Chapter 20

7.5K 864 20
                                    

Hari ini untuk yang pertama kalinya, sikecil diajak bermain oleh Kakeknya kerumah sakit. Bau obat-obatan meruak masuk kedalam hidungnya yang mancung mungil.

Sikecil yang sedari tadi menangis akibat kepala yang mengalir darah karena sakit. Kini, Ia melebarkan senyumnya, tatkala melihat banyak orang-orang berlalu lalang disekitarnya.

Ini pertama kalinya si kecil diajak keluar dari neraka yang dinamakan 'Rumah'. Karena setiap hari, hanya bisa melihat dari dalam tahanan besi yang dibuatkan khusus oleh wanita cantik untuknya.

Berbeda dengan lelaki setangah baya, ia terus berjalan setengah berlari, raut wajahnya begitu cemas. Sambil menempelkan tangan besarnya di kepala sikecil, menahan agar darah tidak terus mengalir keluar.

"Tolong.. Tolong cucu saya.." teriaknya

Sikecil malah tersenyum, melihat anak seusianya yang memegang balon sambil menatap.

"Kenapa ini!?"
Tanya seorang wanita berpakaian serba putih.

Si wanita mencoba menggendong sikecil, namun sikecil yang melihatnya malah memeluk lelaki setengah baya semakin kuat.

Suster terus membujuknya agar mau dibawa keruang UGD. Namun, malah tangisan yang keluar dari mulut sikecil.

Lelaki setengah baya menurunkan sikecil dari pangkuannya, ia berjongkok, tangannya masih memegang kepala yang berdarah.

Ia tersenyum lembut dan halus. Namun matanya berkaca-kaca, menahan air bening untuk turun, si Kakek tidak ingin terlihat lemah didepannya yang begitu kuat, ketika si kecil mendapati luka yang serius, namun tersenyum kepada Ibunya, dan berteriak sekerasnya setelah jauh dari pandangan Ibunya.

"Dengar Sanji, semua wanita disini, semua orang disini akan baik kepadamu. Jangan takut, ikutlah dengannya, Kakek akan menunggumu diluar."

Sikecil memeluk lelaki setengah baya. Ia masih menangis, dan terus menerus menggelengkan kepalanya, tidak mau.

"Sanji, jadilah lelaki yang kuat. Wanita itu tidak sama dengan wanita gila yang ada dirumah. Kau harus cepat ditangani... Ini... Darah terus keluar... Suster paksa saja cucu saya. Bawa cepat keruangan. Saya akan menunggunya disini."

Tubuh mungil sikecil diambil paksa, tangannya terus mencengkram kerah baju lelaki setengah baya, ia menangis, terus menangis. Terlalu menakutkan melihat wanita..
Akhirnya, ia berhasil dibawa, dan masuk kedalam ruangan.
Menyisakan kakek, sang pahlawannya seorang diri, dengan air mata ikut terjatuh melihat sikecil yang semakin menjauh....

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Petikan senar gitar melodi beradu sempurna saat menyampaikan bait-bait lagu yang menurut Aldo sangat cocok untuk Yuki...

Ia mengungkapkan perasaannya lewat lagu ini...

Dan ternyata, Yukipun menyukainya. Ia terus menatap Aldo dengan kedipan-kedipan kecil dari matanya yang bulat, meskipun terlihat dengan tatapan kosongnya.

Mungkin saja, ia sedang menyerap kata demi kata dari isi lagu. Sampai bait terakhir dilontarkan. Hingga akhirnya, Aldo melihat senyum Yuki yang menurut Jasmine amat manis itu.

Dan Jasmine memang benar, senyum Yuki, dapat membuat semua orang ikut menyunggingkan ujung mulutnya, ikut tersenyum melihatnya.

Manis.

Memikat.

Indah.

"Pulang!" Ajak Yuki, setelah senyumannya hilang.

Dia tersadar, ketika Aldo terus menatapnya sambil tersenyum. Itu membuat Yuki ingin bergegas pergi. Pemandangan didepannya membuat Yuki merasakan lagi pemandangan yang begitu asing.

"Makan dulu. Liat tuh Bian, piring dan mulut sama-sama penuh."
Jari telunjuk Aldo menunjuk ke arah meja berisi penuh makanan, dan di duduki Bian seorang diri.

Yuki melirik sekilas.

"Aku ingin pulang sekarang." Rengeknya.

"Yuki... Masa kamu kesini nggak makan dulu. Sedikit aja, ya."
Bujuk Aldo tidak pantang menyerah, seperti membujuk balita yang tidak ingin memakan sayuran.

"Nggak." keukeuhnya.

"Sudah nyanyinya!?"
Tanya seorang pria tampan lainnya.
Wajahnya sama persis seperti Aldo. Rahangnya yang tegas, dan dagunya yang runcing. Juga rambut pendek begitu rapi. Tersenyum halus kepada dua makhluk yang duduk ditengah-tengah manusia.

Aldo tersenyum malu.
"Hehe udah Appa."

Gustav setengah berjongkok untuk menyesuaikan para pemuda yang duduk.
"Makan dulu gih. Tuh Yuki pasti udah lapar, kan?"

Aldo terkesiap, sedikit terkejut "Appa tau namanya?"

Gustav mengangguk seraya tersenyum. Ia berjongkok didepan Yuki, menatapnya hangat.
"Mommymu jatuh cinta sama lelaki kecil ini. Dia sangat kagum dengan kerja kerasnya waktu itu."
Jawab Gustav manis l. Yang justru Yuki merasa canggung dan pastinya tidak mengerti apa yang sudah dibicarakan oleh pria ini.

Aldo tertawa mendengar penuturan sang Appa. "Haha sepertinya, Appa akan ada saingan."

Gustav kembali berdiri sambil berbicara "Yah, Appa kalah tampan. Ayo King makan dulu. Yuki, sebelum pulang isi perut sampai penuh, oke."
Pria tinggi yang disebut Appa oleh Aldo berjalan kedepan, menyambut tamu yang baru saja datang.

Yuki ingin bertanya, maksud dari omongan lelaki itu tidak dimengerti samasekali olehnya. Namun, tangannya kembali lagi digenggam, ia berjalan ke arah meja tempat Bian.
Dan Yuki duduk berhadapan dengan Aldo.

"Eits maksudnya apa nih? Main ambil-ambil aja. Ini daging hotpot punyaku. Ambil sendiri sana!" Ketus Bian, saat sumpit milik Aldo menyentuh daging didepannya. Refleks tangan Bian menutup daging miliknya.

Aldo berdecak kesal. Bian benar-benar selalu terbuai dengan makanan.

"Pangeran... Mau pesan apa?"
Aldo seraya membungkuk, dihadapan Yuki.

"Dasar nggak normal!" Kata Bian, sambil melempar kacang ketubuh Aldo.

Aldo hanya menyeringai, memperlihatkan kata-kata manis didepan Bian.

Justru, Yuki menatap Aldo dengan tatapan jijiknya. Mulut kotor milik Aldo, mempunyai kata-kata aneh lagi.

Yuki tidak menjawab, ia berdiri, berjalan kepintu keluar.

Aldo mengikutinya dari belakang.
Ketika Aldo tahu kemana pria kecil ini melangkah, ia menempelkan kedua telapak tangannya di bahu Yuki, lalu membelokan tubuhnya ke samping, tempat makanan-makanan mewah berada.

Dan akhirnya...

Yuki memegang sepiring penuh aneka makanan. Tentu saja, Aldo yang memasukannya keatas piring Yuki..

Tbc.

One Month [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang