Nabilah Pov
Setelah drama tadi pagi, aku memutuskan ikut dengannya untuk tinggal satu hari di panti asuhan. Tempat dimana dulu kami di rawat. Sudah banyak kenangan yang tertinggal di tempat ini. Meski sudah banyak yang terlewat dan tempat ini juga sudah semakin berubah, tetap saja cerita kami masih melekat di tanah yang saat ini kami pijak.
Aku dan dia saat ini duduk di halaman belakang. Duduk di sebuah ayunan kayu yang terikat pada sebatang pohon besar. Mungkin hanya tempat ini yang tidak berubah. Masih sama seperti beberapa tahun lalu saat kami pergi. Hanya ada beberapa tanaman baru dan mainan baru.
Mataku melirik padanya yang masih diam menatap ke depan. Semua anak-anak sedang bermain di depan. Ada juga yang membantu Bunda di dapur dan membersihkan rumah. Jadi kami hanya berdua duduk di sini.
"Kamu inget nggak? Dulu, aku belajar naik sepeda diajarin Ello. Sedangkan kamu malah ketawa-ketawa di pinggir lapangan liat aku yang jatuh dari sepeda." Aku menundukan kepala menyembunyikan senyum di wajahku. Itu sudah sangat lama dan dia masih sangat jelas mengingatnya.
"Aku inget, dan setelah itu kamu bisa naik sepeda karena aku." Ucapku sedikit sombong. Karena memang dia bisa mengendarai sepedanya berkat aku yang tak hentinya menyuruh dia untuk belajar setiap hari.
"Kamu ngomel doang." Katanya cemberut dan mengalihkan pandangannya ke kanan. Dimana ada banyak bunga di sana.
"Aku ngomel tapi juga jadi motivasi kamu buat belajar terus, kan? Aku ngomel, aku ngeledekin kamu, itu biar kamu bisa. Biar kamu nunjukin ke aku kalo kamu itu nggak kayak apa yang aku bilang." Tanganku meraih tangannya dan segera ku genggam sebelum dia menepisnya.
"Jangan jauh-jauh dari aku, La. Karena saat kamu pergi jauh, ada separuh jiwa yang kamu bawa." Perlahan dia menoleh. Menatapku sebentar dan kemudian dia tersenyum.
"Li, maaf buat semuanya. Aku nggak bilang kalo cowok itu Ello. Adik kita. Maaf, ya?" Kepalaku mengangguk dan berdiri dari dudukku. Kakiku berjongkok di hadapannya dengan masih menggenggam tangannya.
"Aku selalu maafin kamu apapun itu. Aku yang harusnya minta maaf karena udah terlalu nethink sama kamu. Sekarang, ayo kita kenang apa yang udah kita lalui di sini. Aku kangen." Aku kembali berdiri. Berjalan ke belakang tubuhnya dan mulai mengayun-ayunkan dirinya yang sedang duduk di atas ayunan.
"Pelan-pelan." Katanya sembari berpegangan erat pada tali.
"Kan, kita mau mengenang, jadi harus bener-bener di lakuin. Lala siap? Oke!" Dengan kekuatan penuh aku mendorongnya hingga dia berteriak keras. Beginilah kami dulu, aku yang akan menjadi pemeran antagonis, sementara dia yang menjadi pemeran protagonis.
"NABILAH BERHENTIII!!! AKU TAKUT!!! NABILAH!!!"
Lihat! Baru seperti ini saja dia sudah berteriak tidak karuan. Padahal harusnya dia menikmati ayunanku, kan? Siapa juga yang mau mengayun-ayunkan tubuhnya di atas ayunan dengan kecepatan penuh seperti ini kalau bukan aku? Harusnya dia berterima kasih sudah memiliki orang seperti aku.
"NABILAH NANTI JA-"
Baru saja dia akan terpeleset ke belakang, aku dengan sigap menangkapnya dari belakang. Ku tahan ayunan itu dengan kaki kananku sementara kaki kiriku sebagai tumpuan tubuhku yang sedang menangkap tubuhnya yang masih setengah terpeleset.
"Aku kan, udah bilang! Pokoknya aku nggak mau naik ayunan lagi!"
Aku tertawa mendengar seruannya. Tanganku perlahan menarik tubuhnya hingga kami duduk di atas rumput. Kini posisinya berada di pangkuanku sedangkan aku memeluknya dari belakang. Kami benar-benar seperti kembali pada masa itu. Dimana aku duduk dengan dia yang seenaknya datang padaku dan minta di pangku.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Angels Of Love
Fiksi PenggemarSeiring berjalannya waktu, mereka sedikit demi sedikit luluh akan apa yang di perbuat Shania. Beby yang awalnya tidak menyukai Shania, akhirnya mengakui perasaan yang selama ini tidak ia percayai. Dan Kinal, mengakui semua yang dia rasakan pada saha...