Chapter 37

5.9K 677 21
                                    

"Kamu ngapain, sih, buntutin kita?" Tanya Aldo sedikit marah.

"Kan mau mendokumentasikan yang lagi kencan hehe." Jawab Bian menahan tawa.

Aldo menarik Yuki yang sedang asyik melihat-lihat kepenjuru sudut. Matanya tidak berhenti terbelalak kagum dengan pemandangan didepan. Bangunan-bangunan menjulang tinggi, serta orang-orang berlalu lalang disemua area. Menambah takjub hanya melihat dari dalam sebuah Mall ini.

Yuki sempat berpikir, bahwa yang selalu ramai adalah di jalan Scorpion, tempat ia bekerja menyapu jalan, atau pasar, tempat ia menjadi kuli panggul. Ternyata salah, di sebuah pusat perbelanjaan ini ada begitu banyak orang-orang berkeliaran dengan bebas dihadapannya.
Semua jenis manusia bisa terlihat dimata Yuki.

Semua yang Aldo tunjukan, atau yang ia berikan kepada Yuki, adalah kali pertama baginya.
Tidak heran, setiap Yuki menampung beban yang membahagiakan ini, wajahnya yang datar bisa dengan mudah mengganti dengan wajah yang penuh kerlipan-kerlipan bintang bercahaya, meskipun dia tidak tersenyum.

Aldo pergi menjauh dari Bian. Namun, Bian mengikutinya dengan santai dari belakang.

"Pergi sialan!! Jangan ganggu!" Titah Aldo dengan ketus.

Bian tidak tahan untuk mengejek.
"Waduhh waduhhh si manja ini pengen juga berduaan ditempat umum."

"Pergi, pergi sangat jauh. Kamu itu hama! Pengganggu kesenangan orang lain!" Kata Aldo berkacak pinggang.

Masalah adu mulut dengan Bian, pasti saja tidak akan pernah usai.

Dipertengahan pertempuran yang sengit ini, Yuki justru menarik tangan keduanya, dan membawa mereka ke salah satu toko pakaian pria dewasa.
Namun, Aldo dan Bian malah saling bertatap muka. Dengan mata mereka membulat besar juga mulut mereka menganga lebar, seperti tidak percaya apa yang didepannya.

Tentu saja.
Yuki berinisiatif menarik lengan keduanya.
Yuki yang terkenal tidak bisa bergaul, bahkan teman sekelasnya belum pernah mendengar suara Yuki. Ternyata, ia bisa juga bertingkah menggemaskan seperti ini.

Setelah sampai didepan pintu masuk yang terbuat dari kaca, Yuki baru melepaskan pegangan tangannya. Kemudian, baru saja ia akan bertanya kepada orang yang dibelakangnya. Namun, mereka berdua malah terlihat seperti dua orang pria bodoh melongo tidak beraturan.

Mata indah Yuki memandangi mereka beberapa saat. Lalu, matanya berkedip-kedip.
"Kenapa?" Tanya Yuki dengan bingung.

Akhirnya, setelah mereka kembali kedunia nyata. Aldo dan Bian menjadi salah tingkah.

"Ahh... Nggak, nggak apa-apa." Jawab Aldo tergagap.

"Bro, si Anton mau kesini. Kamu pergi aja sama Yuki." Bian tersenyum paksa.

Aldo mengangguk pelan, wajahnya ia tundukan melihat kepergelangan tangannya. Rasanya, masih membekas, dan masih terasa hangat. Kalaupun barusan hujan mobil berterbaran dihadapannya, Aldo tidak akan repot-repot memungut satu mobil. Sayang sekali, jika pandangannya yang benar-benar langka teralihkan.

Tanpa tunggu lama, Aldo kembali memanggil Yuki. Tetapi, yang di panggil bahkan tidak menyaut. Akhirnya, Aldo melirik untuk melihat Yuki, di detik Selanjutnya, Yuki tidak ada ditempat awal ia berdiri.

Dengan sangat cemas, mata Aldo mulai menyapu tajam, meneliti setiap ruangan. Namun, batang hidung Yuki tidak terlihat sama sekali. Jelas sekali bahwa tadi Yuki sedang berdiri dibelakangnya, sesaat kemudian si pendek ini sudah menghilang begitu saja.

Butiran-butiran keringat berjatuhan dari kening Aldo. Ini masih pagi, beberapa kios masih tutup, orang-orang masih sedikit yang berkunjung. Meskipun begitu, Aldo tetap tidak tenang jika istrinya menghilang.

Sebelum kaki Aldo melangkah, ia melihat siluet yang familiar, sedang berjinjit, tangan kanannya mencoba membelai wajah putih pucat didepannya. Mata bundarnya bahkan tidak berkedip.

Aldo langsung menuju kehadapan Yuki, yang kini wajahnya terlihat begitu bercahaya.

"Kenapa Popo ngelus-ngelus wajah patung?" Aldo menekan kuat setiap katanya. Seolah Yuki harus segera menurunkan tangannya dari patung sialan itu.

"Ini halus." Jawab Yuki, ketika tangannya menyentuh selangkangan patung pria dewasa.

Sebenarnya, Aldo ingin memarahi Yuki, menarik lengannya menjauh. Tetapi, tatapan itu seperti sihir. Aldo terlalu enggan melakukannya. Aldo memang tahu bahwa Yuki pertama kali masuk ke dalam Mal. Jadi, dia sangat semangat memancarkan cahaya dari kedua mata indahnya.

Tanpa di duga, Yuki malah menurunkan lengannya semakin bawah. Lalu berhenti di pertengahan kaki patung itu. Dengan senyum gembira dia berbicara lagi.

"Ini.... Ini juga sangat persis membentuknya."

"Persetan!! Kalah saing dengan patung!!"

*

Tidak terasa, matahari sudah diatas kepala. Menandakan bahwa hari semakin siang. Yuki telah di ajak berkeliling, awalnya ia diajak menonton film aksi yang Aldo sukai. Setelahnya bermain game, lalu melihat-lihat pakaian, membeli beberapa komik one piece,  Yuki juga membeli satu buku pelajaran yang belum dia punya sebelumnya.

Mereka berakhir disebuah restoran Jepang. Aldo memesan beberapa sushi dan ramen. Lalu, mereka menikmatinya dalam diam.

Yuki sudah memberikan uang kepada Aldo semuanya. Namun, Aldo menerima hanya setengahnya, seolah dia juga mendengar apa yang sudah Gustav katakan. Dan semua yang barusan mereka lakukan juga dibayar oleh Aldo sendiri.

Setelah pukul tiga sore, barulah mereka sampai rumah.
Dirumah, mereka sudah disambut dengan baik dan riang oleh si kembar.
Mereka berlari kepada tuannya masing-masing, menjilat lalu saling berkejaran.

Aldo membawa satu bola karet berukuran bola tenis, lalu melemparkan sangat jauh kedepan. Tanpa diperintah, si kembar mulai bersaing mengambil bola tersebut dan menyerahkannya kepada Aldo.

Satu jam mereka tertawa melihat tingkah si kembar.

"Ayo Popo masuk."

Yuki berjalan dibelakang Aldo.

Kini, tubuh lelah Aldo ia lemparkan di sofa. Dan tangannya menepuk-nepuk pinggir sofa yang kosong seraya menatap Yuki dengan tersenyum penuh arti.
"Sini, duduk deket Papap."

Akhirnya, Yuki duduk sangat jauh dengan Aldo.

Tidak lama, bola mata Aldo berputar-putar, kemudian ia mendekat ke arah Yuki.

"Kita bikin brownis yuk." Ajak Aldo sumringah.

Yuki dengan cepat menggeleng.

"Bibi Liaa." Teriak Aldo sambil melihat ka arah belakang.

Pelayan dengan tergesa-gesa berlari ke arah Aldo, kemudian ia setengah menundukan badannya.

"Bibi Lia, temenin King sama Popo bikin brownis yuk. Popo mau brownis bikinin King katanya."

"Siapa yang bilang?"
Ketus Yuki dengan marah.

Pelayan kembali pamit untuk menyiapkan bahan-bahan. Kemudian, Aldo datang dengan menarik lengan Yuki mendekat.

Aldo menarik kursi untuk Yuki duduk.

"Silahkan Pangeran duduk." Bungkuk Aldo.

Karena sudah terbiasa dengan tingkah absurd milik Aldo, Yuki duduk.

Aldo memakai celemak berwarna orange.

"Spesial chef Aliando!! Silahkan saksikanlah.." Kata Aldo sambil memainkan sendok untuk membuka telur.

Dua jam kemudian, Yuki terbangun dengan tepukan lembut di pipinya.
Matanya yang lelah mencoba terbuka, melihat Aldo dengan sesuatu yang hitam ditangannya sambil tersenyum hangat.

"Popo... Brownisnya udah jadi. Gaimana terlihat enak kan?"

"Kenapa terlihat seperti arang?" Tanya Yuki seraya menggaruk keningnya.

Aldo. "......"

Dan benar. Setelah Yuki mencicipinya ia langsung muntah, dengan ramen dan sushi yang sebelumnya. Akhirnya, Aldo terhuyung, hampir pingsan karena shock melihat Yuki yang teraniaya oleh makanan buatannya sendiri.

Tbc.

One Month [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang