Chapter 39

5.6K 681 44
                                    

"Kenapa kamu nangis?" Tanya Yuki keheranan.

Entah sudah berapa lama ia tertidur, karena ketika melirik keluar jendela, disana sudah gelap. Apalagi, selagi menoleh, William sedang menunduk terisak.

William yang sedang terisak menunduk kebawah, langsung menyeka air matanya, terpaksa senyum kehadapan Yuki.
"Aku nggak apa-apa."

Yuki berusaha duduk dari tidurnya, tangan William langsung membantu Yuki yang sedang kesusahan.

Jelas sekali, pertama bertemu di sekolah, wajah Will sumringah senang. Namun sekarang, berubah dengan sekejap mata.

Apa yang membuat William menangis? Setahunya, Yuki hanya pernah melihat Will menangis satu kali. Itupun saat ia membantu mendirikan gubuknya, ketika Yuki merincikan bagaimana ia bisa sampai disini dari kampung ke kota besar.

Dengan tangan yang memegang palu menancapkan paku kebelakang pintu, Will mendadak terisak. Alasannya ia tidak sengaja memukul jempolnya dengan palu tersebut.

Dan ini, kali kedua Yuki melihat William menangis, meskipun Will membantah. Namun, bekas tangisan digaris wajah dan matanya yang berubah kemerahan menjadi penguat besar, bahwa William sudah menangis beberapa saat yang lalu.

"Apa Yuki pusing!?" Tanya Will, menyentuh keningnya.

Yuki mengangguk. "Sedikit."

"Kalau begitu, kamu tinggal beberapa hari disini. Untuk memulihkan rasa pusingmu." Kata William duduk.

Ini adalah pertama kalinya William membujuk Yuki untuk inap dirumah sakit.

"Pukul berapa sekarang?" Jawab Yuki mengalihkan pembicaraan, mungkin dengan sengaja.

"Pukul tujuh malam, kamu lapar? Aku akan belikan beber....

"Aku harus pulang." Yuki melompat dari ranjang pasien.

"Ada jarum infus ditangan kananmu." Kata William tegas menekan tubuh Yuki untuk kembali tidur.

Siapa sangka? Yuki malah mencabut paksa seluruh jarum yang menancap, menyebabkan darah keluar dari tangannya. Ia bahkan mendorong tabung labu yang berisi cairan infusan menjauh.

"Aldo menungguku, siapa yang menyuruh kamu buat bisa menancapkan jarum infusan itu?"
Ucap Yuki sedikit berteriak, ia mengambil beberapa langkah menjauhi William.

Sebenarnya, Yuki tidak ingin marah kepada William, ini adalah pertemuan pertama mereka setelah dua tahun terpisah. Juga, William adalah lelaki kedua yang Yuki cintai setelah Kakeknya. Namun, hari ini, Will bertingkah aneh. Biasanya, dia juga akan membantu Yuki agar menolak ajakan dari dr.Hans. Sekarang, Yuki juga melihat, bahwa pakaian yang ia kenakan adalah pakaian khusus pasien.

Siapa yang telah menyetujuinya?

Siapa yang ingin mengganti pakaian sialan ini?

Yuki justru sangat takut.

Setiap kali ia masuk kedalam rumah sakit, ia semakin gemetar.

Setiap kali ia bertemu dengan dr.Hans, Yuki selalu merasa bahwa keesokannya dia akan tiada.

Yuki selalu ketakutan ketika berada disini, apalagi sekarang sudah memakai pakaian pasien ini.

Mana bisa Yuki hanya diam saja?

"Yuki!! Mulai sekarang, kamu harus  rawat inap disini!!" Tegas William, nadanya tinggi.

"Nggak akan pernah." Yuki menggeleng lemah.

"Kamu jangan keras kepala!! Nurut sama aku!! Apa kamu ingin sembuh??" Kata William lagi, masih dengan nada tinggi.

"Aku tau, aku nggak akan sembuh! Aku sadar diri sedari kecil aku sudah penyakitan! Kalau aku tau matiku sebentar lagi, kenapa harus menunggunya dengan terbaring lemah disini?" Ini pertama kalinya William melihat ekspresi Yuki selain datar, meskipun ini adalah ekspresi kemarahan. Namun bagi William, lebih baik tidak melihatnya daripada melihat Yuki yang murka sebab William sendiri.

One Month [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang