Gue Samudera

3.6K 226 7
                                    

Nggak perlu tahu banyak, yang perlu lo tahu, gue Samudera.
-Samudera

😏😏😏😏

Minggu pagi.

Seluruh keluarga Sam berkumpul untuk sarapan, kecuali Sam. Sam masih bergelung dengan selimutnya. Padahal sudah dibangunkan Maya berkali-kali.

"Kakak mau ke mana?" Tanya Maya yang heran dengan penampilan anak gadisnya.

"Lari pagi, Bun."

"Tumben, biasanya juga males." Cibir Sem.

"Apaan dah."

"Kakak berangkat, ya." Anna beranjak.

"Jangan jauh-jauh."

"Cuma di taman komplek, Bun." Anna mencium tangan Maya dan Angkasa, Ayahnya yang dingin seperti Abangnya

Sam bangun ketika keluarganya selesai sarapan.

"Bunda mana?" Tanya Sam kepada Sem yang sedang bermain basket di taman belakang.

Halaman itu tidak terlalu luas. Hanya ada sedikit tanaman disudut-sudut taman, dan seperangkat bangku taman dengan sebuah ring basket. Angkasa sengaja memberi ring basket di sana karena kedua putranya sangat menyukai basket, bahkan menjadi kapten basket di sekolah mereka masing-masing.

"Di depan sama Ayah." Sem masih fokus dengan bola.

"Anna?"

"Lari pagi."

Sam mengernyit.

"Lo yakin?" Pasalnya, adik perempuan kesayangan Sam itu sangat membenci olahraga.

"Tadi pamitnya gitu."

"Ikut gue."

Sem menoleh, dia melemparkan bolanya ke ring sebelum akhirnya mengekori Sam.

Sam menemukan kedua orangtuanya tengah merapikan taman depan. Romantis.

"Abang udah bangun? Sarapan dulu sana."

"Abang mau keluar sama Sem." Sam sedang duduk dan mengenakan sepatu, begitu juga Sem yang sedang mengikat tali sepatunya

"Ke mana?" Tanya Angkasa yang masih memotong rumput.

"Jogging."

"Abang berangkat." Sam berjalan santai keluar pekarangan.

"Bunda, nanti masakin cumi pedas manis, ya!" Sem berlari menyusul Sam.

Maya hanya menggelengkan kepala melihat kedua putranya itu. Wajah mereka bagai pinang dibelah dua, sangat mirip. Tapi sifat dan sikapnya seperti mata uang, lain depan lain belakang. Sam yang cuek, dingin, dan ketus, dan Sem yang tengil dan doyan ngomong. Sedangkan Anna, dia tidak cuek juga tidak cerewet, tapi sangat sensitif dan mudah merajuk, mungkin karena dia anak perempuan satu-satunya di keluarga Angkasa.

"Lo yakin Anna di taman komplek?" Tanya Sam saat mereka tiba di taman.

"Iyalah, Bang. Tadi Kakak pamitnya gitu." Sem terus menjelajahi taman, mencari keberadaan kakak perempuannya.

Sem mendengus kesal karena mereka sudah mengelilingi taman bahkan komplek perumahan itu, namun batang hidung Anna sama sekali tidak terlihat.

"Bang, kita ngapain keluar? Kakak tadi bilangnya lari di taman."

"Terus lo nemu?"

"Enggak, sih." Sem nyengir kuda.

Sam hanya diam dan terus berjalan keluar komplek.

"Bang, Bang. Itu kaya Kak Anna." Sem menunjuk ke arah wanita yang duduk di bagian depan mobil.

Mata Sam menyipit, memastikan. Sam tersenyum miring, dugaannya benar.

"Pak, emang banyak yang lari pagi di depan komplek ya?" Tanya Sem kepada satpam komplek.

Suara Sem berhasil membuat Anna menoleh. Keberadaan kedua lelaki yang sangat dikenalinya itu nembuatnya gugup dan ketakutan. Bukan, bukan keduanya, namun salah satunya. Sam, Abangnya. Kalau keberadaan Sem bukannya membuatnya takut, justru membuat kesal.

"Nggak pernah atuh, Den. Lari pagi mah di taman atuh." Jawab satpam itu bingung, dengan logat sunda.

Sem hanya tergelak melihat ekspresi satpam itu.

"Sem ke sana dulu, ya, Pak." Sem menujuk Sam yang berjalan ke arah Anna.

"Ngapain, lo?" Tanya Sam dingin.

"Abang yang ngapain." Anna turun dari mobil.

"Eh, Rafa." Remeh Sem.

"Abang ngikutin Anna?!" Sarkas Anna.

"Biasa aja kali, Neng. Gitu aja ngegas."

"Diem, lo, bocah!"

Bremmm.. bremmm..

Sem bergaya seperti sedang menguntir gas motornya.

"Aduh!" Pekik Sem saat Anna menendang kakinya.

"Gue nggak ngikutin, tapi nyari."

"Dia siapa?" Sam menatap anak lelaki yang berdiri di samping Anna.

"Gue Rafa, Bang." Rafa memperkenalkan diri.

"Dia bukan abang lo." Cibir Sem.

"Gara-gara dia lo bohongin Ayah sama Bunda?" Sam melirik Anna.

"Anna nggak bohong kok."

"Anna udah pamit mau lari pagi." Imbuhnya.

"Di taman." Sam sedikit menekan perkataannya.

"Anna-"

"Pulang."

"Bang.."

"Pulang sama Sem, Abang bilang."

"Tapi Ba-"

"Pulang, Oceana!"

Anna mendengus. Kalau Sam sudah memanggil nama depannya, itu berarti dia tidak ingin dibantah.

Anna pergi diikuti oleh Sem.

"Gue Sam." Sam mengulurkan tangannya.

Rafa meraihnya dengan ragu.

"Rafa, Bang."

"Gue nggak suka lo deket sama Anna." Sam to the point.

Rafa terdiam kaku.

Bahkan gue belum mulai PDKT. Batinnya.

"Nggak sulit cari tahu tentang lo. Dab gue nggak suka lo deket-deket sama Anna. Kalau lo nekat, nggak perlu tahu lebih, yang perlu lo tahu, gue Samudera." Sam meninggalkan Rafa sendirian.

"...yang perlu lo tahu, gue Samudera." Kalimat itu terus terngiang, membuat Rafa mengerang frustasi.

"Brengsek! Gue salah pilih target." Rafa mendendang jalanan dengan keras.

K I N G [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang