Chapter 8

8.5K 966 81
                                    

Yuki terus mendekap nasi kotak di dalam pelukan. Ia harus segera menemui bang Jeck dan memberikan kepadanya. Kalau tidak, Yuki tidak ingin mengambil resiko pintunya sampai rusak, ditendang lagi.

Ia harus berlari, karena saat melihat jam dinding disebuah toko, sudah menunjukan pukul tujuh malam.
Dia tidak ingin terlambat lagi pergi kepasar, banyak orang-orang yang berebut pelanggan Yuki. Karena ia selalu diberi uang lebih. Kalau sampai telat, Yuki hanya bisa menelan ludah, tidak bisa makan apa-apa lagi.

Ia terus berlari ditengah kemacetan, bersama.....

Aldo.

Ternyata, lelaki itu mengikutinya dari tadi, bahkan ia tidak mengganti baju seragamnya. Yuki jelas tidak ingin ada siapapun yang mendekatinya. Apalagi, Aldo sudah mengetahui Yuki bekerja apa. Jangan sampai besok ia mengikutinya lagi.

"Ki, aku pulang dulu ya. Besok aku jemput kamu. Sekarangkan aku udah tau rumahmu." Kata Aldo, tangan kanannya memegang bahu Yuki halus.

Yuki dengan cepat menepis lengan Aldo, menatapnya tanpa menggunakan ekspresi apapun, wajahnya datar, hatinya dingin. Tidak lama, ia mulai berlari lagi. Menjauhi Aldo.

Setelah sampai masuk gang, Yuki di hadapkan dengan empat preman, salah satunya ada bang Jeck. Yuki langsung memberikan nasi kotak kepadanya. Setelah itu, ia menundukan wajah berjalan tanpa menoleh lagi ke arah bang Jeck.

Bruuggg

Yuki ditendang dan terjatuh di tanah, ia langsung memegang kakinya yang terluka, perutnya di injak dan di pelintir dengan keras oleh bang Jeck. Sampai tangan Yuki memegang kaki bang Jeck. Memohon agar tidak terlalu menyakitkan.

Topinya kembali di lempar sangat jauh, kini rambutnya yang tipis di jambak oleh bang Jeck sampai urat dikepala terlihat jelas. Preman berbaju hitam menendang punggung Yuki, sampai dagu Yuki menghantam dibatu yang runcing. Dan dagunya mengalir darah.

Sebelum pulih dari rasa sakit, Yuki merasakan hangat disekujur tubuhnya, ia menengadahkan wajahnya untuk melihat semua preman yang mengelilinginya. Mereka mengeluarkan penis masing-masing, sedang mengencingi Yuki yang tidak berdaya.

"Jika kamu nggak ngasih duit besok pagi. Gubugmu aku bakar!" teriak bang Jeck sambil menaikan resletingnya. Lalu pergi, meninggalkan Yuki yang susah payah mengambil topinya.

Sehina ini kah dirinya?

Selemah inikah dirinya?

Sebenci inikah semua preman kepadanya?

Yuki bertanya pada dirinya sendiri.

Setelah sedikit tenang, Yuki mencoba berdiri, satu tangannya memegang tembok untuk menyesuaikan berat tubuhnya, tangan yang lain mengusap kening yang sedang berkunang-kunang. Tidak lama, Yuki berjalan menuju gubugnya, dan membuka pintu.

Ia mengambil hoodie, ternyata tidak kering. Besok, Yuki harus memakai stelan basah masuk sekolah.

Memuakkan!!

Yuki mengambil gelas, meminum air sampai habis.
Ia membuka sepatu, dan memakai sendal jepit, lalu mencuci hoodie dan topi yang sekarang ia kenakan. Setelah selesai Yuki mandi, membersihkan seluruh badannya.

Yuki menjemur yang sudah dicuci dihalaman belakang.
Yuki punya hoodie dua, dan topi dua. Sekarang, ia memakai yang bersih. Sebelum pergi kepasar dia akan mengambil betadine untuk meredakan rasa nyeri di dagunya. Setelah selesai, ia berjalan lagi keluar, pergi kejalanan untuk membantu jasanya mengangkat barang belanjaan.

Namun..

