Merepotkan

3.9K 243 1
                                    

Sangat merepotkan! –Hanuning Praswati.


🐈🐈🐈🐈🐈🐈

“Halo Han? Lo dimana? Gue di rumah lo mau pinjem buku biologi tapi lonya malah belum balik. Lo dimana?” Tanya Lala melalui telepon.

Hanun diam tidak berniat menjawabnya.

“Han?”

“Ah, iya gue lagi di rumah sakit.”

“Ha? Lo sakit? Kenapa nggak bilang? Di rumah sakit mana?”

“Bukan gue, Diego.”

“Kenapa Diego?”

“Nanti aja ya gue jelasinnya. Sorry gue tutup teleponnya.”

“Oke. Baik-baik ya.”

Tut.. tut..

Hanun langsung mematikan ponsel itu tanpa berniat mengatakan apapun lagi.

Diego terbaring lemah dihadapannya. Dia memejamkan matanya. Hanun tahu dia sama sekali tidak tidur. Mungkin Diego sedang menikmati rasa sakitnya.

Diego, seharusnya kamu berhenti membahayakan diri kamu sendiri. Bagaimana kamu bisa menjagaku, jika menjaga dirimu saja kamu tidak bisa. Kamu justru cenderung menyelakai dirimu sendiri, sewaktu-waktu.

“Sakit ya?”

Diego membuka matanya dan tersenyum hangat.

“Enggak.” Diego kembali tersenyum ramah.

Diego memang sangat ramah. Dia bukan lelaki dingin yang keras kepala. Dia begitu ramah dengan siapapun asalkan orang itu juga ramah padanya. Tapi berbeda lagi jika dengan musuhnya. Dia akan berubah menjadi sangat bringas. Diego juga sering membuat lelucon dan bertingkah konyol ketika bersama dengan teman-temannya.

Hanun memaksakan tersenyum, padahal ia tahu jelas bahwa Diego sedang tidak baik-baik saja. Diego memang lelaki yang kuat.

“Mau aku kupasin apel?”

Hanun melirik buah-buahan yang ada diatas nakas, fasilitas rumah sakit. Hanun memilih apel karena Diego sangat menyukainya.

“Boleh, nggak ngrepotin kan?”

Ganun menatapya tajam.

“Sangat merepotkan.” Hanun mengupas apel itu dengan bibir yang sengaja ia kerucutkan.

Hanun, gadis yang tidak bisa bersosialisasi dengan baik ini berubah beratus-ratus derajat ketika di depan Diego. Entahlah, Hanun yang aneh atau Diego yang hebat karena berhasil mengubahnya.

Diego terkekeh melihat ekspresi Hanun.

“Kamu belum tidur siang ya?”

Hanun menggeleng. Diego bertanya begitu karena Hanun memang suka sekali tidur. Sampai-sampai mereka  jarang sekali saling mengabari karena Hanun yang menghabiskan sepanjang harinya untuk tidur. Diego tidak mempermasalahkan itu. Lebih baik Hanun menghilang tanpa kabar karena tidur, dari pada pergi dengan yang lain.

“Kasihan Putri Tidurnya Diego. Mau tidur?”

Hanun kembali menggeleng.

“Kenapa? Tumben? Biasanya juga pelor.”

“Ih siapa yang pelor!”

“Kamulah.”

“Enggak. Aku nggak pelor.”

“Ah masa?”

“Iya!”

Diego kembali tertawa dan memperlihatkan lesung pipi itu dengan jelas.

“Sini, tidur disamping aku.” Diego sedikit menggeser tubuhnya dari ranjang rumah sakit.

“Jangan macem-macem!”

“Hahaha. Siapa yang macem-macem? Cuma satu macem kok.”

“Diegooo!”

Hanun dan Diego terus saja mengoceh kesana-kemari hingga ia tidak sadar bahwa apel ditangannya telah terkupas dengan sempurna.

Hanun memotongnya menjadi beberapa bagian kecil dan mengarahkannya ke mulut Diego.

“Aku kasih tahu Papa, ya?”

“Jangan.” Tiba-tiba Diego menghentikan kunyahannya.

“Kenapa? Papa kamu berhak tahu keadaan kamu, Diego.”

“Jangan, nanti mereka cemas. Apalagi Mama, pasti langsung lebay.”

Hanun hanya tertawa kecil ketika mendengarkan Diego yang menyebut Mamanya lebay. Memang dia sudah biasa begitu.

Ponsel Diego berdering. Hanun langsung meraih ponsel yang tersimpan diatas nakas itu.

“Siapa?”

“Tomy. Angkat ya?”

Diego mengangguk dan melanjutkan menyantap apelnya.

Tomy adalah teman satu geng Diego. Mereka sangat dekat, juga dekat dengan Hanun.

“Halo?”

“Hanun? Diego di mana?”

“Di depan gue.”

“Di mana?”

“Rumah sakit Mulia Hati.”

“Oke gue ke sana.”

Hanun langsung mematikan jaringan telepon itu.

“Tomy mau kesini.”

Diego mengangguk dengan membuka mulutnya, tanda jika dia ingin menerima sesuap apel lagi.

K I N G [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang