Chapter 13

7.7K 872 5
                                    

Tangan besar dan lentik mencoba mencekik leher kecil seorang lelaki berusia lima tahun. Yang hanya bisa dilakukan sikecil adalah menangis, berteriak sekerasnya. Mengungkapkan perasaan yang sedang ia rasakan sekarang.

Ia mencoba untuk menggapai tangan besar, memintanya untuk segera menghentikan tindakan yang membuatnya sulit untuk bernafas.
Sikecil, menatap tepat dimanik Ibunya, yang berparas kusut, acak-acakan, bahkan rambut yang sudah beberapa minggu tidak dicuci. Ia melihat sang Ibu yang sedang marah. Bola mata merah, urat-urat diraut wajahnya terlihat sangat jelas. Membuat si kecil sangat ketakutan.

Ia ingin segera memeluk sang Ibu agar bisa meredakan amarah. Karena ia pernah melihat, ketika teman seusianya memeluk Ibunya, maka Ibunya akan langsung memeluk balik, langsung tersenyum, langsung mencium. Namun, ia hanya melihat saja, mencoba mempraktekan kepada Ibunya, justru kepalanya terbentur hebat ke tembok, menyebabkan luka dari kepala mengalir darah, akhirnya si kecil tidak sadarkan diri, dan Ibunya tertawa dengan tangisan yang mengalir deras dari matanya......

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Jam sudah menunjukan pukul dua siang, sekolah sudah sangat sepi, hanya beberapa orang yang sedang berlatih untuk mengikuti turnamen bola.

Yuki menghela nafas panjang, ia merasa bingung sekarang, karena baru selesai berlatih dengan guru kimia.
Lalu, bagaimana caranya agar cepat sampai rumah? Agar cepat sampai ditempat kerja? Bahkan dari rumah ketempat kerja membutuhkan waktu setengah jam, itupun dengan berjalan sangat cepat. Kalau ia berlari? Tetap saja akan terlambat.

Bisa saja Yuki tidak pergi bekerja siang ini. Namun, hari ini ia harus menerima gaji bulanannya. Karena gaji diterimanya sebelum mulai bekerja, akan sangat tidak memungkinkan jika ia bisa sampai tepat waktu, dan gajinya akan ia terima bulan depan. Padahal, besok lusa jadwalnya pergi kerumah sakit.

Ia berjalan sambil berpikir, membenamkan topinya semakin bawah, kedua tangannya masuk kedalam saku hoodie.
Sudah sampai pintu gerbang sekolah, ia masih tidak bisa menemukan ide untuknya saat ini, ia tidak punya cara lain selain berlari..

Saat akan berlari, tiba-tiba saja klakson motor terus terdengar, bahkan gendang telinga hampir pecah. Yuki melirik ke arah samping.

"Hei, butuh tumpangan?" Aldo tersenyum ramah.

Yuki diam, dua detik berikutnya ia berlari, mengacuhkan Aldo.

Aldo terus membunyikan klakson, seperti sedang menggiring buronan didepan. Ia terus berteriak memanggil nama Yuki, tapi yang dipanggil asyik meninggalkannya.

Aldo mempercepat gasnya, dan mengerem mendadak didepan Yuki. Ia turun dari motor dan berjalan ke arah Yuki.

"Aku antar, aku tau kamu galau sekarang, karena udah siang." Tangan Aldo memegang tangan Yuki.

Dan Yuki akhirnya naik ke jok belakang Aldo. Ia berpikir, memang lebih baik ia ikut dengannya agar lebih cepat.

Kalau saja tidak mendesak seperti ini, Yuki ogah untuk berdekatan dengan Aldo.
Dan Aldo langsung menstater motornya, melajukannya dengan sedang. Sebuah senyuman kini terlihat di bibirnya.

Ini baru pertama kalinya bagi Yuki bisa dekat dengan orang lain. Dulu, setelah dua tahun kepergian William untuk pergi bekerja, Yuki tidak pernah lagi sedekat ini dengan manusia.

Semilir angin bertiup hingga membuat kupluk hoodie Yuki terjatuh. Ia hanya membiarkannya, tidak memasang lagi, yang sekarang ada didepan Yuki lebih menarik. Aroma wangi parfum yang sangat khas dari baju belakang Aldo tercium kehidung Yuki, meruak masuk, membuatnya ingin mendekat lagi.

Yuki perlahan mendekat, mencium wangi permen karet dari baju belakang Aldo.
Kemudian, jika pulang dari bekerja nanti, ia akan membeli parfum yang sama dengan Aldo.

"Kemana? Kerumah dulu, apa langsung ke jalan Scorpion?"

"Scorpion."

Aldo menjawab lagi. Namun berpapasan dengan sebuah truk, yang membuat suaranya melebur.

"Apa?" Tanya Yuki

"Mendekat. Suaraku nggak jelas kalau terlalu jauh."

Yuki mengabaikan, ia sebenarnya ingin mendekat. Namun, baju bersih dan wangi Aldo, tidak mungkin berhimpitan dengan baju kotor, kucel dan bau milik Yuki.

Yuki sadar diri dengan penampilannya.

Aldo yang tidak mendengar Yuki menjawab, langsung menggeser lebih belakang, mundur sedikit. Hingga paha Yuki bisa Aldo rasakan.

"Kalau langsung kerja, bajumu kotor. Ganti dulu sama baju biasa. Nanti, aku antar lagi ke jalan Scorpion."

Yuki melirik baju satu-satunya yang ia punya. Benar juga apa yang dikatakan Aldo, kalau ia memakai seragam, lalu bagaimana besok ia pergi kesekolah?

Sebenarnya, yang ditakuti Yuki adalah preman-preman sangar didekat gubugnya, ia takut dan malu kalau sampai Aldo terkena lagi masalah dengan mereka.

Mereka sampai, tidak ada siapa-siapa di gang ini. Bahkan botol yang sering berserakan tidak terlihat satupun.
Yuki turun dari motor, berjalan menyusuri gang, membuka kunci rumahnya, dan masuk kedalam. Saat ia akan menutup pintu, Aldo datang dengan kunci motor berputar-putar dijari telunjuknya.

"Siapa yang izinin kamu masuk?"

Aldo mematung ditempat, ia kira, setelah mengantar Yuki, sikapnya yang keras kepala akan melunak. Siapa tau, kata-kata yang kejam tidak berubah dari mulutnya.

"Aku sendiri yang mengijinkannya."

Yuki tidak menjawab. Biarlah, lagipula Aldo yang sudah membantunya hari ini.
Ia langsung menuangkan air kedalam gelas, dan meneguknya, tanpa menawarkan air kepada Aldo. Aldo duduk ditengah-tengah kasur lembab miliknya.
Setelah menghabiskan air, Yuki berjalan kekamar mandi, membuka topi dan hoodienya, melepaskan seragam, mengganti dengan pakaian kumel lainnya.

"Kita berdua ini pria. Kenapa kamu gantai pakaian didalam?"

"Jangan masuk!" Ancam Yuki.

"Uhh serem."

Aldo berjalan lagi mengitari gubug kecil, disini benar-benar tidak ada apa-apa. Bahkan satu fotonya pun tidak ada samasekali. Foto keluarga mungkin? Foto kecilnya saja tidak ada.

Aldo membungkuk, membuka laci kecil yang dibuat sangat rapi. Disana ada beberapa puluh penghargaan atas nama 'Yuki Maldini', beberapa pengharagaan dari berbagai mata pelajaran yang berbeda. Aldo benar-benar tersanjung melihatnya, bahkan semua penghargaan ini ia dapat dengan juara satu atau dua.

Dipaling bawah penghargaan ada foto Yuki kecil, sepertinya awal masuk sekolah menengah pertama. Namun yang anehnya, penghargaan itu bernama 'Sanji Maldini'.

Saat akan memastikan nama itu salah. Aldo mendengar suara langkah kaki Yuki, ia langsung menyimpan kembali semua penghargaan kedalam laci. Lalu berdiri menyambut Yuki yang baru saja datang.

"Sekarang?"

Yuki mengangguk.

"Kamu nggak makan dulu!?"

Yuki menggeleng.

"Makan dulu ya. Aku yang traktir."

"Udah telat."

Setelah mengatakan ini, Yuki langsung berjalan keluar, diikuti oleh Aldo.

Aldo mulai melaju lagi. Dan Yuki masih mencium bau wangi dari aroma parfum Aldo.

Mengingat-ngingatnya.

Tbc.

One Month [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang