"Kamu anak biadab yang telah menghancurkan hidup putriku satu-satunya. Kamu harus aku bunuh!! Kamu harus mati!! Kamu pembawa bencana dikeluargaku!!!"
"A..apa salahku!?"
Wanita setengah baya terus mencambuk-cambuk lelaki kecil dengan sabuk, goresan merah terus bertambah disekujur tubuhnya. Kepalanya mengalir darah karena besi di ujung sabuk terus dilempar.
Meski siksaan ini tidaklah kuat, tetapi seorang anak kecil tetap tidak bisa menahan rasa nyeri akibat cambukannya.Sikecil tidak menangis, meski air matanya akan siap tumpah. Amukan demi amukan seperti ini adalah makanan sehari-harinya. Ia tidak pernah mengeluh, ia tidak pernah membenci. Ia tahu, semua orang sama kejamnya kepada tubuh kurusnya.
Setelah puas mencambuk, wanita setengah baya, pergi meninggalkannya diruangan yang gelap dan kotor. Menguncinya dari luar.
Lelaki kecil yang bertelanjang, merangkak, memungut baju-baju yang sudah dirobek sebelumnya, memakainya. Ia menekuk kedua kaki, memeluk dirinya, membenamkan wajahnya semakin dalam. Rasa sakit ini terus mengalir, terasa perih, bahkan sayatan silet belum sembuh, dan lukanya semakin melebar akibat amukan dengan sabuk. Tangan mungilnya meraba-raba kepala, ada beberapa benjolan disana, tetesan-tetesan darah akibat besi dari ujung sabuk kini mengalir perlahan.
Ia menyeringai kesakitan, kemudian menggigit bibir bawahnya dengan kuat. Ia tidak ingin menangis lagi, tidak ingin menghambur-hamburkan air matanya lagi. Sungguh, ia harus kuat dengan semua kejadian yang menimpa dirinya.
Ia memegang perut yang kini sudah dua hari tidak makan dan minum, perutnya semakin perih, badannya melemas, ia menjatuhan diri ditanah, kurungan ini terbuat dari besi, tidak ada alas, tidak ada apa-apa, hanya berbantal sebelah tangan.
Tiba-tiba pintu kurungan dibuka, sikecil memeluk kaki semakin kuat, tubuhnya bergetar karena takut akan mendapatkan siksaan lebih kejam lagi, ia memejamkan matanya, gigitan bibirnya semakin kencang.
Tangan besar dan kasar mengusap-ngusap kepala sikecil dengan lembut. Sikecil mendongak, lelaki setengah baya sedang tersenyum kepadanya. Kemudian sikecil langsung berdiri, dan memeluk lelaki itu.
Ternyata, perktaannya hanya ungkapan saja, karena air mata sikecil sudah membasahi seluruh baju lelaki tua.
Ia menangis sampai tersedu-sedu, setelah mendapatkan tepukan pelan dari tangan besar."Nggak apa-apa Sanji, semuanya bukan salahmu."
Sikecil melepas pelukannya, menatap lelaki tua, yang kini air matanya sudah terjun kepipinya. Tangan mungil itu mengusap air mata yang terjatuh.
"Apakah semua orang itu sama?"
"Sanji. Kelak kamu akan menemukan kebahagiaan. Maafkan Kakek, karena tidak bisa membantumu keluar dari penderitaan ini."
Tangan mungil sikecil membelai garis-garis kasar wajah lelaki tua. Menatapnya tidak mengerti.
"Bahagia itu seperti apa?"
"Bahagia itu, tersenyum, tertawa, tanpa beban dihatinya."
Mulut sikecil melebar, tersenyum menatap lelaki tua didepannya.
"Apa kamu sedang bahagia sekarang?"
Sikecil mengangguk semangat. "Ya. Aku bahagia."
Pelukan dari sang Kakek semakin erat, air matanya kembali membasahi punggung sikecil.
"Kenapa kebahagiaanku menangis!?"
KAMU SEDANG MEMBACA
One Month [END]
ActionM-A-T-I Satu kata yang indah bagi pria aneh bertopi ini...... Ini di tulis dari tahun 2018 dan tidak pernah di REVISI jalan ceritanya. Jadi kalau ada jalan cerita yang ngawur atau sesuatu yang KALIAN TIDAK INGINKAN, harap MAKLUMI!! Jangan membuat sa...