Pedofil

3.4K 204 1
                                    

Hanun terus mengingat nasehat Bi Inah, bahwa dia tidak boleh terpuruk, tidak boleh terlalu sering menyendiri, Hanun harus memiliki kegiatan agar bisa mengikhlaskan Diego sedikit demi sedikit. Mengikhlaskan, bukan melupakan.

Hanun sudah mulai tersenyum, dia mulai kembali menjadi Hanun yang dulu. Hanun yang pendiam tapi bukan pemurung. Tidak bisa dipungkiri bahwa dua bulan kepergian Diego membuat Hanun terpuruk dan lebih pendiam dari biasanya. Tapi semua berangsur membaik. Hanun bahkan tidak menyukai tidur sekarang. Hanun tidak terlalu suka tidur karena julukan Putri Tidur yang Diego berikan kepadanya. Proses berdiam diri sebelum tidur membuat Hanun terus mengingat Diego, dan Hanun tidak suka itu. Bagaimanapun juga, Hanun harus tahu dan mengerti jika dirinya dan Diego sudah terpaut cukup jauh.

Hanun berjalan sendiri menyusuri koridor sekolah. Keputusannya untuk sedikit terbuka dan menghindari kesendirian rupanya sangat berdampak. Hanun terus mendapat sorot mata yang sulit diartikan. Hampir seluruh pasang mata melihatnya. Mungkin mereka berpikir siapa Hanun, karena dia memang jarang keluar kelas, terlebih menyusuri koridor seperti ini.

Hanun memasuki kantin dan menghampiri sahabat-sahabatnya yang sudah lebih dulu ke kantin.

"Jahat, gue ditinggal." Hanun mendengus.

"Ya ampun, baby, gue kira lo nggak ikut." Lala nyengir kuda.

"Lo mau gue pesenin?" Tanya Airin.

"Sendiri aja." Hanun beranjak untuk memesan.

Hanun sedang berdiri mengantri. Merasa ada orang di belakangnya, Hanun berbalik dan melihatnya.

Bukan main. Alis tebal, mata elang dan rahang tegas yang Hanun lihat benar-benar menghipnotisnya. Hanun bahkan tidak berkedip untuk beberapa saat.

"Maju." Samlai suara beraksen tegas itu terdengar, Hanun baru sadar dari lamunannya.

Dengan salah tingkah Hanun melangkah. Itu bukan pertama kalinya Hanun mendengar suara itu, tapi kenapa dia gugup? Tanpa Hanun sadari, seseorang di belakangnya terus menatap Hanun.

Pesanan Hanun sudah siap, dia segera menuju meja di mana sahabat-sahabatnya berada. Hanun berlalu dengan satu porsi mie ayam dan es jeruk dimasing-masing tangannya. Seseorang yang sejak tadi mengantri tepat di belakang Hanun terus melihat gerak-gerik Hanun dengan ekor matanya.

"Eh, nanti jalan, yuk! Ada diskon besar-besaran di Matahari." Mata Lala langsung berbinar ketika mengucapkan itu.

"Boleh." Jawab Airin sembari meneguk jus jambunya.

"Lo ikut kan, Han?" Tanya Airin.

"Ha? Gue, ya? Kayaknya nggak dulu, deh. Gue mau ke Gramedia."

"Yah, ikut ajalah, Han. Daripada lo sendirian." Lala terus berusaha mengajak Hanun. Lala dan Airin belum bisa melepas Hanun sendirian setelah apa yang menimpa sahabatnya itu.

"Iya, kapan-kapan gue ikut." Hanun tersenyum kecil.

"Kok kapan-kapan, sih? Nanti, dong!" Lala tetap memaksa.

Hanun hanya diam dan terus menyantap mie ayamnya.

Lala mendengus karena merasa diabaikan.

"Oke. Kapan-kapan." Lala menggerutu disela-sela makannya.

Lala dan Airin tahu betul bagaimana Hanun. Hanun yang dingin dan tidak terlalu suka keramaian.

Bel pulang sekolah berbunyi. Hanun berjalan dengan gontai keluar gerbang. Mata tenang Hanun menangkap mobil berwarna grey yang biasa menjemputnya.

"Pak, kita ke Gramedia dulu, ya." Ucap Hanun saat sudah duduk di mobil.

"Baik, Non." Jawab Pak Beno.

Di tengah perjalanan, Hanun melihat orang yang cukup familiar. Lelaki yang tadi mengantre di belakangnya.

Apa yang dia lakukan?

Pikir Hanun dalam diam ketika melihat lelaki itu sedang mengacak rambut seorang gadis dan membukakan pintu mobil untuknya. Ah, apakah anak SMP itu sudah pantas disebut gadis? Bahkan dia masih terlalu kecil.

"Pedopil." Tanpa Hanun sadari, dia tersenyum miring.

_____

Haiiii...
Ada yang kangen sama Sam dan Hanun ndak? Mwehehehe.

Maaf baru sempat update lagi 😭😭😭😭

K I N G [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang