"Aku bahkan tidak bisa membedakan. Dia itu bidadari atau manusia?"
Ini bukan hanya tentang Sayyidah, tapi juga tentang Aisyah. Mereka adalah bidadari dunia yang jatuh cinta pada pria yang sama.
"Kamu itu bidadari bukan?"
Wanita berhidung mancung i...
Reyfan berdiri di depan cermin. Ukuran cermin itu setinggi badannya. Ia tersenyum sambil membenarkan pita hitam yang tergantung di tengah kedua ujung kerah kemeja putihnya. Ia merasa sangat tampan hari ini dengan berbalut jas hitam ala seorang pengantin. Rambutnya seperti Cassanova mencari cinta. Klimis dan licin. Mama Reyfan tiba-tiba membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan. Ia menghampiri Reyfan yang masih berdiri di depan cermin. Ia tersenyum sambil memeluk bahu putranya.
"Kau tampan sekali hari ini."
"Dari dulu aku memang sudah tampan, Ma."
Mama Reyfan melepaskan pelukannya. Ia berpindah tempat ke hadapan Reyfan. Ia tersenyum lagi sambil menatap putra tunggalnya itu. "Cepat pakai kopyahmu. Undangan sudah banyak yang hadir. Kau harus cepat!"
Reyfan mengangguk dengan penuh semangat. Hari ini adalah hari bahagianya. Karena dia akan segera menikah dengan Aish, kekasih tercintanya. Wanita yang selama ini bertahta dalam hati dan jiwanya. Selalu mengisi suka maupun duka. Kini wanita itu akan segera menjadi miliknya. Tentu saja seutuhnya.
Reyfan pun segera mengambil kopyah hitam yang berada di atas meja rias. Lalu dipakainya kopyah itu dengan hati yang berdegup kencang karena rasa gugup yang menggelantung di sekujur tubuhnya. Dahi Reyfan sedikit berkeringat. Sebagian keringat itu terhapus saat ia meletakkan kopyah ke atas kepalanya. Ia pun tampak lebih tampan dari pada yang sebelumnya setelah memakai kopyah.
Perlahan, Reyfan melangkahkan kaki menuju ke masjid yang tak jauh dari rumahnya. Di masjid, ia menunggu kedatangan Aish. Ia menunggu dengan sabar walaupun Aish tak juga datang. Limabelas menit berlalu. Dan limabelas menit berlalu lagi. Tapi keberadaan Aish masih dipertanyakan. Para tamu undangan pun keheranan mendapati jalannya acara ijab qabul yang tak kunjung dimulai hanya karena sang pengantin wanita tak ada di tempat.
"Bukankah ijab qabul bisa diucapkan tanpa sang pengantin perempuan? Ijab qabul sekarang saja!" ucap salah seorang tamu undangan.
"Itu benar! Ijab qabul sekarang saja!" Lanjut tamu undangan yang lain.
"Kami masih banyak urusan. Kami sudah menunggu disini selama satu jam lebih. Mau berapa lama lagi?" Keluh yang lain.
Mama Reyfan menjadi bingung terhadap keluhan para tamu undangan. Mereka adalah orang-orang penting yang keluhannya tidak bisa begitu saja diabaikan. Lagipula, ucapan mereka semua benar! Ijab qabul boleh dilakukan tanpa kehadiran sang pengantin wanita. Asalkan wali pengantin sudah memberi restu.
"Di mana Aish?" tanya mama Reyfan pada mama Aish.
Mama Aish menggeleng. "Saya tidak tahu. Teleponnya tidak dijawab," jawabnya sambil terus mencoba menghubungi Aish.
"Kalau begitu, tidak ada waktu lagi! Kita harus melaksanakan ijab qabul tanpa Aish."
"Terserah anda saja," ucap mama Aish pasrah.
Walaupun sudah berunding, tapi tetap saja mereka masih belum memutuskan jalan yang terbaik untuk memecahkan permasalahan ini. Sementara jam terus bergerak maju dan membuat para undangan semakin jenuh dengan acara pernikahan yang tak juga dimulai ini.
Pak penghulu menghampiri mama Reyfan. "Saya harus pergi, Bu," ucapnya enggan.
"Tapi sang pengantin wanita belum datang."
"Saya tidak bisa terus disini karena masih ada pernikahan lain yang harus saya datangi," papar Pak penghulu.
Suasana semakin panas dan mencekam. Pak penghulu bersikeras untuk pergi dari acara jika ijab qabul tak kunjung dilaksanakan.
"Reyfan, bagaimana kalau kamu ijab qabul saja dulu?" saran mama Reyfan.
"Aku tidak mau kalau tidak Aish di sampingku."
"Tapi para tamu undangan dan Pak penghulu tidak bisa berlama-lama lagi disini."
"Suruh saja mereka pulang. Pokoknya, aku tidak mau ijab qabul jika tidak ada Aish!" ucap Reyfan lalu pergi keluar masjid menuju rumahnya.
Mendapati hal itu, Pak penghulu dan para tamu undangan pun pamit dan pergi. Mereka berlalu dengan memasang wajah kecewa dengan acara yang telah membuang-buang waktu berharga mereka. Kesal, itu sudah pasti.
-----00-----
Aish terjebak macet. Ponselnya mati sehingga ia tidak bisa menghubungi keluarganya. Ia sangat panik. Sangat tidak mungkin jika mobilnya mampu menerjang kemacetan yang begitu berjubel. Ia pun segera keluar dari mobilnya. Lalu ia melepaskan high heelsnya dan berlari sekuat tenaga menuju masjid yang beberapa kilometer dari lokasi kemacetan yang telah menjebaknya. Aspal yang panas ia terjang dengan kaki telanjang. Sinar matahari yang menyengat pun tak ia hiraukan. Yang ada dalam pikirannya saat itu hanyalah pernikahannya yang terancam batal.
"Tunggu aku!" Aish meronta.
Napas Aish sudah ngos-ngosan. Riasannya perlahan menghilang dari wajah cantiknya. Baju pengantinnya sudah terbasahi keringat. Lelah dan penat, itulah yang ia rasakan. Tapi semua hal itu tidak jadi masalah buatnya selama ia bisa menyelamatkan acara pernikahannya.
------00----- Jum'at 18 Januari 2018
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.