Pagi ini Rose berangkat sekolah bersama Jungkook. Itu bukan maunya, selepas meninggalkan Jimin dirumahnya, ia berjalan sendiri ke halte bus lalu Jungkook melihatnya, dan ditawarilah ia untuk berangkat bersama. Tidak ada salahnya menerima kebaikan orang lain, 'kan?
"Lo belum baikan sama Jimin?" tanya Jungkook ketika mereka berdua sudah tiba di sekolah dan kini berjalan memasuki lingkungan sekolah.
"Belum. Gua masih butuh waktu, lagipula dia juga ga minta maaf," jawab Rose acuh tak acuh.
"Kalo dia minta maaf, lo bakal maafin gitu aja?" Jungkook bertanya lagi membuat Rose berpikir sejenak.
"Hm, ya mungkin. Semua orang pernah berbuat salah." Rose menjawabnya sembari tersenyum paksa.
"Bang Jungkook!"
Teriakan itu membuat Jungkook dan Rose langsung berbalik ke sumber suara. Heejin berdiri di ujung koridor sambil melambai-lambai pada Jungkook sebelum akhirnya menghampiri abangnya itu.
"Kenapa lagi?" tanya Jungkook datar.
"Minta duit!" jawabnya sambil menyodorkan telapak tangannya.
"Emang gak dikasih uang jajan tadi?" tanya Jungkook lagi.
"Dikasih, tapi ilang. Kayaknya jatuh deh," ucap Heejin.
"Yaudah ini, lain kali jangan ceroboh," pesan Jungkook sambil memberikan selembar uang yang entah berapa nilainya kepada sang adik.
"Makasih ya bang, Heejin ke kelas dulu," pamit Heejin kemudian berlalu begitu saja dari sana.
Baru saja Jungkook dan Rose hendak masuk ke dalam kelas tiba-tiba seseorang memegang pergelangan Rose, seolah mencegatnya untuk masuk. Rose menaikkan padangannya, melihat sosok yang memegang pergelangan tangannya itu.
"Ikut gua sebentar, gua mau bicara."
Kalimat itu membuat Rose menatap Jungkook seolah meminta saran dan Jungkook hanya mengangguk.
Sekarang Rose sudah berada di rooftop. Tidak sendiri, tetapi ia bersama Jimin. Yap, orang yang tadi mencegatnya di depan pintu kelas adalah Jimin.
"Mau ngomong apa?" tanya Rose.
"Gua minta maaf," lirih Jimin.
"Soal?"
"Soal yang kemarin. Gua terlalu sensitif, dan sikap gua yang kekanak-kanakan bikin lo jadi sakit hati. Maafin gua," ucap Jimin pelan tak berani menatap mata Rose.
"Oke!"
"Hah?" Jimin mengangkat kepalanya mendengar jawaban enteng Rose. "O-oke? Lo beneran maafin gua?"
Rose mengangguk lalu di detik berikutnya ia tersenyum hingga menampilkan deretan giginya yang rapi.
"Karena hari ini mood gua bagus jadi gua maafin. Itu buat gua bukan?" tanya Rose yang melihat sebungkus cokelat yang dipegang Jimin.
"Oh iya, nih," jawab Jimin sambil menyodorkan cokelat tersebut.
"Mumpung kita berdua gini. Gua pengen ngomong hal lain lagi. Sebenernya ini rahasia tapi karena lo sahabat gua makanya lo juga harus tau," kata Jimin serius.
"Rahasia apaan?" tanya Rose sambil mengernyitkan dahinya.
"Tapi beneran jangan kasih tau siapa-siapa, ya?"
"Iya, tenang aja. Cepet cerita."
"Sebenernya gua .... " Jimin menggantungkan kalimatnya tampak ragu-ragu untuk melanjutkannya.
"Gua ... suka sama Seulgi," ucap Jimin pelan.
"Apa?! Lo ngomong apa barusan?! Lo kalo ngomong jangan berbisik, gua gak denger tau."
"Gua suka sama Seulgi!" kali ini Jimin sedikit berteriak membuat Rose terpaku ditempatnya, "argh, malu kan gua. Lo jangan bilang siapa-siapa ya. Gua masih mau siapin mental buat nembak dia nih."
Deg deg deg
Jantung Rose berdetak sangat cepat kala itu. Entah untuk keberapa kalinya, ia merasakan sesak lagi di dadanya. Ia benar-benar mematung di tempatnya, mengalihkan padangannya dari Jimin yang tampak kegirangan.
Ya, ia sudah duga sebelumnya bahwa Jimin menyukai Seulgi, sikap Jimin selama ini sudah cukup membuktikannya. Namun, fakta bahwa Jimin mengatakan hal itu padanya membuatnya sesak berkali-kali lipat.
"Hei!"
"Hah?"
"Kok lo ngelamun? Lo cemburu yaa?" goda Jimin.
"A-apaan, enggak tuh. Ah, soal lo itu ... hm semoga beruntung ya," ucap Rose dengan senyum palsunya.
"Oke, gua pasti bakal berusaha. Lo juga harus doain gua ya."
"Pasti!"
Satu kata beribu kesakitan. Perasaan sialan ini, Rose juga tidak menginginkannya tetapi apa boleh buat. Ia tidak memegang kendali atas hatinya. Itu malah sebaliknya. Ia benar-benar benci situasi seperti ini.
"Lo emang sahabat gua yang paling baik," kata Jimin kemudian menarik Rose ke dalam dekapannya.
Rose sempat terkejut saat Jimin tiba-tiba memeluknya tetapi ia sudah biasa. Ia lalu membalas pelukan Jimin, mengeratkan tangannya di seragam milik Jimin.
"Bagi gua, lo bukan cuma sahabat. Lo itu keluarga gua, gua udah anggep lo kayak adek gua." ucapan Jimin tersebut membuat air mata Rose jatuh tetapi dengan cepat ia menghapusnya.
***
"Oh, kalian berdua udah dateng?"
"Ada apa nih rame-rame?" tanya Jimin yang baru saja masuk di kelasnya. Di kelasnya sudah berkumpul teman-temannya.
"Cie, udah baikan ya?" tanya Lisa menatap Rose dan Jimin bergantian.
"Siapa yang marahan coba," elak Rose.
"Eh, Jen, gua minta maaf soal yang kemarin. Gua terlalu sensitif," ucap Jimin membuat Jennie mengangguk seadanya meski Jimin tahu bahwa Jennie tak tulus menerima permintaan maafnya.
"Tumbenan ngumpul gini. Ada apaan?" tanya Rose.
"Ini, gua lupa ngasih tau lo. Besok acara ulang tahun Heejin. Lo sama Jimin dateng ya?" ucap Jungkook sambil memberikan kartu undangan kepada Jimin dan Rose.
"Oke deh, kita semua pasti dateng."
"Pasti acara besar-besaran ya?" tanya Irene.
"Iya nih, undangannya aja udah mewah begini," timpal Taehyung.
"Ah, enggak kok. Cuma pesta sederhana aja sih. Yang diundang juga cuma keluarga, sama temen-temen dia, plus lo semua," jawab Jungkook.
"Wah, pasti seru. Gua udah gak sabar," ujar Rose yang tampak antusias.
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Friend [END]
AléatoireFOLLOW SEBELUM MEMBACA. Bagaimana jika persahabatan yang di bina sejak lama perlahan akan hancur begitu saja hanya karena perasaan sepihak? Namun, siapa yang salah? Tidak ada. Nyatanya perasaan itu tumbuh begitu saja tanpa tahu kepada siapa ia singg...