CHAPTER 23

623 112 13
                                    

Di dalam mobil miliknya, di tengah malam tak berbintang, di pinggiran pantai yang dingin, lelaki dengan luka di sudut bibir dan punggung tangannya itu berada disana. Park Chanyeol, lelaki itu menyandarkan punggungnya yang kelelahan di kursi kemudinya. Dengan kaki panjangnya yang dengan santainya ia letakan diatas kemudi.

Matanya menatap kosong lautan yang terlihat tanpa ujung itu. Langit gelap tak berbintang mewakili perasaannya. Pertengkaran yang membuatnya melarikan diri dari vila milik sang penjotos rahangnya itu memenuhi otaknya saat ini.

Ia melarikan diri dengan maksud untuk melupakan segala emosi yang memupuk di hatinya, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Dengan keadaan seperti ini, menyendiri, dan bahkan melarikan diri, membuatnya semakin terpikirkan oleh pertengkarannya dengan sahabat belasan tahunnya sendiri itu.

Kebodohan atas pengelakannya yang tak meyakinkan, kemarahan atas ucapan yang tak bisa ia elak, ketidaksempurnaan atas hati yang bimbang. Chanyeol memang terlihat menyedihkan, tapi yang pasti ia terlihat seperti lelaki brengsek di mata siapapun yang tahu akan hati bimbangnya.

Cinta pertamanya, traumanya, gadis yang mengubahnya, telah di sebutkan secara lantang dari mulut sahabatnya sendiri. Masa lalunya, kisah kelamnya, rasa pahitnya, kembali mengguncang hatinya.

Kebimbangan yang membuatnya terlihat naif dan tak berperasaan. Ia masih mencintai Sunbin yang meninggalkannya di kala ia sudah mabuk kepayang oleh cinta buta? Ia bimbang tentang perasaannya pada Seulgi yang mengubahnya menjadi seorang Chanyeol yang lebih baik?

Bodoh. Brengsek. Naif. Pengecut. Tak berpendirian. Sungguh itu kata-kata yang cocok untuk memaki Chanyeol saat ini. Bahkan satu pukulan yang menyebabkan luka di sudut bibirnya tak cukup untuk membayar segala kesalahan untuknya yang menjadi lelaki brengsek untuk Seulgi.

Ia bodoh. Mengapa? Saat ia sudah punya kesempatan dan mendapatkan hati seseorang yang bahkan di inginkan oleh musuhnya sendiri, ia melewatkan poin pentingnya.

Ia brengsek. Mengapa? Tak perlu bertanya alasannya. Siapapun itu pasti berpendapat seperti itu.

Ia naif. Mengapa? Terlihat jelas dari pengelakan yang tak tulus darinya.

Ia pengecut. Mengapa? Terlihat jelas dari bagaimana ia bersikap atas dua gadis di sisinya.

Ia tak berpendirian. Mengapa? Karena ia bimbang. Dan kebimbangan itu membuatnya goyah.

Sungguh berapa kalipun ingin memaki rasanya tak akan cukup. Ia goyah. Jelas terlihat dari bagaimana cara ia melarikan diri dari masalah tadi.

Kini mobil itu melaju menjauh dari tepi pantai itu. Pergi menjauh, semakin menjauh dari kota ini.

*****

"Chanyeol menghilang."

Kyungsoo menaruh gelas berisikan air putih di atas meja didepan Jongin yang melamun, "Minumlah!" Ujar Kyungsoo, "Lebih dari siapupun juga aku yakin kaulah yang paling kaget."

Jongin menghela napasnya, "Tak seharusnya aku mengungkit tentang Sunbin didepannya."

"Sekeras apapun aku berpikir, aku tetap tak mengerti pola pikiran Chanyeol." Kyungsoo berucap, "Bagaimanapun juga kau telah melakukan hal yang benar! Dia pantas mendapatkan pukulan darimu." Kyungsoo pun emosi setelah mendengar cerita Jongin sebelumnya.

"Aku hanya..." Jongin meneguk salivanya, "Tidak mau siapapun terluka dan terpuruk lagi. Lebih dari siapapun juga dia sendiri yang akan terluka. Aku hanya khawatir ia akan membuat keputusan bodoh dan menyesali ini semua pada akhirnya."

"Chanyeol hanya membodohi dirinya sendiri dengan cinta semunya itu. Tak usah kau pikirkan!"

"Bagaimana bisa tidak aku pikirkan? Dia itu sahabat kita, Kyungsoo."

The Reunion [PCY X KSG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang