Happy Reading!
^^^-^^^
Sepeninggalnya Gerald dari rumah kost Nara, cowok itu memilih membelokkan arah. Mendatangi Coffee Lovee Cafe, tempat biasa ia menongkrong bersama Ricco dan Rafan hanya saja kali ini ia datang sendiri karena tidak ada kata janjian untuk menongkrong bersama di sana.
Gerald memarkirkan motor ninjanya bersama deretan motor lainnya. Kafe itu selalu ramai bahkan ketika malam semakin larut. Semua itu karena faktor harga. Coffee Lovee Cafe selalu menyuguhkan makanan dan minuman dengan harga murah seperti warkop. Dengan langkah berat, Gerald memasuki kafe itu lantas menempati salah satu meja kosong dekat pintu.
"Oh? Mas Gerald?" sapa pelayan kafe memeluk nampan cokelat dan kain lap disampirkan di pundak.
Gerald mendongak dan tersenyum tipis.
"Sendirian? Mana temen-temennya? Sama yang satu tuh.. yang ganteng tapi cerewet, yang senengnya main COC?"
Gerald terkekeh. "Ricco?"
"Iyaaa Mas Riccooooo.. Masya Allah cerewetnya minta ampuunn!" kata pelayan kafe geleng-geleng kepala.
"Gak janjian," jawab Gerald.
Pelayan kafe membulatkan mulutnya. "Oooo.. ya udah mas, ada yang mau dipesen? Biar sekalian hehe."
"Kayak biasa," jawab Gerald.
"Wokeh!" ujar pelayan kafe menarik jempol depan dada lalu pergi menyiapkan pesanan.
Gerald melirik arloji di tangannya. Sekarang pukul 21. 50. Tidak biasa untuknya berada di luar rumah seperti ini terlebih lagi ketika hari sibuk. Kalau nongkrong bahkan begadang di hari libur sih wajar, kan cowok. Tapi jika sekarang? Bukan Gerald banget. Yang dilakukannya juga itu-itu saja, hanya duduk dan menoleh ke sana- ke mari untuk mengusir rasa bosan. Memangnya apa yang harus ia perbuat sekarang? Merokok? No. Main game? Ok lah.. bisa dicoba.
Gerald mengeluarkan ponselnya dari saku jaket. Terpampang 3 panggilan tak terjawab dari sang Mama. Sempat termenung beberapa saat, namun tetap saja ia menjatuhkan pilihan untuk mengabaikan panggilan itu. Jari kekarnya aktif membuka game COC dan bermain-main dengan game tersebut. Sejatinya Gerald bukan cowok gamers. COC itu bisa terinstal di ponselnya karena bekas Ricco main game di ponselnya.
"White Coffee 1.." kata pelayan kafe menaruh segelas white coffee di meja.
"Makasih," ujar Gerald.
"Sip."
Permainan itu membuat Gerald terbuai cukup lama. Entah kemana rasa tidak sukanya pada game online menguar. Untuk malam ini, game online adalah teman terbaik. Rasa kecewa dan emosi yang dorong-mendorong naik ke permukaan membuatnya terus mengabaikan panggilan masuk dari sang Mama. Reject dan reject.Game online telah ia prioritaskan. Ia kembali melanjutkan bermain game.
1 jam kemudian
"Arrgghh!!" Gerald membanting ponselnya di meja. Ia kesal karena kalah. Hmm.. kekanak-kanakan. Virusnya Ricco menyebar kepada Gerald.
Gerald melirik arlojinya. Pukul 23.10. Gerald menyesap sedikit white coffee miliknya yang mendingin lalu bergegas pulang. Sebelum pulang, ia sempatkan menekan tombol delete pada jendela notifications, memampangkan 4 panggilan tak terjawab dari Rumah. Bukan lagi dari sang Mama. Sempat terbesit rasa heran, mengapa orang rumah terus menghubunginya. Namun, rasa egonya ang memuncak berhasil menendang jauh-jauh rasa penasarannya.
^^^_^^^
Tiin!! Tiin!!
Gerald membuka kaca helmnya. Menekan klakson berkali-kali karena satpam penjaga tak kunjung membuka gerbang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vinnara (COMPLETED)
Teen FictionHighest Rank #1 Manu Martin *** Vinnara Renova siswi kelas X SMA Garuda. Cewek penyandang gelar 'junior kurang ajar'. Ia semakin terkenal ketika rahasia yang ia tutupi selama ini terbongkar. Tak ayal, h...