Senja, dan Kamis yang Manis.

3.5K 252 0
                                    

Besok aku ganti kelamin. Biar ngrasain bener, sekali-kali. -Diego Dirgantara.



🎋🎋🎋🎋🎋🎋🎋🎋🎋

Matahari, perlahan dia bersembunyi menenggelamkan dirinya. Entah karena malu atau dia ingin memberi sedikit ruang kepada bulan. Bagaimanapun dia tahu jika bumi selalu merindu. Dia tidak egois, dan dia mau berbagi. Bahkan dia rela pergi, tenggelam dan tergantikan dengan yang baru hanya agar bumi, kesayangannya mendapat sinar dan tidak hidup dalam kegelapan.

Kadang, cinta memang begitu. Kita tidak bisa memaksakan diri untuk tetap di sini. Kadang, kita harus memberi jeda, biar rindu yang berbicara. Sebagaimana jeda, senja adalah waktu jeda terbaik. Dia memberi jarak tanpa menyakiti. Dia memisahkan matahari dan bulan, tanpa membuat bumi merasa kehilangan. Dia menutupi rasa sakit dengan ketepatan waktunya.

Setidaknya dia tidak pernah terlambat, sedikitpun. Dia tahu jika bumi sudah cukup sakit karena dipisahkan dengan matahari, meski nanti ada bulan sebagai pengganti. Dia tahu itu, makanya dia selalu datang tepat waktu, dia tidak ingin bumi terlalu lama menunggu, dia tahu menunggu sangat membosankan, sangat-sangat membosankan.

Hanun berdiri di depan rumahnya.

Dia menatap lelaki bermata teduh yang kini tengah duduk di atas motor sport-nya.

“Makasih ya.” Hanun tersenyum manis.

“Harus bilang sama-sama?” Tanya Diego, lelaki yang memiliki lesung pipi itu.

Hanun terkekeh.

“Terserah.”

“Aduh, jangan terserah gitu.”

Hanun mengerutkan dahinya.

“Terserahnya cewek tuh bikin pusing.” Diego mendengus.

Hanun tergelak sekarang.

“Aku suka bikin kamu pusing.”

“Emang berani ngobatin?”

“Tauk ah! Udah sana pulang!” Hanun tidak ingin berlarut-larut membicarakan hal yang tidak penting dengan Diego.

Diego memang usil, dia selalu memiliki cara untuk menggoda Hanun. Dua tahun bersama Diego rasanya terlalu singkat. Diego selalu berusaha membuat Hanun bahagia, menjadikan Hanun prioritas di atas segala prioritasnya. Hanun sendiri tidak tahu apakah dia termasuk orang yang beruntung, atau bahkan orang yang paling beruntung di dunia karena memiliki Diego.

“Nggak kerasa ya, kita udah dua tahun.” Diego turun dari motornya. Dia bersandar di jok motornya.

Hanun berpikir, “Iya. Kita nggak pernah berantem ya?” Hanun terkekeh.

“Tapi kamu ngambek terus.” Cibir Diego.

“Ya kamu bikin aku ngambek!”

“Tapi kamu nyalahin aku terus.”

“Ya kan kamu cowok, Diego!”

“Hahaha! Kalem, dong, Yang.” Diego mengacak puncak kepala Hanun, gemas.

Hanun mendengus.

“Kamu rese banget!” Hanun menendang body motor Diego.

“Dih, kok galak, sih?”

“Ya kamu rese!”

“Aku salah lagi?”

“Iyalah!”

“Besok aku ganti kelamin. Biar ngrasain bener, sekali-kali.” Diego mengerucutkan bibirnya.

Hanun tergelak.

“Aku nggak mau lagi sama kamu.”

“Dih, kok gitu?”

“Aku maunya sama cowok, tulen!”

“Yah, ya udah aku nggak jadi ganti kelamin.”

“Kenapa?”

“Aku nggak mau kamu sama cowok lain.”

Hanun terkekeh.

“Udah, ah! Pulang, sana!”

“Hahaha! Dari tadi ngusir mulu.”

“Bodo!”

“Bener nih, pengen aku pulang?”

“Hm.”

“Yakin?”

“Hm.”

“Nggak nyesel?”

“Hmmm.”

Diego terkekeh.

Dia berdiri tegap, menangkup wajah Hanun dan mencium keningnya, cukup lama.

Hanun memejamkan matanya, menikmati benda kenyal dan dingin yang menyentuh keningnya itu.

“Aku pulang.” Diego mengelus pipi tirus Hanun dengan ibu jarinya.

“Habis ini mau ke mana?”

“Rumah Tomy.”

Hanun hanya tersenyum menanggapinya.

K I N G [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang