Chapter 10

8.1K 949 8
                                    

Yuki sudah bangun pagi-pagi sekali, karena memang kebiasaanya. Tangannya yang ramping mulai merapikan buku-buku tugas dari lantai, dan memasukannya kedalam tas yang baru.

Langkah kaki membawanya pergi kedapur, bermaksud untuk makan. Mengambil air dan menuangkannya di dalam gelas, ia makan sangat lahap, dan meminum air seteguk langsung habis. Lalu menghitung uang untuk diberikan kepada bang Jeck, sisanya ia simpan.

Yuki mulai berjalan kehalaman belakang, hoodienya masih basah, topinya juga masih basah.

Iya, semalam hujan.

Yuki berlari lagi kedalam, yang ia gunakan semalam juga basah, ia tidak mungkin bisa pergi kesekolah tanpa hoodie dan topinya.

Saat sedang berpikir kalau hari ini Yuki tidak bisa pergi kesekolah. Tiba-tiba pintu terketuk, Yuki semakin cemas, maksudnya ia tidak memakai apa-apa. Hanya kaos polos dan celana saja, tidak ada hoodie dan topi. Ketukan itu juga tidak berhenti, Yuki semakin gelisah.
Bagaimana bila seseorang melihat tubuhnya yang kotor seperti ini. Yuki tidak mau, Yuki tidak akan memperlihatkannya kepada siapa saja.

Tidak akan.

Setelah mendengar siapa yang ada dipintu, Yuki menggertakan gigi dengan kuat, si Aldo kembali lagi.
Sungguh, hari ini sangat sial.

Yuki tahu bahwa ada preman diluar, karena sebelum ia tertidur terdengar bang Jeck berteriak meminta uang padanya. Dengan berat hati, Yuki memakai hoodie yang masih basah, dan topi yang masih basah. Ia membuka pintu.

"Kamu baru bangun? Sarapan bareng yuk, aku belum sarapan." Kata Aldo tersenyum sambil menggoyang-goyangkan belanjaan yang ia bawa.

Yuki langsung menutup pintu tanpa menjawab. Aldo lagi-lagi mengetuk pintu, ketukannya semakin keras, Yuki takut membangunkan bang Jeck dan kawan-kawannya, kalau mereka sampai terbangun, Yuki bisa diseret lagi sampai ke sungai dan mejeburkannya, seperti kejadian lima bulan lalu.

"Kii~ preman itu mulai natap aku. Cepet buka pintunya." Bisik Aldo.

Yuki langsung membuka pintu, dan menarik lengan Aldo untuk masuk kedalam.

Senyum licik terlihat dari ujung mulut Aldo.

"Jangan temui aku lagi!" Ketus Yuki sambil berjalan kehalaman belakang.

Aldo tahu, kalau Yuki adalah orang yang keras kepala. Jika ia bertanya tentang semalam dipasar, pasti Yuki marah, dan mengusirnya.

"Ayo sarapan bareng." Aldo mengekori tubuh Yuki.

"Pergi!"

"Kita akan berangkat bareng" Kata Aldo tidak mau kalah.

"Aku nggak sekolah."

"Kenapa? Apa kamu sakit? Sakit apa?"

Yuki tidak menjawab, ia hanya membuka pelajaran kimia. Dan mulai menuliskan rumus-rumus didalamnya.

"Kenapa kamu nggak berangkat sekolah?"

"Kalo nggak sekolah, aku juga nggak akan pergi." Aldo bersi keras untuk mencoba mendekati Yuki.

Yuki melirik Aldo yang sedang berkacak pinggang dengan tatapan dingin, ia tidak mengerti, ada apa dengan anak ini? Menganggunya setiap hari.

"Pergi dari rumahku!" Yuki mulai kesal.

"Aku nggak mau pergi, aku mau sama kamu, kalo aku pulang nanti orangtuaku marah aku bolos sekolah."

Aldo duduk disamping Yuki, diatas kasur yang sangat sembab dan kucel. Namun, sepertinya, Yuki sangat menikmati suasana didalam rumahnya ini. Ia merasa tidak terganggu, justru terlihat sangat nyaman.

Yuki mengabaikan permintaan si bodoh ini, ia tidak perlu menanggapinya, yang penting Aldo tidak menganggu.

Brug!

Brug!

Diluar, terdengar bang Jeck berteriak marah, pintunya berguncang seakan kaki yang kekar itu menuntut semua otot untuk menghancurkan pintu secara paksa.

"Yukii..  Mana uang kamu? Aku udah beli bensin buat bakar gubug!"

Yuki langsung berlari, dan mengambil uang di dekat dapur, membuka pintu, menyerahkan semua uangnya kepada bang Jeck.

Aldo hanya menatap kearah pintu. Sekarang, ia tahu penyebab Yuki bekerja sampai malam, ia terpaksa menghidupi preman-preman brengsek itu. Aldo geram, mengapa Yuki mau? Kenapa ia tidak pindah saja?

"Hanya ini??" Tanya bang Jeck melotot garang "Brengsek!"
Topi Yuki di lempar keluar, dan bang Jeck langsung menjambak lagi rambut Yuki dengan kuat, seringaian kesakitan terlihat di wajah Yuki.

"Aku nggak bisa beli minuman pake uang segini!!"

Brug!

Yuki di lempar dan diinjak kepalanya oleh bang Jeck memelintir hidungnya. Sampai ia sesak nafas, Yuki meronta-ronta karena kehabisan nafas.

Tiba-tiba sebuah tendangan tepat di pinggang bang Jeck, bang Jeck langsung tersungkur ke tanah.

"Bajingan!" bang Jeck berdiri dan menendang Aldo sampai kepalanya terbentur. Melihat Aldo terpental beberapa langkah Yuki langsung berdiri, berjalan dengan tidak seimbang, lalu memeluk tubuh Aldo. Sebuah batu besar mendarat dikepala belakang Yuki, sampai mengeluarkan darah. Refleks tangan Aldo langsung memegang kepala Yuki dengan tidak percaya.

Bang Jeck kembali mengambil batu, dan akan mendaratkan di kepala Aldo, lagi-lagi Yuki berdiri dengan kaki yang bergetar, batunya tepat mendarat dikening Yuki, sampai mengeluarkan darah lagi. Kini, tubuh Yuki roboh dipelukan Aldo, ia kehilangan keseimbangannya. Matanya berkunang-kunang.

"Apa yang kamu lakukan pada temanku, hah!?" Teriak Aldo kepada bang Jeck.

Yuki dipeluk erat oleh Aldo, menepuk kedua pipinya dengan sedikit kasar. Namun melihat Yuki dengan perlahan-lahan mengatupkan matanya, tiba-tiba Aldo menangis.

"Manusia sampah!" Teriak Aldo pada bang Jeck dengan air mata yang mengalir deras.

Tidak terima, bang Jeck mencekik leher Aldo dengan kuat. Ia melihat ke seragam sekolahnya, di saku bajunya ada uang berwarna merah. Bang Jeck melempar tubuh Aldo kesamping Yuki, berjalan ke arahnya, dan mengambil semua uang yang Aldo punya.

"Kamu anak orang kaya?" Kata bang Jeck sambil menghitung puluhan uang lembar merah.

Aldo tidak menjawab, ia juga tidak merebut uang itu. Ia mengguncang-guncangkan kembali tubuh Yuki yang sudah tidak berdaya dengan sangat panik. Para preman langsung pergi meninggalkan mereka.

Yuki mencoba bangun. Berusaha untuk duduk, ia sadar tidak memakai topi, netranya yang cokelat namun sayu melihat-lihat kesemua arah, ternyata topinya ada didepan.

"Yuki... Rambutmu." Suara Aldo serak dengan mata yang membola, melihat ke arah belakang Yuki.

Dengan cepat Yuki mengambil topi, langsung ia pakai. Berjalan tertatih-tatih masuk kerumahnya.

Aldo berdiri, namun telat menahan pintu dari luar. Yuki sudah menguncinya dari dalam. Sebenarnya, bisa saja Aldo mendobraknya. Tetapi Aldo takut pintunya rusak.

"Kamu nggak apa-apa!?" Aldo berkata dengan nada lembut.

"Yuki.. Buka pintunya."

"Kita kerumah sakit. Aku antar."

"Kepala kamu tadi berdarah"

Aldo terus mengetuk pintu, dan berteriak memohon kepada Yuki. Tapi sayang, sang empu tidak menjawab, tidak terdengar bersuara.

"Bicara sama aku... Apa yang selama ini terjadi sama kamu?"
Aldo terduduk di tanah dengan sendirinya. Kedua tangannya tak mampu lagi untuk mengetuk, akhirnya kening Aldo ia benturkan, agar Yuki tau, bahwa Aldo masih disampingnya.

"Yuki.. Aku mulai khawatir"

"PERGI BRENGSEK!"

Tbc.

One Month [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang