Chapter 27

6.8K 752 73
                                    

Aldo masih menangis.
Menangis melihat istana milik Yuki yang kini kosong.
Menangis dengan kecerobohannya sendiri.

Seandainya ia lebih dewasa lagi

Lebih berani lagi.

Atau seandainya ia memiliki kuasa.

Kuasa dalam bertindak cepat.

Mungkin, Aldo sudah menjauhkan Yuki dari segerombolan sampah preman-preman itu.
Mungkin, Yuki akan benar-benar terlindungi.

Sekarang.

Aldo benci menjadi anak kecil yang masih bersembunyi diketiak ibunya.

Sedangkan Yuki?
Ia harus terus tegar, meski sudah rapuh sekalipun.

Ponsel didalam saku celana Aldo terus bergetar. Ia sudah lihat beberapa kali
Namun, sangat urung untuk mengangkat teleponnya.
Kalau itu dari ibunya, Aldo semangat.
Tapi, nama Bian terpampang jelas di layar depan.

Bian menelepon disaat yang tidak sangat tepat. Aldo masih terisak. Ia enggan untuk berbicara kepada siapapun.
Dan entah ada masalah apa, Bian terus saja menelepon. Ini sudah yang ke tujuh belas kalinya. Biasanya, jika dua kali Aldo tidak menjawab, Bian pasti menyerah.

Aldo bangun dari terlengkupnya, kedua tangannya mengusap wajah. Lalu, tangan kanannya mengusap ikon hijau.
Dengan malas, Aldo menjawab telepon dari Bian.

"Kenapa kamu lelet jawab teleponku, hah? Ini udah pukul delapan. Apa kamu nggak mau ikut nyemangatin Yuki?"

Aldo mematung selama lima detik.
Bian menggunakan nada yang tinggi, memarahi Aldo. Namun, Aldo malah berbinar. Kupu-kupu kecil terus berputar diseluruh tubuhnya.

"Apa? Memang Yuki kemana?" Tanya Aldo semangat.

"Kemana? Bagaimana sih kamu, Yuki itu lagi lomba!! Ini hari Senin. Dia berlomba di Universitas Bumi Fitrio."

Celaka!!

Bodoh!!

Idiot!!

Semua yang Author tulis tiga kata diatas memang benar.

Aldo lupa, bahwa Yuki akan lomba Kimia. Ia pernah dengar, namun tidak tahu kapan lomba itu akan diadakan.

Aldo bangkit, semangatnya full kembali. Yang jelas, semua kekhawatirannya hilang begitu saja.

"Bumi Fitrio? Itu cukup jauh!"

"Iya. Tadi pukul lima subuh Yuki berangkat. Lombanya dimulai pukul delapan. Dan sekarang udah pukul delapan lebih. Cepat kamu kesini, aku bawa mobil. Si Anton juga mau ikut."

"Tunggu, aku kesana sekarang."

Aldo menutup teleponnya. Ia langsung berlari keluar. Saat didepan jalan raya yang besar. Terdengar suara sirine polisi. Dan mobil berplat merah berhenti tepat di depan Aldo.
Aldo menggaruk kepalanya tidak mengerti.

Ia berpikir. Akan ditangkap karena sudah siang seorang pelajar masih keluyuran dijalan.

Dan benar.

Keluarlah, seorang polisi berbadan tinggi dan tegap. Wajah tegasnya menyilaukan, pakaian yang rapi dan sangat pas ditubuhnya. Memiliki banyak pin disekujur pakaiannya. Lengkap dengan senjata di samping celananya.

Aldo menatap dari bawah sampai ujung rambut. Betapa keren dan gagahnya seorang Inspektur Jenderal Polisi didepannya ini.
Ia membaca nama yang terpampang diatas saku bajunya.

'Pralan Marudawa Odorik'

Si polisi membuka kacamata hitamnya.

Dan disamping kemudi. Keluarlah wanita yang sangat Aldo kenal.

One Month [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang