Chapter 2

12.3K 1.2K 73
                                    

Seperti biasa, setelah pulang sekolah Yuki akan langsung pergi bekerja tanpa makan siang. Karena pulang sekolah pukul satu, dan pukul dua, ia harus sudah sampai ditempat kerja.

Ia masuk kedalam gang tempat kumuh, bau dari berbagai alkohol berserakan, meruak masuk kedalam hidungnya. Ia akan berjalan berjinjit karena di sepanjang gang begitu banyak sampah-sampah. Kelihaian cara berjalannya sangat bagus, ia melompat dari satu tanah kosong tanpa genangan air, ke tanah kosong lainnya. Apalagi kalau sudah hujan, banjir bisa sampai ke mata kaki, dan berdempetan dengan sampah-sampah. Untung saja, hari ini sangat cerah.

Yuki menyimpan tas yang sudah robek kepintu belakang, ada beberapa paku yang sengaja ia tancapkan di belakang pintu, untuk menggantung tas, dan baju sekolahnya. Harta satu-satunya yang ia punya.

Yuki juga menyimpan penghargaan dari sekolah di laci kecil yang ia buat, sudah banyak penghargaan sejak kecil. Tumpukannya menjadi lebih tinggi.

Yuki mendapatkan gubug ini dari William, seorang lelaki yang berhasil dekat dengannya. Rumahnya sangat layak disebut gubug, hanya ada satu ruangan, tanpa kursi, tv, lemari pakaian. Hanya ada kasur yang sudah lapuk terbentang dilantai. Dan kamar mandi yang hanya ditutup dengan tirai. Bahkan dirumahnya tidak ada listrik, William sempat ingin memasangkan namun Yuki marah. Karena ia suka dengan kegelapan. Disudut dekat kamar mandi ada teko kecil, kompor dan wajan. Namun sudah sangat berdebu, Yuki pasti hanya memakainya sekali saja. Dan tidak pernah lagi.

Setelah selesai berganti baju, ia berjalan keluar, masih dengan topi dan hoodienya. Ia tidak repot-repot untuk mandi dulu sebelum bekerja, karena ia bekerja dijalanan.

Ya, jalanan yang kotor menjadi temannya sehari-hari. Ia menyapu seluruh jalan raya di bahu kota. Dari sampai pulang sekolah hingga petang. Sebenarnya yang mengerjakan pekerjaan semuanya ibu-ibu, hanya Yuki lah seorang lelaki, dan hanya ia yang paling muda.

Ia terus menyapu dedaunan yang berserakan di jalan, sesekali tangannya mengusap peluh keringat yang hampir terjatuh. Yuki sangat menyukai pekerjaannya ini, dia bisa menikmati beberapa orang-orang berlalu lalang, dengan menggunakan ekspresi sedih, bahagia, kecewa dan ekspresi yang tidak bisa dibaca. Ia juga pernah melihat wanita berjalan cepat sambil menangis. Seandainya Yuki bisa dengan mudah mengungkapkan apa yang dirasanya saat ini. Lalu, ekspresi apa yang akan ia gunakan?

"Yuki, waktunya pulang. Ini nasi kotakmu, Ibu simpan didekat pohon." Kata bu Memey. Ia yang selalu mencoba mendekati Yuki. Karena bu Memey melihat sorot netranya seperti banyak tekanan.

Kalau Yuki sedang bekerja, ia terlihat sangat kelelahan, namun terus memaksa. Suatu hari, bu Memey melihat Yuki pingsan di tengah jalan, ketika ia tersadar sudah ada di rumah sakit, Yuki malah berontak, marah besar. Sekarang, kalau ia pingsan, seluruh temannya hanya mengangkat badannya ke tempat teduh, lalu mengipasi sampai ia bangun kembali. Sesudah bangunpun, ia langsung berdiri, tanpa berbicara apapun, tanpa merasakan apapun. Seolah tidak ada yang terjadi kepadanya.

Yuki mengambil nasi yang memang sudah disediakan oleh pemerintah, ia menentengnya pulang dengan sangat hati-hati.

Perjalanan sangat jauh, hampir satu jam. Yuki sendiri menikmati jalanan yang selalu ia lewati. Berjalan di tengah keramaian, dengan langkah santai, dan topi semakin menutupi wajahnya.

Ia menghela nafas. Tidak ada siapa-siapa di gang ini. Itu artinya, Yuki bisa makan nasi kotak. Tanpa ada orang yang memalaknya.

Setelah masuk kedalam rumah, ia membuka topi dan hoodienya. Mengambil air untuk ia minum, meneguknya dengan satu nafas sampai habis. Saat akan membuka kotak nasi. Seseorang menendang pintu dengan keras. Yuki buru-buru mengambil topi, dan memakainya. Lalu berjalan keluar. Disana sudah ada preman dengan botol minuman keras. Si preman melemparkan topi Yuki keluar, tangan beruratnya menjambak rambut. Sungguh, Yuki tidak suka ketika seseorang melihat rambutnya, apalagi menjambaknya seperti ini.

"Kamu mau makan nasi kotak ini, hah?" Si preman berteriak marah. Lalu, tubuh ringkih Yuki dilempar kelantai. Merasa belum puas si preman dengan garang menendang kaki Yuki hingga Yuki memeluk kakinya. Setelah selesai, preman pergi dengan berjalan sempoyongan.

Yuki berdiri dengan kesulitan, menutup pintu dengan lembut. Ia takut kalau pintunya akan roboh jika terus di tendang seperti tadi.

Netra cokelat Yuki melihat kelantai, helaian rambutnya berjatuhan. Dengan cepat Yuki pakai lagi topinya semakin bawah sampai matanya tidak terlihat.

Ia membaringkan badan sebentar, meregangkan otot-ototnya. Hari ini, ia tidak makan untuk yang kesekian kalinya.

Jadi, Yuki harus kembali kejalan, membantu seseorang untuk memanggul belanjaan, atau menggotong beras. Untuk bisa mendapatkan upah. Ia bisa makan setelah pukul sebelas malam.

Tbc.

One Month [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang