55. KECEWA

5.7K 278 28
                                    

Ikuti skenarioNya. Jika tidak, entah apa yang akan terjadi

Sebulan berlalu, kemudian dua bulan, tiga bulan dan seterusnya. Hampir setahun lamanya Reyfan tak kembali ke pondok pesantren As-Syams. Ia bahkan tidak tahu bahwa wanita yang dicintainya sudah menikah dengan pria lain dan pindah ke Mesir. Aisyah, ya, Aisyah, wanita bercadar yang kerapkali ia rindukan saat di Singapura.

Reyfan masih berkutat dengan laptopnya di ruang kerjanya. Hanya ada huruf, angka dan grafik yang terpapar di dalamnya. Sungguh membosankan. Tak berapa lama setelah ia membuka laptop, Salim datang dan memberikan grafik harga saham perusahaan. Seperti biasa, ia memahami dan menelaah dengan hati-hati berkas-berkas itu lantas tersenyum.

"Syukur Alhamdulillah. Harga saham perusahaan sudah kembali normal," ucapnya dengan riang. "Baiklah. Sekarang, aku sudah bisa kembali ke pondok pesantren As-Syams."

Salim hanya bisa mengangguk, mengiyakan.

-----00-----

Ah, sudah setahun lamanya Reyfan tidak pulang ke pondok pesantren As-Syams. Tentu saja yang paling ia rindukan adalah wanita sholehah yang kerapkali bercadar hitam. Siapa lagi kalau bukan Aisyah? Ya, satu-satunya hal yang membuat ia betah hidup di pesantren dengan kehidupan yang serba sederhana adalah Aisyah. Ya, hanya Aisyah.

Setibanya Reyfan di pondok pesantren As-Syams, ia langsung menuju ke kediaman Kiai Huda. Selain berniat untuk menemui Kiai Huda, tentu saja ia sangat berharap bisa bertemu dengan Aisyah. Walaupun wajah cantik Aisyah selalu tersimpan di balik cadar, tapi tak apa bagi Reyfan. Itu sudah cukup baginya untuk mengobati rasa rindu yang sudah menggunung.

"Assalamu'alaikum," ucap Reyfan sambil mengetuk pintu rumah Kiai Huda.

"Wa'alaikum sa..." Mata Sayyidah terbelalak lebar ketika ia membuka pintu. "Lam."

"Pak Kiai ada?"

Sayyidah terpana sejenak. Penampilan Reyfan sedikit berubah setelah setahun lamanya tak bertemu. Kini dagu Reyfan brewokan, kulitnya agak gelap dan rambutnya agak panjang. Lelaki tinggi tegap itu tampak lebih maco di mata Sayyidah.

Reyfan melambaikan tangannya ke mata Sayyidah hanya untuk mengecek. "Hei, Pak Kiai ada?" tanyanya ulang.

"Ada ada," jawab Sayyidah gelagapan. "Mari, silahkan masuk."

Reyfan pun masuk ke dalam ruang tamu lantas langsung duduk. Sementara Sayyidah pergi memanggil ayahnya. Tak lama kemudian, Kiai Huda datang menemui Reyfan lalu dengan segera Reyfan mencium tangan Kiai Huda.

"Apa kabar, Nak Reyfan," tanya Kiai Huda. Lalu duduk bersama Reyfan di ruang tamu.

"Baik, Pak Kiai."

"Bagaimana dengan urusan bisnismu?"

Reyfan mengangguk. "Alhamdulillah, Baik."

"Alhamdulillah kalau begitu."

"Ngomong-ngomong, bagaimana kabar Aisyah Pak Kiai?" Mata Reyfan tampak menyisir ruangan sambil sesekali melongok ke arah ruang tengah, berharap Aisyah ada di sana.

"Aisyah?" tanya Kiai Huda kaget. "Aisyah InsyaAllah baik."

"InsyaAllah? Maksud Pak Kiai, sekarang Aisyah tidak ada di sini?"

"Lho? Memangnya Nak Reyfan tidak tahu?"

"Tentang apa?"

"Aisyah sudah menikah. Dan sekarang, dia berada di Mesir bersama dengan suaminya."

Mata Reyfan spontan membelalak begitu lebar. "Apa?! Aisyah menikah? Bagaimana mungkin Pak Kiai tidak memberi tahu saya bahwa Aisyah sudah menikah!"

"Lho? Nak Reyfan tidak tahu? Bapak sudah mengirim undangan ke rumahmu di Jakarta. Bapak juga sudah menelepon dan mengirimimu SMS, Nak."

Reyfan langsung mengambil Handphone yang terselip di saku kemejanya. Lalu membuka SMS-SMS tahun lalu yang belum sempat ia baca. Dan ternyata benar. Kiai Huda mengundangnya ke pernikahan Aisyah tahun lalu. Tangan Reyfan mengepal. Marah. Ya, ia sangat marah. Bagaimana tidak? Wanita yang telah menyembuhkan luka hatinya sudah dimiliki pria lain.

"Kenapa Pak Kiai tega melakukan ini pada kami? Bukankah Pak Kiai tahu benar bahwa kami saling mencintai?" Reyfan berdiri dari tempat duduknya.

"Bukan begitu maksud Bapak, Nak. Bapak hanya..."

"Cukup!" potong Reyfan lalu menghela napas. "Mesir? Baiklah. Aku akan ke Mesir untuk mempertanyakan cintaku."

"Nak Reyfan tapi...."

Sebelum Kiai Huda melanjutkan perkataannya, Reyfan sudah berlalu pergi, memesan tiket penerbangan ke Mesir hari itu juga.

Sayyidah celingukan melihat ke kanan lalu ke kiri saat ia masuk ke ruang tamu setelah dari dapur. "Lho? Pak Reyfan di mana?" tanya Sayyidah sambil membawa dua cangkir teh di atas nampan.

"Dia pergi ke luar negeri lagi."

Mata Sayyidah melebar. "Ha? Lagi?" hampir saja Sayyidah menjatuhkan nampan yang dibawanya. Rasanya ia ingin pingsan saja.

-----00-----
😎😎😎😎
Selasa, 12 Maret 2019

Hari ini author ulang tahun😭 tambah tua huaaaa😭😭😭

Kerlingan Sayyidah AisyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang