3. Sanji Maldini

5.8K 627 19
                                    

Lahirlah sikecil, dengan wajah bulat begitu gempal, putih bersih, mata cokelat berbinar, rambut cokelat yang tumbuh subur.

Mungil.....

Lucu.......

Menggemaskan.....

Tangisannya membuat sang Kakek ikut menangis haru.

Tangisannya membuat sang Ibu gemetar karena takut.

Tangisannya membuat sang Nenek ingin mencekiknya.

Tangan dan kaki mungil, bibir bulat merah merona, hidung kecil namun mancung..

Anak tampan seperti ini siapa yang tidak menyukainya?
Siapa yang tidak mencintainya?
Siapa yang tidak menyanjungnya?

Sempurna....

Dengan tahi lalat kecil disudut bibirnya.

"Cepat bunuh dia!" Teriak Anna dengan darah yang masih mengalir dari atas spreinya.

"Tidak akan pernah!"
Jawab sang Ayah sambil menepuk-nepuk pantat si kecil, meredakan tangisannya.

"Bagaimana nanti dia hidup, jika kelakuannya bajingan? Bunuh saja, bunuh!!" Titahnya.

Lagi-lagi Dokter Manuel bertindak cepat, dia langsung menyuntik Anna, membuatnya tenang, dan terlelap.

Bagaimana perasaan sang Kakek sebenarnya?

Tentu saja, dia marah. Dia ingin melakukan apa yang diperintahkan anaknya, Anna.
Dia ingin melenyapkan bukti yang telah membuat Anna gila seperti ini.
Kalau boleh, Kakek juga ingin membuangnya.

Membuang jauh...
Sampai tidak terlihat lagi orang yang membuat Anna menjadi lebih terluka..

Namun......

Semua yang telah ada didalam pikiran Kakek menghilang, dengan melihat dan merasakan tangan mungilnya meraba-raba wajah tegasnya, mata bulat bersinarnya menatap sangat dalam, seolah 'ia juga ingin merasakan kehidupan ini dan memohon ampun apa yang telah terjadi kepada Anna Dierla Imelda, Ibundanya' .

Bibir kecilnya bahkan tersenyum manis, memperlihatkan bahwa 'Ia juga akan menjadi seorang lelaki yang baik, menjadi lelaki yang akan di akui oleh semua keluarganya, menjadi lelaki tangguh, dan kelak akan menjadi lelaki seperti Kakeknya'.

Akhirnya, Kakek mencium kening sikecil sambil menangis....
Seolah si Kakek juga menjawab 'Hiduplah, bahagialah, buat semua orang mengakuimu, kejarlah kebahagiaan, carilah, sampai engkau mendapatkannya.'

Kakek tahu, pasti Anna tidak akan menyusui anaknya, ia sudah mempersiapkan susu formula.
Bertuliskan untuk bayi, ia beli di toko sebrang. Apapun itu, yang penting ada gambar bayinya.

"Dokter Manu, titip dulu, saya akan membuatkan susu untuknya."

"Baik."

Si kecil yang sudah puas menangis, dan menatap orang pertama yang ia lihat, tertidur lelap.

Tidur di sofa, diperhatikan dengan baik oleh dokter yang menjaganya.

Kring!

Kring!

Dokter Manuel melihat siapa yang menelepon, ternyata dari pihak rumah sakit. Ia langkahkan kakinya, menjauhi si kecil, karena takut akan membangunkannya.

Tidak lama, si Kakek datang dengan botol kecil berisi susu berwarna putih.

"Nahh, cucu Kakek, mimi tutu dulu."

Langkahnya terhenti tepat di depan sofa. Melihat tidak ada si kecil disana. Dokter Manuel datang, ia juga melihat sofa kosong.
Pandangan mereka bertemu, dan dengan cepat mereka berlari keluar rumah.

Kakek melihat kedalam kamar Anna, dan Anna masih terlelap. Tapi, istrinya tidak ada.
Kakek kembali berlari lagi keluar, mencari-cari disemua sudut ruangan. Tidak ada.
Mencari halaman depan sampai ke jalan, tidak ada.

Lalu, suara tangisan bayi menggema...
Didekat kebun jagung!!!

Langkah kaki berlari, dengan wajah begitu cemas, sampai si Kakek membulatkan matanya dengan sempurna. Melihat si istri mencangkul tanah, dan si kecil menangis dengan tubuh telanjang, bibirnya berwarna ungu, badannya juga berwarna ungu. Entah apa yang telah dilakukannya kepada si kecil. Sepertinya, si kecil sangaat kesakitan.

"MELDA!! KAMU IBLIS!!" bentak si Kakek, sambil membawa kembali sikecil dalam pangkuannya.

"Apa kamu bilang? Aku iblis? Danu! Anak brengsek itu adalah iblis yang sebenarnya!!"

Danu sang Kakek menarik nafas sangat dalam, mengeluarkannya dengan kasar. Menatap istrinya Melda, yang kini cangkul sudah di ayunkan kehadapannya.

Ia bisa melihat kesedihan, kemarahan, kemurkaan didalam diri Melda. Begitu memburu, begitu menggebu. Seolah, ketika si kecil diberikan kepadanya maka cangkul akan membelah tubuh sikecil menjadi beberapa bagian.

Namun, malaikat kecil ini begitu suci. Ia tidak salah. Tidak pernah salah. Bahkan, justru dirinya yang akan menderita dan menyesal saat ia datang kedunia ini disambut dengan keji oleh orang-orang disekelilingnya..

Dokter Manuel datang, menghampiri Danu, mengambil si kecil dari pangkuannya. Ia juga memberi isyarat kepada Danu.
Akhirnya Danu berjalan kearah Melda yang kini tangisannya kembali tersedu-sedu.

Ia mengusap air matanya, merangkulnya, menepuk-nepuk pelan punggungnya.

"Melda... Bagaimanapun anak itu tidak salah, ia justru yang paling menderita ketika datang kedunia tapi dibenci. Kamu lihat, anak itu seperti Anna ketika ia bayi. Matanya, hidungnya, bahkan bibirnya menyerupai Anna. Aku tidak akan tega jika harus jauh darinya. Ini sangat mengingatkanku kepada Anna dulu."

"Tapi Anna sudah berubah!! Aku tidak bisa memaafkan mereka yang telah merusak anakku!!"

"Aku juga tidak akan memaafkannya. Tidak akan pernah.."

"Lalu mengapa kamu membiarkan dia hidup? Bunuh saja Danu...Bunuh...." lirihnya

"Memangnya sikecil ikut memperkosa? Menyakiti Anna? Menjambak rambutnya? Melakukan kesalahan?? Tidak Melda... Si kecil adalah korban, sama seperti Anna. Kita harus menjaganya, seperti kita menjaga Anna. Ini adalah takdir, datangnya si kecil sebagai pembangkit Anna."

Akhirnya....

Melda bisa tenang.
Meskipun ia tidak bisa menerima datangnya si kecil.
Namun, ia membiarkannya hidup di belakang rumah, kandang sapi milik tetangga yang Danu urus.
Tentu saja, si kecil bersama Danu.

Tawanya....

Giginya yang belum tumbuh....

Mata indahnya....

Tangisan kecilnya.....

Semuanya...

Membuat Danu menyayanginya, meskipun dalam hati masih terdapat rasa sakit.

------Sanji Maldini-----

Nama yang indah bukan?

Nama pemberian dari sang Kakek membuat Sanji begitu bersemangat menendang-nendang selimut yang dililitkan ditubuhnya.

Sang Kakek harus menemai Sanji 24 jam. Tidak ingin meninggalkannya sendirian. Karena tiga hari yang lalu, ketika Danu pergi kesawah dan pulang, Sanji tidak ada, terdengar tangisan dari dalam rumah. Ternyata Anna sedang menggunting rambut Sanji, sambil tertawa penuh bahagia, luka luka kecil terdapat di wajahnya yang bulat.

Yaaa....

Sayatan dari gunting...

Bahkan, matanya yang berbinar ia siram dengan air. Sampai si kecil Sanji menangis karena sakit.

Sepertinya...

Anna sadar, bahwa Sanji sama persis seperti dirinya ketika kecil...

Tbc.

One Month [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang