Chapter 15

7.8K 877 57
                                    

Sikecil yang sedang belajar berjalan, tiba-tiba ditarik wajahnya, diangkat satu tangannya, dan dibanting kedalam kolam ikan, si wanita lentik membawa batu-batu, melemparkan batu tepat di atas kepala sikecil, yang kini tubuh kecilnya sudah setengah tenggelam, tangannya meronta-ronta mencoba menggapai sesuatu untuk membuatnya masih bisa bernafas.

Wanita terus tertawa dengan kejam, sambil berjongkok, melihat anak kecil yang kini semakin tenggelam. Namun, tidak lama, wanita lentik terjun ke kolam ikan, mengambil satu kaki kecil. Mulut mungil sikecil terbatuk-batuk, menangis dengan keras, hingga warna wajahnya yang bulat berubah kemerehan.

Mendengar teriakan yang keras keluar dari mulut lelaki kecil, membuat siwanita cantik bergeram marah, sikecil kembali dibanting ketembok, membuat tangisnya semakin pecah. Dan akhirnya wanita cantik pergi meninggalkan sikecil dengan luka yang semakin terasa...

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Yuki terus menyapu jalanan tanpa henti. Peluh keringat terus berjatuhan membasahi seluruh tubuhnya, panas mentari begitu terik, hingga wajahnya serasa terbakar.

Hari berubah menjadi senja, warna khas keorange-orangean terlihat jelas diatas sana. Angin semilir bertiup, membuat tubuh Yuki yang basah oleh keringat, perlahan mengering.

Waktunya pulang, kotak nasi sudah tersimpan dibawah pohon, karena teman-temannya sudah pergi untuk makan-makan. Ia duduk berselonjor, meregangkan otot dikedua tangannya, satu tangannya membuka kupluk hoodie, kemudian ia mulai memijit paha.
Sebulan sekali, Yuki sering duduk santai dibawah pohon ini, pulang sampai larut malam, ia tidak repot-repot pergi kepasar. Karena baru mendapatkan gaji bulanannya.

Ia bisa melihat kendaraan berlalu lalang, pejalan kaki silih berganti, para pedangan melewat dengan lelahnya.

Yuki mulai melipatkan kaki, duduk sila dengan senderan kepala dibatang pohon. Matanya mulai berkaca-kaca, melihat anak lelaki kecil yang manja, di gendong dengan lembut oleh Ibunya. Tangan mungil menunjuk-nunjuk kesalah satu toko kue, dan dengan riang, mereka masuk kedalam toko, sesekali pipinya yang kenyal dicium sang ibu penuh mesra. Hingga, satu tetes air bening mendarat kebawah tanah.

Ini yang paling Yuki sukai saat bekerja dijalanan, banyak orang-orang bahagia ditengah hatinya yang terluka.
Banyak orang-orang tertawa ditengah tangisannya.
Banyak orang-orang membawa makanan ditangan, ditengah perut Yuki yang sedang menahan lapar.

Tidak. Jelas Yuki tidak iri dengan semuanya. Yuki justru menyukai, meski sebenarnya airmatanya yang merespon. Yuki hanya mengagumi dengan kebahagiaan mereka.

Ehh.

Yuki bahkan tidak tau apa bahagia itu?

Apa dengan senyuman tanpa beban dihati?

Apa dengan bisa makan nasi kotak tanpa palakan dari bang Jeck?

Tanpa kekejaman bang Jeck?

Atau apakah sebuah pelukan dari sang ibu kepada Yuki?

Yuki tidak tahu, ia belum pernah merasakan apa yang ia pikirkan sekarang.

Saat jarinya sedang bermain dengan sepatu yang sudah rusak. Seseorang turun dari motor, berjalan kearahnya. Yuki tidak melirik, ia tahu siapa yang datang. Tidak ada yang berani mendekati Yuki kecuali sibrengsek Aldo. Kemudian, duadetik berikutnya Aldo sudah duduk disebelah Yuki.

"Sepatumu udah sangat rusak."

Yuki melirik Aldo dengan tatapan tidak suka.

"Gimana? Aku butuh imbalan atas tumpanganmu tadi siang."

Yuki mengeluarkan uang merah, dan menyimpannya didepan Aldo.
Aldo langsung mengambil uang itu melemparkan kembali kepada Yuki.

"Aku nggak butuh uang. Aku ingin kamu ikut kepesta ulang tahun pernikahan orangtuaku." Sekali lagi Aldo mengatakan kepada Yuki. Dan semoga saja, Yuki menjawab 'ya' atas permintaannya.