Malam semakin mendung, hujan rintik-rintik membasahi jalanan yang Yuki telusuri, ia menengadahkan wajahnya ke atas, merasakan butiran-butiran air hujan yang mendarat tepat di wajahnya. Tidak lama, ia menekan wajahnya dengan kedua tangan, menutupi wajah dari tangisan bumi.

Yuki sangat suka sekali hujan datang, ia tidak perlu menahan lagi...

Menahan...

Tangisan yang ia pendam.

Tangisan yang ia tahan..

Butiran hujan menyamarkan air mata Yuki. Membawanya terjun ke tanah. Mengalir, pergi, menghilang, menyatu dengan tangisan yang dulu...

Yuki menggigit bibir bawahnya hingga berdarah, menahan supaya tangisannya tidak pecah, menahan untuk tidak bersuara, menahan semua, semua yang telah terjadi kepadanya...

Ia menekan kedua tangannya semakin kuat di wajah, ia tidak ingin semua orang melihat ia sedang menangis, ia tidak ingin melihat semua orang bersimpati padanya.

Ya, Yuki benci kepada orang yang bersimpati padanya..

Benci kepada orang yang ingin menolongnya..

Benci kepada orang yang kasihan padanya...

Sungguh, Yuki benci dirinya sendiri...

**

Yuki melepaskan tangannya, mengusap kasar seluruh wajah agar tersamarkan bekas menangisnya. Ia mulai berjalan lagi dengan pelan, ingin menikmati hujan yang menerpanya, ia ingin menikmati tangisan bumi yang menghinanya..

"Nak, tolong panggul lima karung beras di toko sebrang." Suara ibu dengan penampilan cantik membuyarkan lamunan Yuki, tangan kirinya memegang payung. Yuki langsung mengangguk mengerti, lalu berlari mengambil pesanan si Ibu.

Yuki memanggulnya di punggung, membawanya dengan sangat lemah, berjalan tertatih-tatih, dan memasukan karung kedalam mobil si Ibu. Ia terus melakukannya sampai karung ke lima.

Setelah selesai, si Ibu memberi uang kepada Yuki, dan Yuki mengambilnya. Setelah melihat pemberiannya, uang dengan dua lembar merah. Yuki terkejut, biasanya ia mendapatkan hanya uang ribuan.

"Ini terlalu banyak." Ucap Yuki menoleh Ibu itu.

"Nggak kok, ambil aja, buat jajan." Jawab si ibu sambil tersenyum.

Yuki langsung menundukan setengah badannya, tersenyum tipis.
"Terimakasih."

Si Ibu pergi dengan mobilnya, dan Yuki berjalan kedalam pasar, ia akan membeli banyak makanan. Dan.

Ahh, sepatu baru.

Ia juga akan membeli buku, juga bolpoin.

Yuki terus membelanjakan uang tadi. Pertama dia membeli makanan, dan langsung makan ditempat, karena  sudah sangat kelaparan, lalu pergi mencari sepatu bekas. Setelah pas, Yuki membelinya.

Sisa uang masih banyak, ia juga ingin membeli tas karena tasnya sudah robek, membeli beberapa buku, dan bolpoin. Sisanya ia kembali membeli makanan, Yuki sudah lupa rasanya sarapan sebelum berangkat sekolah. Yuki juga tidak lupa menyisakan uangnya untuk bang Jeck.

Ia pulang untuk yang pertama kalinya dengan membawa belanjaan. Saat ini, Yuki sedikit membenci hujan, karena membasahi barang belanjaannya.

Mata bundarnya melirik toko jam. Sudah pukul sebelas lebih ternyata, ia takut kalau ada bang Jeck sedang bermain judi, dan takut mengambil semuanya.

Dengan langkah yang mengendap-ngendap, Yuki melirik kesemua arah. Ternyata, tidak ada siapa-siapa di gang.

Ia berlari dengan kencang, membuka pintu dan masuk kedalam menyembunyikan belanjaanya di dapur.

Membuka topi, dan hoodienya, menggantungnya di belakang pintu.
Ia mulai membuka buku kimia, karena akan berlomba. Belajar dengan cahaya dari luar, hanya cahaya dari langit yang Yuki punya. Karena tidak ada listrik yang menerangi, ia juga lupa membeli lilin.

Setelah jam dua pagi, ia tertidur dengan perut kenyang.

Tbc.

One Month [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang