37. CINTA DARI AKHLAKMU

6K 287 0
                                    

Salim membuka salah satu pintu kamar pondok. "Ini adalah kamar Bapak selama Bapak belajar di pondok pesantren As-Syams ini."

Mata Reyfan membulat lebar melihat sebuah ruangan yang tidak terlalu luas yang tampak sangat sederhana baginya. "Apa? Aku akan tidur di sini?" ungkapnya dengan agak emosional.

Salim mengangguk pelan. Ia agak takut mendengar Reyfan bertanya seperti itu. Ia sadar betul bahwa Reyfan adalah anak orang kaya. Sejak kecil, atasannya itu tidak pernah hidup sederhana dan selalu hidup dalam kemewahan. jadi, tidak mengherankan bila Reyfan bersikap seperti itu.

"Aku tidak mau!" Bentak Reyfan.

"Tapi...."

"Mana bisa aku hidup di ruangan sempit bersama tiga orang yang tidak aku kenal?" oceh Reyfan dengan sombongnya. "Kita pulang saja!"

Ketika Reyfan keluar dari asrama santri putra, ia bergegas menghampiri mobil mewahnya yang terparkir di depan kediaman Kiai Huda. Saat itu ia melihat Aisyah yang tengah menyapu teras rumah. Reyfan pun terhenti. Hatinya mulai berdebar.

"Ada apa, Pak?" tanya Salim yang berdiri di belakang Reyfan. "Katanya mau pulang, kenapa tidak masuk ke mobil?"

"Aku berubah pikiran! Aku akan belajar di sini."

Salim benar-benar tidak tahu apa yang dipikirkan oleh atasannya itu. Kerap kali ia merasa bingung dengan perintah atasannya yang sering berubah pikiran. Akan tetapi, yang hanya bisa ia lakukan adalah menuruti semua perintah dari atasannya itu.

-----00-----

Malam semakin larut. Kiai Huda masih duduk di ruang tamu sambil membaca kitab Ulumul Qur'an. Aisyah pun menghampiri ayahnya yang terlihat fokus pada buku tersebut.

"Kenapa Aba membaca buku itu lagi? Bukankah Aba sudah hafal betul isi buku itu?" tanya Aisyah keheranan.

"Akhir-akhir ini Aba agak pikun. Jadi, Aba tidak ingin melupakan ilmu yang Aba punya begitu saja."

"Ooohh" ucap Aisyah. "Ngomong-ngomong...."

"Ada apa, Nduk?" Tanya Kiai Huda sambil meletakkan bukunya.

"Ngomong-ngomong, kenapa Aba tadi tidak menyinggung tentang permasalahan Sayyidah kepada orang yang bernama Reyfan itu?"

Kiai Huda terhenti. Lalu ia berdiri sambil mengelus-elus jenggot putihnya. Ia tampak berpikir keras. Ia sama sekali tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan Aisyah.

"Ba?" sapa Aisyah.

"Pelan-pelan, Nduk. Kita harus menunggu emosi Nak Reyfan terhadap Sayyidah turun terlebih dahulu."

"Tapi, kalau kita terlalu lama menunggu, mungkin saja gugatannya tidak bisa dicabut, Ba!" ucap Aisyah cemas.

Kiai Huda terdiam mendengar perkataan Aisyah. Ia tampak berpikir lagi. Bagaimanapun, Sayyidah adalah putri yang sangat disayanginya. Tidak mungkin baginya membiarkan Sayyidah terus terperangkap di dalam jeruji besi selamanya.

-----00-----

Sepulang dari pasar, Aisyah dengan dibantu Elin mengeluarkan semua barang-barang belanjaan dari dalam bagasi. Saat itu, Reyfan yang kebetulan lewat depan kediaman Kiai Huda pun terhenti melihat Aisyah dan seorang santri membawa banyak barang yang tampak berat. Tentu saja tanpa berpikir panjang Reyfan pun bergegas menghampiri Aisyah.

"Biar aku saja yang bawa!" kata Reyfan sambil meraih beberapa barang belanjaan.

"Terima kasih."

Elin yang usai menutup bagasi pun terkejut saat melihat Reyfan, teman lamanya. "Reyfan?"

Mata Reyfan agak melebar ketika melihat Elin berada di hadapannya. Yang lebih membuat Reyfan terkejut adalah cara berapakaian Elin yang tidak seperti biasanya. Kini Elin lebih terlihat seperti wanita shalehah dengan jilbab panjang yang menutupi sekujur tubuh.

"Reyfan, apa kabarmu?!" tanya Elin sambil tersenyum manis.

Reyfan membalas senyuman itu. "Baik. Kamu?"

"Alhamdulillah. Aku juga baik." jawab Elin. "Oh iya! Bagaimana bisa kamu ada di sini, Fan?"

"Aku sedang belajar di sini."

Aisyah merasa senang bisa melihat Elin tersenyum bahagia seperti itu. Walaupun Elin sudah sembuh dari kecanduan narkoba, akan tetapi Elin masih jarang tersenyum seperti itu.

"Kalian sudah saling kenal rupanya," kata sambil tersenyum di balik cadarnya.

"Kami beberapa kali pernah satu kelas saat kuliah," jawab Elin dengan senyumnya yang bertambah lebar.

-----00-----

Di dalam kamarnya, Elin tersenyum sendiri saat ia memikirkan wajah Reyfan yang tampan itu. Ia tidak menyangka bisa bertemu dengan Reyfan lagi. Sambil membaringkan tubuhnya di atas kasur, Elin sesekali meringis tidak jelas.

"Kenapa kamu tersenyum sendiri?" tanya Aisyah yang tiba-tiba membuka pintu kamar Elin.

Elin segera duduk. "Tidak ada apa-apa!" jawab Elin bohong dengan muka kemerahan karena malu.

Aisyah tersenyum. Ia pun melangkahkan kakinya mendekati Elin. Lalu duduk di samping Elin di atas kasur. Aisyah menatap Elin dengan tatapan penuh tanya.

"Jangan menatapku seperti itu!" tukas Elin.

"Ceritakan saja. Jangan dipendam!"

Elin pun berdiri. Lalu ia berjalan beberapa langkah dan berhenti di depan sebuah cermin. Lalu ia melihat wajahnya yang cantik yang terpantul jelas di cermin itu. Ia mengusap cermin itu dengan lembut.

"Lin?" sapa Aisyah.

"Reyfan itu...." Elin terhenti sambil terus mengusap-usap lembut cermin yang ada di hadapannya. "Adalah cinta pertamaku."

Aisyah tersentak mendengar hal itu. "Apa?!"

Elin kembali duduk di samping Aisyah. "Dulu, dia menolak cintaku karena dia mencintai orang lain. Di depannya, aku berpura-pura tegar. Tapi sebenarnya hatiku sangat sakit!" lanjutnya.

"Elin? Kau tidak apa-apa, kan?"

Elin mengangguk sambil menahan tangis. "Akhirnya, aku mencoba menghapus cintaku itu dengan mabuk-mabukan agar aku bisa melupakan rasa sakit hatiku."

Air mata Elin pun terjatuh. Ia meratapi dan menyesali masa lalunya yang begitu kelam. Akan tetapi, ia tahu betul bahwa masa lalunya yang kelam tidak bisa kembali untuk diperbaiki. Rasa berdosa pun terselip pekat di benaknya.

"Dan kau masih mencintainya sampai sekarang?" tanya Aisyah lembut.

Elin mengangguk. "Sampai kapan pun, aku tidak akan pernah melupakannya."

"Bersabarlah! Jika dia memang jodohmu, pasti Allah kelak akan mempertemukan kalian," saran Aisyah. "Dan jika kalian tidak ditakdirkan berjodoh, maka anggaplah sebagai ujian dari Allah."

Elin menatap Aisyah dengan mata yang masih basah karena air mata. Lalu dengan cepat ia memeluk Aisyah dengan pelukan yang sangat erat. Aisyah pun membalas pelukan sahabatnya itu.

-----00-----
😎😎😎😎😎😎😎
Vote dan komen untuk penyemangat yuk!
Kamis, 21 Februari 2019

Kerlingan Sayyidah AisyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang