Hanun semalaman tidak tidur. Dia terus menangis. Hanun rindu seseorang yang bahkan tidak akan pernah ia lihat lagi. Hanun rindu gelak tawa yang tidak akan terdengar lagi. Hanun rindu dia yang terus hidup di sini, meski tidak mungkin di sisi. Hanun tahu dia tidak akan suka melihat Hanun seperti ini, Hanun juga tidak suka, tapi dia tidak ingin lupa. Hanun tidak ingin melupakannya, mungkin yang harus ia lakukan bukan melupakan, tapi mengikhlaskan. Berbeda bukan?
Hanun menuruni tangga dengan gontai. Seperti biasa, Hermawan sudah menunggu Hanun dengan secangkir teh hangatnya.
“Mau sarapan nasi goreng? Papa ambilin, ya?” Hermawan mencoba memecah keheningan.
Hanun menggeleng.
“Roti aja.” Ucapnya pelan.
“Mau selai apa? Coklat?”
“Hanun aja, Pa.” Hanun mencoba tersenyum dan mengambil roti. Sebenarnya Hanun tidak selera makan apapun hari ini, tapi dia tidak ingin membuat papanya khawatir.
“Pa?”
“Hm?”
“Nanti Hanun pulang sama Tomy sama Ganang.”
Hermawan diam, dia tampak menimang-nimang permintaan putri semata wayangnya itu. Entahlah, sebuah permintaan atau pernyataan.
“Ya udah, tapi hati-hati.” Hermawan mengelus rambut halus Hanun. Rambut Hanun sangat halus, berwarna coklat tua, dan lurus dengan panjang sepunggung.
Sepanjang pelajaran, Hanun selalu diam. Bahkan Airin sampai cemas. Hanun memang tidak banyak bicara, tapi ini berbeda dengan biasanya.
“Sst!” Airin menyenggol tangan Lala di atas meja. Lala yang merasa disentuh pun menoleh ke samping, dan ke belakang melihat Hanun. Lala sudah tahu jika ini semua akan terjadi.
Tettt… Tettt…
Bel istirahat berbunyi nyaring.
“Han, kantin yuk!” Ajak Airin semangat.
Hanun hanya menggeleng.“Kantin ajalah, Han. Lo mau di kelas sendirian?” Tanya Lala.
“Han, lo jangan gini. Gimanapun juga hidup lo harus tetep jalan. Diego pastibakal marah kalau lo kaya gini.” Ucap Airin.
Air mata Hanun kembali menetes ketika mendengar nama Diego.
“Kita ke kantin, ya. Biar lo nggak sendirian, nggak tidur terus, biar lo bisa ngrasain suasana yang berbeda.” Ucap Airin lagi, dengan lembut.
Hanun menyerah. Benar kata mereka, Hanun tidak bisa terus begini. Diego, kuatkan Hanun, ya!
Di tengah kantin, Sam dan teman-temannya duduk melingkar, mengitari meja yang berbentuk persegi panjang. Mereka terlihat biasa saja. Tentu saja. Kepergian Diego tidak mungkin berpengaruh untuk mereka. Justru menguntungkan, seharusnya.
“Eh, ada Hanun.” Tiba-tiba terdengar suara seseorang yang menyapa Hanun. Hal itu terpaksa membuat Hanun berhenti.
Jujur, Hanun ingin tahu apa yang akan orang itu lakukan karena dia ingat betul, laki-laki itu ada di tempat perkelahian yang menyebabkan tangan Diego patah.
“Gue udah denger kalau pacar lo, Si Diego itu mati. Harusnya lo seneng dong, ya. Salah satu musuh terberat sekolah kita mati. Gue juga nggak habis pikir, kenapa lo bisa pacaran sama Diego, lo mata-mata, ya?” Lelaki itu tergelak.
“Untungnya sih Diego mat-“
Byurr!
Belum sempat lelaki itu melanjutkan ucapannya, Hanun sudah lebih dulu meyiramnya dengan jus tomat yang entah milik siapa. Hanun hanya berusaha membungkam mulutnya dengan apapun. Ya, apapun itu.
“Anjing! Cewek bar-bar dasar! Baju gue kotor, bego! Kalau mau apa-apa tuh mikir dulu!” Bentak lelaki itu.
“Eh, kok lo ngegas?!” Sarkas Lala.
Hanun menahan Lala.
“Sorry, lo bilang kalau mau apa-apa mikir dulu. Situ udah mikir? Makanya otak tuh taruh di kepala, jangan di dengkul. Mikir dulu baru ngomong, jangan ngomong dulu baru mikir. Kalau kaya gini kan kelihatan siapa yang bego. Sedih gue lihatnya.” Hanun berkata dengan senyum remeh, dan menepuk pundak lelaki itu, beberapa kali.
Ucapan Hanun berhasil membuat seluruh penghuni kantin melongo. Semenjak kejadian itu, Hanun yang tertutup dan tidak dikenal pun menjadi terkenal. Semua orang penasaran dengan Hanun, padahal biasa saja. Dia hanya gadis cantik yang dingin, tidak peduli dengan sekitar, dan tidak terlalu pintar.
“Sakit lo, Rik?” Daniel membuka suara.
“Turun harga diri Abang, Dek.” Gara mendramatisir sekarang.
“Bacot!” Sarkas Riky.
“Lagian omongan lo keterlaluan, Rik. Parah, lo.” Tambah Gara.
“Kesel banget, gue! Bar-bar banget tuh cewek! Anjir!” Gerutu Riky sembari pergi ke toilet.
Sam? Sam hanya diam. Sama sekali tidak ingin ikut campur. Lagi pula, Riky memang salah di sini. Tidak seharusnya dia berkata begitu kepada Hanun.
Hanun sudah di kelas. Dia menyesal karena pergi ke kantin. Pergi ke kantin memang bukan pilihan yang tepat. Dia semakin tidak menyukai kantin.
“Han, maafin kita, ya.” Ucap Airin dengan penuh sesal.
“Nggak apa-apa. Kalian nggak salah.”
Tiba-tiba Airin dan Lala memeluk Hanun bersamaan. Hanun merasakan banyak kekuatan yang tersalur dari pelukan itu. Hanun sedikit membaik.

KAMU SEDANG MEMBACA
K I N G [Completed]
Teen FictionSamudera. Lelaki jangkung bermata elang, siswa paling disegani di sekolah. Penunggang RX King yang tidak pernah jatuh cinta. Samudera lelaki berhati dingin yang suka tawuran. Hidupnya jadi berantakan sejak dia bertemu dengan Hanun. Selalu ada keada...