2

3.8K 315 20
                                    

Author Pov

Dengan santainya Shania berjalan di koridor sekolah yang masih terlihat sepi karena masih sangat pagi. Shania memutuskan untuk pergi ke kelasnya selagi menunggu sahabatnya, Gaby. Dia duduk di bangkunya sambil menatap keluar jendela kelas. Fikirannya tertuju pada masalah yang dia miliki sekarang ini. Tidak mungkin dia kembali ke panti asuhan setelah sekian lama memutuskan untuk hidup mandiri. Dia buka tas sekolah berwarna hitam di atas mejanya. Dia mengambil buku tabungannya dan melihat kembali isi tabungan yang beberapa minggu lalu dia print. Helaan nafas keluar dari mulutnya. Dia menyandarkan badannya di sandaran kursi.

"Ma, Pa... Apa Shania berhenti buat nggak kuliah dulu ya? Tapi Shania udah janji sama Papa." Gumam Shania menunduk.

"Shan!" Suara Gaby membuat kepala Shania terangkat untuk menatapnya.

"Kenapa?" Tanya Gaby duduk di bangku sampingnya. Shania menggeleng sambil tersenyum kecil.

"Kalo ada masalah cerita aja. Mungkin gue bisa bantu." Ucap Gaby menggenggam tangan Shania. Shania hanya tersenyum.

"Gue gapapa, Gab. Selow aja lagi." Ucap Shania berusaha meyakinkan Gaby.

Gaby mengangguk meski dia tahu kalau sahabatnya ini sedang memiliki masalah.

"Ke kantin yuk! Mumpung belum masuk." Ajak Gaby yang di setujui oleh Shania.

Mereka berjalan di dekat lapangan basket menuju kantin yang letaknya memang harus melewati lapangan basket. Saat sedang berjalan, Shania dan Gaby melihat sekumpulan gadis yang sedang mengerubungi sesuatu.

"Ada apaan deh?" Gumam Gaby yang ikut penasaran. Shania hanya mengindikan bahunya.

"Ya udah, kesana yuk." Ajak Shania menarik tangan Gaby.

Saat mereka sampai di dekat sana, mereka melihat gadis yang membawa tas gitarnya dengan tanpa memakai pakaian seragam sekolah. Jelas tidak akan ada yang menegurnya apalagi memarahinya. Semua gadis yang ada disana menatapnya penuh kekaguman dan ada beberapa pasang mata menatap tidak suka pada gadis di depannya.

Sekolah ini memang sekolah khusus perempuan. Sudah hal wajar jika ada "sesuatu" yang terjadi di antara siswinya.

"Lo nembak gue?" Tanya gadis yang membawa tas gitar itu menatap gadis didepannya yang masih menunduk.

Gadis itu mengangguk pelan.

"Nabilah!!" Teriakan histeris Gaby barusan menjadi pusat perhatian semua orang yang sedang menunggu jawaban dari gadis yang bernama Nabilah itu.

"Gaby! Lo tuh!" Bisik Shania yang tidak di gubris Gaby. Gaby terus tersenyum menatap Nabilah yang menoleh ke arahnya.

Nabilah tersenyum tipis saat mendengar nama aslinya dipanggil. Dia berjalan ke arah Gaby dan Shania. Gaby yang belum menyadari kalau Nabilah menghampiri mereka terus saja tersenyum ke arah Nabilah. Sedangkan Shania sudah takut jika Nabilah melakukan sesuatu. Karena yang dia tahu, Nabilah tidak pernah mau ada yang memanggil nama aslinya di wilayah sekolah. Shania benar-benar memaki Gaby dalam hati jika sesuatu terjadi pada gadis yang masih saja tersenyum itu.

Nabilah berhenti di depan keduanya. Namun matanya terus menatap lembut ke arah Gaby. "Lo manggil gue? Pake nama asli gue?" Tanya Nabilah tersenyum manis. Seketika Gaby tersadar dan langsung menunduk. Shania membuang pandangannya ke arah lain. Dia tidak pernah bisa membayangkan hal buruk terjadi pada sahabatnya itu.

"Maaf." Lirih Gaby masih menunduk. Tiba-tiba tangannya ditarik oleh Nabilah yang berjalan ke arah tengah lapangan basket. Di sana masih berdiri gadis yang memegang sekotak coklat.

Nabilah merangkul Gaby saat sudah ada di hadapan gadis yang berani menembaknya. "Menurut lo, dia cocok nggak sama gue?" Tanya Nabilah sambil berbisik pada Gaby. Gaby yang mendapat bisikan dari Nabilah merasa gugup dan tegang. Padahal hanya sebuah bisikan biasa tapi efeknya sangat tidak bagus bagi kesehatan jantungnya.

The Angels Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang