Author POV
Keesokan harinya....
Nie Mingjue pergi ke Gusu Lan bersama Jin Guangyao (masih dalam pakaian Sekte Nie) dan Nie Huaisang. Ia menemui Lan Xichen di aula utama hanya bersama Huaisang, A-Yao berkeliling di Cloud Recesses. Saat berkeliling disana, ia bertemu dengan Jin Ling dan Lan Sizhui.
"Paman kecil!" panggil Jin Ling.
Catatan: jangan salah paham bahwa umur A-Yao lebih muda daripada Jiang Cheng. Panggilan Jin Ling lebih ke arah mengejek tinggi badannya.
Persikuan muncul di Kepala A-Yao.
"Sudah kubilang jangan panggil aku 'paman kecil'!" marah A-Yao.
Jin Ling terkekeh.
"Oh ya, kebetulan sekali hanya berdua. Dimana Lan Jingyi?" tanya A-Yao.
A-Yao tahu, dimana ada mereka pasti ada Jingyi. Sepupu dari Lan Sizhui dan keponakan dari Xichen.
"Jingyi sedang ada urusan dalam aula," jawab Sizhui.
"Oooo," respon A-Yao.
Penasaran, A-Yao berjalan menuju aula. Sizhui dan A-Ling mengikuti A-Yao. Tetapi, saat sampai di depan aula. Jingyi keluar dengan mata bengkak. Huaisang mengelus kepalanya sambil tersenyum tipis.
A-Yao bingung. Apa yang terjadi?
"Paman keciiiil!" panggil Jingyi seraya memeluk A-Yao dengan ketat.
A-Yao hendak marah. Tapi, ditahannya. Kenapa semua anak muda memanggilnya 'kecil'? Ia tidak sekecil itu!
A-Yao: betul tu! Author lebih kecil!
A-Yao dihajar oleh author :)
Back to the story...
Jingyi menangis tersedu sedu.
"Paman kecil.... paman kan istrinya Chifeng zun. Tolong bujuk Chifeng zun, jangan menjodohkanku dengan head shaker," ujar Jingyi.
Anak berusia 14 tahun itu dijodohkan dengan pria berumur 16 tahun. Tak begitu jauh. Tapi, ia terlalu dini untuk dinikahkan. Lebih dini daripada dirinya. Mungkin karena masa heatsnya lebih cepat darinya. Masa heats itu ibaratkan dengan masa haid pada perempuan. Ketika sudah mengalaminya ia sudah siap untuk dinikahkan. Tapi, melihat kondisinya sekarang, pernikahan itu diundurkan sampai ia berumur 16 tahun.
Catatan: mengingatkan saja bahwa tradisi chinese tradisionalnya memang begitu. Jadi, bagi mereka itu wajar.
A-Yao mengelus kepala Jingyi sambil tersenyum halus. Ia tahu perasaannya. Ia bahkan harus mengorbankan hubungan cintanya dengan orang lain. Ayahnya benar benar tidak berperasaan. Sudah menikahi banyak wanita, memilih kasih anak, bahkan menganggap anaknya itu sebagai sebuah alat.
Huaisang mendengar percakapan mereka sedari tadi. Hanya tersenyum samar.
"Jingyi, ayolah jangan mengambek. Kau terlihat seperti seorang nona besar disini," ujar Xichen.
A-Yao terkejut. Ia melihat sumber suara. Membatu disana. Xichen memberikan senyuman khas tapi dicampur sedikit kesedihan.
Lan Xichen adalah...... kekasih A-Yao sebelum menikah. Ia harus memutuskan hubungan cintanya dengannya yang sudah berlangsung selama tiga tahun.
"Lan..... Xichen?"
"A-Yao."
Hari sudah sore.....
Xichen mengajak A-Yao untuk duduk di sebuah kursi kayu panjang yang berada di depan sebuah danau. Tentu saja setelah mendapatkan izin dari Nie Mingjue. Canggung. Itulah yang dirasakannya saat ini.
"Maafkan aku..... telah memutuskan hubungan ini," ujar A-Yao.
Xichen tersentak. Dan dengan kakunya mengeluarkan senyuman khasnya.
"Untuk saat ini, kita hanya bisa menjadi teman," lanjut A-Yao.
Di dalam hatinya, Xichen meringis. Siapa yang tidak terluka saat melihat kekasihmu menikahi orang lain? Tapi, Xichen tahu. A-Yao terpaksa. Ayahnya otoriter dan pecinta wanita. Xichen juga sedang berusaha melupakannya.
Melupakan semua kenangan A-Yao. Pandangan mata A-Yao kosong. Mengibaratkan kesedihan. Tidak berani menatap Xichen, hanya menatap danau di depannya. Ia teringat sesuatu. Mengambil sebuah kerincing yang tergantung di ikat pinggangnya. Kerincing itu..... hadiah dari Lan Xichen.
"Ini.... aku kembalikan," ujar A-Yao.
"Kenapa kau tidak menyimpannya?" tanya Xichen.
"Aku sudah bersuami. Aku memiliki kehidupanku sendiri. Kau juga seharusnya sudah mau beristri, kau juga akan memiliki kehidupanmu sendiri. Untuk apa mengenang pahitnya masa lalu? Masa lalu adalah masa lalu.... kita tidak bisa mengingatnya lagi," jawab A-Yao.
Senyumannya pudar. Menatap kosong kerincing itu. Memang.... merebut cinta itu gampang.... tapi, kata melepaskan adalah sebuah tantangan yang sulit untuk dihadapi.
Xichen menghela nafasnya.
"Kau tahu aku sedang dalam pertunangan dengan Jiang Cheng?" tanya Xichen.
A-Yao terkekeh pahit.
"Telingaku setajam harimau, secepat serigala," jawab A-Yao.
Xichen tersenyum pahit. Ia mengambil kerincing itu. A-Yao tidak tahan dengan situasi ini. Dengan segera meninggalkan tempat itu. Saat sudah mau keluar. Ia bertemu dengan Jiang Cheng yang sudah menguping mereka sejak lama.
A-Yao menghela nafasnya.
"Kau dengar itu? Kita sudah murni. Tidak ada apa apa lagi di antara kita. Jagalah Xichen dengan baik, Jiang Cheng. Dia adalah pria lembut yang baik," ujar A-Yao lalu meninggalkannya.
Setelah pulang ke Unclean Realm....
A-Yao memasuki kamarnya. Terduduk di ranjang, merenungkan setiap perkataan halus nan menyakitkan yang ia lontarkan kepada Xichen. Air matanya berjatuhan, sesegukan. Nie Mingjue memasuki kamarnya. Dan terkejut melihat A-Yao yang sedang menangis.
"Kenapa kau menangis?" tanya A-Jue dengan lembut.
"Aku tidak tahu.... aku merasa akan menjadi gila sekarang.... dadaku terasa sesak.... sangat sesak.....," jawab A-Yao.
A-Yao mengelap air matanya dengan kedua lengannya.
"Kenapa aku harus memiliki nasib seperti ini?! Tidakkah ayah sudah cukup menyiksaku?! Kenapa ayah berbuat seperti ini padaku?! Kenapa kau menjadi suamiku bukan Xichen?! Kenapa?! Kenapa?!" teriak A-Yao histeris.
Ia memeluk lututnya. Menenggelamkan mukanya di antara kedua lututnya. Mingjue mendekat. Memeluknya.
"Aku tidak tahu.... tapi, aku akan berusaha untuk menggantikan posisi Xichen di hatimu," jawab Mingjue.
-to be continue-
Jangan lupa untuk vomment😁
KAMU SEDANG MEMBACA
You [mdzs fanfic bl]✅
FanfictionSeries 1 of Subject Series [COMPLETED] Mo Dao Zu Shi Fanfic Pair: Nie Ming Jue×Jin Guang Yao Rate: T A/N: mungkin akan sedikit ooc karena author baru saja masuk ke mdzs makanya kurang tau soal mdzs. Tapi, malah nekad bikin fanfic HAHA. Bagi yang gk...