"Jangan minta sesuatu yang nggak mungkin aku lakukan." Jawab Yuki tanpa menoleh lawan bicaranya.

Alis Aldo saling bertaut "Kenapa nggak mungkin? Hanya ikut kepesta aja, nggak akan membuatmu kelelahan."

"Aku benci ditengah keramaian orang."

Yuki jelas sekali berbohong. Sebenarnya dia suka dengan keramaian, meskipun ia selalu tenggelam ditengah-tengah keramaian tersebut. Ia bisa melihat orang lain bahagia suatu hiburan baginya.

"Nggak percaya." Aldo hampir tertawa seraya menggeleng. "Kalau kamu nggak suka keramaian, kenapa jadi penyapu jalan? Kenapa tidur dekat segorombolan preman-preman? Kalau kamu nggak suka dengan keramaian, kamu nggak akan memperhatikan semua orang, seperti barusan." Ucap Aldo

Ternyata, Aldo benar-benar mengawasi Yuki, ia bisa tahu tatapan Yuki kepada orang-orang didepannya. Bahkan, ia melirik dengan mata ditutupi oleh topi. Lelaki ini bisa tahu apa saja yang Yuki lihat.

"Ayo pulang. Ini udah hampir jam sepuluh malam." Ajak Aldo kepada Yuki, ia kemudian berdiri mengulurkan tangannya kepada Yuki.

Yuki tidak meraih tangan Aldo, ia berdiri dengan sendirinya, mengambil uang yang Aldo tolak, menyimpannya disaku celana, dan mengambil nasi kotaknya. Yuki berjalan dibelakang Aldo.

Aldo menstater motor, lalu melirik Yuki penuh harap. Akhirnya Yuki naik dengan sendirinya.

Yuki masih bisa merasakan aroma parfum Aldo, meskipun sudah malam, baju seragamnya masih wangi.

"Parfum apa yang kamu pakai?" Tanya Yuki akhirnya

"Parfum Dior Homme Intense. Kenapa? Kamu suka?" Aldo mengulum senyum. Jadi Yuki juga bisa memperhatikannya? Meskipun hanya parfumnya saja yang ia tanyakan.

Yuki tidak menjawab, ia bingung harus menjawab apa, sebenarnya, ia memang menyukai aroma parfum Aldo, tapi jika ia bilang 'iya' Aldo pasti akan besar kepala.

"Besok aku jemput ya. Berdandanlah yang rapi." Teriak Aldo ketika Yuki sudah masuk kedalam gang.

Yuki mendengar. Namun, ia tidak menjawab, ia juga tidak membalikan badan. Dan...

Ia juga tidak menolak.

Digang sana, ada dua preman tanpa bang Jeck, Yuki masih bisa bernafas lega, ia tidak perlu mendapatkan perlakuan kasar, meskipun anak buah bang Jeck juga akan menyiksanya. Setidaknya tidak terlalu menyakitkan bagi Yuki.

Yuki berjalan menunduk, ia menyodorkan nasi kotak kesalah satu preman yang tidak memakai baju. Si preman mengambilnya, kemudian mendorong tubuh Yuki hingga ia tersungkur ketembok. Yuki, berpegang pada tembok, ia mulai berjalan lagi, dan masuk kedalam rumahnya.

Yuki langsung membuka topi dan hoodienya, menyimpannya dibelakang pintu. Ia mengambil gelas menuangkan air kedalamnya, lalu meneguknya sampai habis. Langkah kakinya berjalan ke arah kamar mandi, membasahi diri dan membersihkan seluruh badannya.
Setelah selesai, ia masukan uang tadi kedalam kotak kecil, tempat menyimpan uang hasil gaji bulanannya.

Kemudia ia membaringkan tubuhnya diatas kasur, menopang kepala dengan kedua tangannya, melihat langit-langit yang sangat gelap gulita..

Ia sedang merenungi takdir,
Merenungi dirinya yang tidak seberuntung orang lain.
Mengapa semua kesulitan ia dapatkan?
Mengapa semua kebencian ia rasakan?

Untuk apa aku dilahirkan jika semua orang tidak menginginkan kehadiranku? Kehidupan ini begitu kejam, jika saja aku mempunyai satu orang yang menginginkanku. Mungkin, aku akan sedikit lebih kuat dari sekarang...

Akhirnya, Yuki tertidur dengan perasaan penuh harap yang begitu menyakitkan.

Tbc.

One Month [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang