Chapter 16

7.6K 857 15
                                    

"Aku bahkan tidak sudi jika masih melihat wajahnya yang kotor!"

"Bunuh saja anak itu. Dia telah merampas semuanya!!"

Sikecil yang masih meringkuk diluar mendengar percakapan yang ia tidak mengerti, ia mulai berdiri dengan susah payah, berjalan dengan tertatih-tatih, senyum yang hangat keluar dari mulut mungilnya. Tangannya ingin menggapai wajah wanita cantik, meski sebenarnya seluruh tubuhnya begitu lusuh.

Tangan mungilnya ditepis hingga ia terjatuh, si wanita berdiri menginjak kaki mungil si kecil. Spontan si kecil langsung menangis, ia melirik Ibunya yang sedang menginjak kakinya dengan kuat, rambutnya yang sudah panjang menutupi wajah siwanita. Sikecil tidak tahu, ekspresi kekesalan apa yang diberikan oleh Ibunya.

"Hentikan! Anna! Kamu ingin patahkan kaki anakmu sendiri?"

Seorang lelaki setengah baya langsung memeluk tubuh kecil, tangan besarnya mengusap-ngusap kakinya yang hampir patah. Sikecil langsung berhenti menangis, ia terkejut ada seseorang yang menghawatirkannya. Kepalanya ia senderkan dibahu lelaki paruh baya itu.

Disana...

Ada sebuah ketenangan...

Yang tidak bisa sikecil ungkapkan....

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Yuki membuka pintu, disana tidak ada Aldo yang menunggunya, ia bisa bernafas dengan lega, meski sebenarnya hatinya bertanya-tanya kemana Aldo? Ia membenamkan topi semakin bawah, berjalan berjinjit karena kerumunan preman masih tertidur disana. Setelah sampai kejalan raya, ia berjalan dengan langkah besar.

"Hei, kenapa kamu nggak nunggu aku?"

Yuki tidak melirik, ia tentu tahu siapa yang sedang berteriak.

Cekit!

Suara rem yang mendadak tepat didepan Yuki, Yuki langsung menghindar. Dan Aldo menyesuaikan disampingnya.

"Ayo naik." Ajaknya dengan sangat ramah.

"Cepat.. Kamu nggak boleh nolak, niat aku baik."

Yuki tau, apapun yang dibicarakan oleh Aldo harus ia turuti, karena kalau tidak, Aldo akan terus memaksa.

Akhirnya Yuki naik dibelakang, duduk sangat jauh dengan Aldo.
Namun, hidungnya kembali dihujani oleh aroma parfum Aldo. Sepertinya, aroma parfum Aldo semakin kuat.
Yuki tidak tahan untuk tidak menghirup semakin dalam.
Ia mengingat-ngingat, bahwa memang benar, parfum ini sama wangi dengan William.

Ahh..

Sekarang Yuki merindukan Wiliam.
Bagaimana kabarnya dikota sebrang?

Pasti, ia selalu mengirim uang kerekening yang diberikannya khusus untuk Yuki.
Meskipun Yuki selalu menolak. Ia tidak pernah mengambil uang sepeserpun dari Wiliam.

"Kenapa disini?" Tanya Yuki dengan kesal.

"Aku belum sarapan. Ayo, sarapan bareng." Ucap Aldo seraya menstandar motornya.

Yuki langsung turun dari jok motor dan berjalan kedepan, menghiraukan ajakan Aldo. Ia tidak suka dengan ajakan yang mendadak seperti itu, terlebih makan ditempat yang sama sekali Yuki tidak pernah duduk disana, membuat Yuki semakin enggan.

Tangannya ditahan oleh Aldo, dan langkah kaki Yuki terhenti.

"Ini hanya sarapan. Aku belum sempat sarapan dirumah, karena kesiangan. Duduk aja, aku kelaparan."
Aldo memohon.

"Jika aku duduk, kepesta ulangtahun pernikahan nggak akan ikut." Yuki kembali berjalan.

Oke, bantahan yang keluar dari mulut tipis Yuki adalah ancaman, dan Aldo kalah. Ia berjalan mendekat ke arah Yuki dengan tubuh lemas.

"Oke, oke. Ayo berangkat sekarang."

Mereka berdua pergi meninggalkan kedai sarapan, dan melaju dengan kecepatan sedang.
Setelah sampai, dan Yuki langsung turun dari motor, tanpa melirik Aldo sekalipun. Sekarang, Aldo sudah terbiasa dengan sikap dan perkataan Yuki yang kejam.

Setelah memarkirkan motor, Aldo berlari mengejar Yuki, kemudian menyesuaikan langkahnya. Topi yang dipakai Yuki ia benamkan semakin bawah.

"Sebenarnya, kamu, tuh manis kalau nggak pakai topi." Itu benar, Yuki adalah lelaki manis, gigi-giginya yang kecil rapi, juga tahi lalat kecil disudut atas bibirnya, menambahkan kesan kasual dari tubuhnya.

"Gimana kalau topimu kamu buka? Semua orang kan bisa lihat wajahmu."

Yuki mempercepat jalannya, setengah berlari, ia langsung masuk kedalam kelas. Mengabaikan semua pembicaraan Aldo.

Ia duduk dibangku paling belakang, duduk seorang diri, teman-temannya yang lain menganggap Yuki seperti sampah mahal. Ia tidak bisa didekati, tetapi sangat berharga bagi sekolah.

Sebenarnya, Yuki tidak ingin pergi kepesta ulang tahun pernikahan orangtua Aldo, ia tidak punya pakaian yang bagus, sendal yang bagus, tubuh yang baguspun ia tidak punya.

Yang bisa ia lakukan disana. Mungkin, menjadi sorotan tatapan jijik oleh semua tamu yang datang.
Namun, tatapan seperti itu sangat kebal olehnya. Bukankah setiap ia menyapu jalanan, banyak orang-orang menatap dengan tatapan aneh?

Dikelas yang berbeda, Aldo menyangga dagunya dengan satu tangan, melamun entah apa yang ia lamunkan saat ini. Senyuman tidak pudar dari sudut mulutnya. Bian yang bersebalahan dengan Aldo mulai bergidik dengan perilaku aneh Aldo pagi ini.

"Keliatannya kamu seneng banget pagi ini." Ejek Bian.

"Eh, nanti sore datang ya, kepesta ulang tahun pernikahan Mommy, Appa."

"Wah. Serius, sore ini? Aku kangen banget sama masakan Mommy. Aku pasti datang, tenang aja."
Kalau urusan perut, apalagi gratis Bian tidak akan menolak. Ia justru sangat semangat, sampai lupa tentang awal ia bertanya ada apa dengan Aldo pagi ini.

Tbc.

One Month [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang