pesuruh Ezra dalam jangka waktu sebulan. Catat, sebulan! dan ia harus melayani cowok itu cukup lama. Badebah!

Gak ingin berlama-lama, Reva langsung saja menghampiri Ezra dengan cara meminta orang-orang yang menghalangi jalannya dengan nada membentak sekaligus kasar yang siapa saja menghalangi jalannya sehingga mereka dengan cepat memberi akses jalan untuk Reva yang memang tidak bisa di lawan. Wajah Reva tertekuk dalam dengan matanya menatap geram kepada Ezra yang justru tidak peduli dengan kehadirannya saat Reva sudah berada di belakang tubuh cowok itu dalam jarak yang sedikit jauh. Ia begitu malas jika harus berdekatan dengan cowok yang sudah membuatnya malu akhir-akhir ini. Ezra saat ini tampak sibuk berbicara dengan adik kelasnya membahas masalah tentang sekolah yang tidak ingin di dengarkan oleh Reva saat ini.

Ia pun mendengus kasar ketika dua teman Ezra justru tidak memberi tahu kehadirannya di belakang cowok ini. ini membuat Reva kesal karena ia begitu capek datang ke kantin dan di saat ia sudah berada di sini, si empu yang memintanya ke sini tidak menghiraukannya.

"Woi, Mau pesan apa lo?" Tanya Reva dengan malas. ia berdiri sambil berkacak pinggang satu tangan di sertai wajah yang tidak ramah. Alias jutek.

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

Tidak ada sahutan. Reva kembali mendesah dengan wajah kesal, ia menatap garang kepada Ezra sambil menggumam dengan bibir yang sudah maju ke depan. Sungguh! ingin sekali ia menggeplak kepala Ezra dengan sepatu miliknya. Ia pun berjalan dengan kesal ke arah adik kelas membuat perhatian Ezra dan adik kelasnya teralih kepadanya. Raut wajah adik kelasnya sekarang mengerut heran. Pasalnya ia memang kebingungan melihat kehadiran Reva yang tiba-tiba saja ke arahnya dan Ezra.

"Kenapa lo liatin gue? gue cantik? jelas lah! emang dari lahir gue cantik gini beda sama lo yang jelek, gaya lo juga culun banget," sentak Reva dengan kesal dengan gaya begitu percaya diri kepada adik kelas di sampingnya yang terdiam sekaligus terkejut mendengar ucapan Reva yang menghina dirinya tanpa mikir terlebih dahulu.

"Heh babu!" Reva melotot tajam saat Ezra justru memanggil namanya dengan sebutan yang membuat harga dirinya langsung saja jatuh di hadapan adik kelasnya ini. Ia sempat melihat adik kelas di sampingnya menggigit bibir seperti menahan tawanya. "Lo gak usah kepedean ngaku cantik, muka lo tu kalah dari pembantu rumah gue."

'Gue bunuh lo bentar lagi!'. Reva membatin dengan menahan emosinya kepada Ezra yang menunjukkan wajah santainya. agh! cowok ini memang susah untuk ia lawan.

"Nanti kita sambung lagi, yang pastinya kalian harus bisa membuat laporan lengkap tentang acara yang ingin sekolah kita selenggarakan. Kalian harus mengadakan rapat untuk membahas masalah ini, gue cuma bisa ngasih masukan karena gue bukan ketua osis lagi." Adik kelas di sampingnya mengangguk cepat sambil tersenyum manis kepada Ezra. ia pun pamit setelah mengucapkan terima kasih kepada Ezra lalu segera beranjak pergi dari mereka.

Confession Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang