Chapter 31

6.2K 791 50
                                    


Aldo melirik arloji yang melingkar ditangan kirinya. Sudah pukul lima sore. Tangan yang sudah pegal, dan kaki yang sudah kesemutan menyelimuti tubuh Aldo. Ia benar-benar berdiri didepan pintu.

Awan diatas langit sudah berubah menjadi lebih abu. Cuaca pada bulan Juni berubah-ubah tidak beraturan. Padahal, tadi siang begitu terik. Namun, semakin sore kekuatan angin sangat kencang, dan langit mulai sendu mendung.

Didalam, Yuki selalu berjalan-jalan ditengah ruangan, menghiraukan Govindo yang masih makan.
Jari jemarinya selalu menempel disetiap inchi dinding yang terbuat dari kayu itu. Aldo melihatnya tidak mengerti, jelas sekali disana tidak ada apa-apa. Namun, Yuki sangat menikmatinya.

Aldo terlalu cemburu dengan dunia Yuki, yang tidak seberapa.

Dengan dunia sederhana yang Yuki punya.

Dia selalu diam, menikmati sesuatu disekelilingnya.

Dia selalu terbuai dengan hal-hal sepele disekitarnya.

Dan betapa memang Aldo tidak memahami Yuki sedikitpun.

Aldo mengambil ponselnya, dan menelepon seseorang.
Setelahnya, ia kembali menatap Yuki yang kini sedang memeluk kakinya. Memeluk dirinya sendiri, dan membenamkan wajah.

Yuki memiliki banyak beban.
Aldo tahu.. Aldo sangat tahu.

Namun, Yuki tidak pernah menceritakannya kepada siapapun.
Tidak pernah mendengar bahwa ia benci jalan hidupnya.

Ternyata... Yuki adalah lelaki kuat.

Yuki adalah lelaki tegar.

Yuki adalah lelaki hebat.

Meskipun Aldo tahu, bahwa Yuki sangat kesepian.

Aldo tahu bahwa Yuki sangat rapuh.

Mungkin saja, setiap malam. Ia selalu bersembunyi di pojokan seperti itu.

Menahan apa yang yang sudah terjadi kepadanya.

Menahan untuk tidak membuka suaranya.

Menahan untuk tidak menceritakan kepada dunia, bahwa sebenarnya Yuki ingin berteriak.

Berteriak kencang....

Agar bebannya lepas...

Agar fikirannya kosong....

Agar hatinya lega....

Ternyata. Yuki yang gagah, juga bisa lemah seperti ini....

*

*

Aldo mendekat ke arahnya, berjongkok didepannya. Kedua tangan Aldo menangkup wajah Yuki,lalu perlahan-lahan mengangkat wajahnya. Dan wajah itu selalu saja datar, ia menyembunyikan ekspresinya dengan sangat baik. Seolah Aldo geram.

Kenapa Yuki tidak menangis saja?
Kenapa dia tidak berteriak saja?
Kenapa dia tidak memukulnya saja?
Seperti menjambak rambut Aldo dengan kuat.
Aldo sungguh rela, jika ia menjadi tameng kemarahan Yuki. Asal Yuki tidak lagi menundukan wajahnya seperti ini.

Aldo sungguh tidak kuat.

"Angkat kepalamu.... Nanti, mahkotamu jatuh."

Yuki menatap Aldo yang berjongkok didepannya. Menatap sangat dalam ke maniknya.

Ternyata, ada juga yang mengkhawatirkannya seperti ini.
Ada juga, yang menghiburnya seperti ini.
Ada juga, yang perduli kepadanya seperti ini.

Atau bahkan...
Ada juga yang menginginkannya didunia ini....

"....... Apa..... kamu pernah ngerasa bahwa hidup ini nggak adil?"

One Month [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang