Jimin menarik seulgi dengan sarkas keluar dari aula. Genggaman tangannya sangat erat. Amarah menguasai dirinya. Ia membawa Seulgi ke sebelah tangga. Ia menghempaskan Seulgi membuat gadis itu menubruk dinding di belakangnya.
Bugh!
Jimin meninju tembok tepat di samping wajah Seulgi. Jujur saja Seulgi sudah takut sedari tadi. Belum pernah ia melihat Jimin semarah ini. Jimin mengepalkan tangannya dengan matanya yang sudah memerah.
Jadi sebenernya gitu rupa asli lo?!" desis Jimin menatap Seulgi tajam.
"Ak-aku bisa jelasin," titah Seulgi.
"Mau jelasin apa? Semua udah kebukti kan?!"
Seulgi diam setelahnya. Pikirannya kosong dan lidahnya kelu. Ia seperti orang yang kehilangan akal.
"Lo kenapa ngelakuin itu sih? Apa yang gua kasih ke lo itu masih kurang? Gua udah tulus cinta sama lo, gua udah ngelindungin lo, bahkan gua juga udah nyakitin orang demi ngebela lo! Apa itu semua belum cukup, hah?!" Jimin membentak Seulgi.
"Lo udah rusak persahabatan gua sama Rose," sambung Jimin dengan nada rendah.
Kalimat terakhir Jimin membuat Seulgi menaikkan pandangannya. Matanya yang sudah sembab kini berani menatap Jimin.
"Gua gak pernah hancurin persahabatan kalian. Lo sendiri yang lakuin itu. Lo sendiri yang lebih pilih gua dibanding dia dan lo paling tau itu!" tekan Seulgi menatap Jimin nanar.
Jimin mengepalkan tangannya kuat. Andai saja Seulgi bukan perempuan, ia sudah melayangkan pukulan berkali-kali di wajahnya. Jimin masih berusaha menahan tekanan agar ia tidak menyakiti Seulgi karena bagaimanapun Seulgi itu tetaplah perempuan.
"Ya, gua akui apa yang lo bilang barusan itu bener. Tapi, lo gak berhak sama sekali atas kata-kata lo itu. Lo bahkan gak pernah ngerasain yang namanya bersahabat sama orang lain. Lo cuma si penyendiri yang gak punya siapa-siapa!" balas Jimin. "Kenapa sih lo lakuin ini?"
"Itu karena aku sayang kamu. Sebelumnya aku gak pernah punya temen, sebelumnya aku gak punya siapa-siapa dan kamu datang bawa semuanya buat aku. Teman, cinta, kebahagiaan, kasih sayang. Kamu yang paling ngerti aku," lirih Seulgi tiba-tiba memegang tangan Jimin.
Tanpa berlama-lama, Jimin langsung menepis tangan Seulgi. Itu membuatnya muak. "Cewek gila! Gua muak sama lo!"
"Aku cinta sama kamu, hiks," ringis Seulgi masih berusaha mendekat ke Jimin.
"Mulai sekarang, kita gak ada hubungan apa-apa lagi! Berhenti ngusik gua dan temen-temen gua dan jangan pernah muncul lagi di hadapan gua, atau gua gak segan-segan bikin lo gak tenang selamanya!" tampik Jimin kemudian pergi begitu saja.
Sekarang Jimin sudah duduk sendirian di bangku taman sekolah. Hari sudah semakin larut tetapi acaranya belum selesai juga. Ia mengacak rambutnya frustasi. Pikirannya hanya tertuju pada Rose. Setelah semua yang ia lakukan, ia tidak tahu lagi sesuatu yang pantas untuk membalas semua keburukannya.
Sementara itu di tempat lain, Rose duduk berdua bersama Jungkook. Mereka sama-sama diam sambil memandangi langit malam dengan kaleng minuman yang mereka pegang.
"Lo ... udah sejak kapan ngerencanain ini?" tanya Rose.
"Hm, baru beberapa hari yang lalu kok," jawab Jungkook.
"Makasih banyak, Jungkook. Disaat semua orang pengen jatuhin gua, lo malah berusaha ngebuktiin kalo gua gak salah. Gua gak tau lagi harus ngebalas perbuatan lo dengan cara apa. Selama ini lo udah baik banget sama gua," ucap Rose menatap Jungkook.
Jungkook kemudian mengangkat tangannya, mengelus kepala Rose sambil tersenyum.
"Lo gak perlu ngelakuin apapun. Lo pantes buat dapet keadilan. Lagian, gua gak bisa ngelakuin ini sendirian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Friend [END]
AcakFOLLOW SEBELUM MEMBACA. Bagaimana jika persahabatan yang di bina sejak lama perlahan akan hancur begitu saja hanya karena perasaan sepihak? Namun, siapa yang salah? Tidak ada. Nyatanya perasaan itu tumbuh begitu saja tanpa tahu kepada siapa ia singg...