"Kalau begitu carikan ustadz untukku!"
"B baik!" Salim mengangguk bimbang.
-----00------
Di dalam musholla, Reyfan sudah terlihat menunggu. Ia duduk di atas lantai putih musholla yang tampak bersih dan mengkilap. Tak lama kemudian, seorang pria paruh baya berjubah dan berjenggot putih memasuki musholla. "Assalamu'alaikum!" ujarnya.
"Wa'alaikum salam."
Pria paruh baya itu pun duduk di depan Reyfan. Diambilnya kitab suci al-qur'an yang berada di dalam lemari kecil yang ada di sebelahnya. Lalu ia pun bersiap mengajari Reyfan membaca ayat-ayat suci.
------00------
Malam terasa dingin. Hiruk pikuk keramaian kota Surabaya terasa semakin membabi buta. Kemacetan pun mulai menjebak mobil Reyfan.
"Berapa menit lagi kita sampai ke kantor?" tanya Reyfan pada supirnya.
"Maaf! Macet, Pak!"
"Apa tidak ada jalan pintas?"
"Ada. Tapi ya gitu!"
"Maksudnya?"
"Jalan pintasnya rawan kejahatan, Pak!"
"Kita lewat jalan pintas saja sekarang!" terka Reyfan.
"Tapi....."
"Cepat!!"
Tanpa basa-basi, Pak supirpun mengikuti peritah Reyfan. Iapun membelokkan mobil yang dikendarainya dan memilih jalan pintas yang dipinta oleh Reyfan untuk dilalui. Semakin lama keramaian kota dan kemacetannya pun semakin hilang. Mobil mewah milik Reyfan pun menerobos lorong-lorong gelap. Mulai tampak warung-warung kecil yang berjejer di samping jalanan. Dalam warung-warung kecil itu tampak juga wanita-wanita sexy yang menjual minuman keras. Beberapa pria bertato pun terlihat mangkal di pinggir-pinggir jalan.
Reyfan tak peduli dengan semua itu. Ia tidak takut sama sekali. Saat itu ia hanya terfokuskan pada sebuah Ipad yang ia pegang. Ketika ia sedang asyik dengan pekerjaannya, tiba-tiba mobilnya berhenti. "Ada apa?" tanya Reyfan yang berpaling dari Ipadnya.
"Emmm....." supir Reyfan tak tau harus berkata apa.
Reyfan pun membuka kaca mobilnya. Tampak dua pria bertubuh kekar dan berbadan tinggi besar menghadang mobil sambil membawa sebilah pisau dan botol minuman keras yang berwarna hijau. Begal. Ya, orang Surabaya biasa menyebutnya begal.
Tanpa basa-basi, Reyfan keluar dari mobilnya. Dihampirinya kedua orang preman bermuka garang itu. "Minggir!" suruhnya.
Kedua preman itu tetap pada posisinya dan tak bergerak sedikitpun. Mereka malah melototi Reyfan dengan mata mereka yang lebar. "Cepat berikan uangmu dan mobilmu!" seru salah seorang di antara mereka.
"Pemalas!"
"Apa kau bilang?!"
"Dasar pemalas!" ulang Reyfan.
Dua preman itu terlihat semakin marah dengan perkataan Reyfan. Pisau yang mereka bawapun terayunkan. Dengan cepat, tangan Reyfan menangkis pisau itu. Dan dengan cepat pula ia memegang lengan salah satu preman dan menonjok perut sang preman sampai preman itu kesakitan.
Mendapati hal itu, satu preman yang lain menggapai jas belakang Reyfan. Dengan sigap, Reyfan berbalik dan meninju perut preman itu. Perkelahian tidak sampai di situ. Dua preman itu kemudian bersama-sama maju dan menyerang Reyfan. Akan tetapi Reyfan bisa menahan serangan mereka dan meninju mereka lagi. Kedua preman itu pun terkapar di aspal sambil merintih kesakitan.
"Pergi!" bentak Reyfan.
Dua preman itu pun sangat ketakutan. Mereka pun berdiri dan segera berlari sekuat tenaga mereka karena khawatir akan mendapatkan tinju dari Reyfan lagi. Setelah masalah sudah terselesaikan, Reyfan pun kembali ke dalam mobilnya dan bersantai sambil menyandarkan bahunya di kursi mobil yang nyaman. Perjalananpun dilanjutkan.
Di tengah perjalanan, Reyfan tidak sengaja melihat seseorang yang sangat mirip dengan guru ngajinya di salah satu warung yang menjual minuman beralkohol. "Berhenti!" suruh Reyfan pada Pak supir.
Setelah mobil berhenti, Reyfan pun keluar dari mobilnya dan menghampiri pria paruh baya yang mabuk yang mirip dengan guru ngajinya. "Maaf," ucap Reyfan sambil memegang pundak pria paruh baya itu.
"Iya, ada apa?" tanya pria paruh baya itu dengan telernya.
"Kau....." Reyfan terhenti sejenak. "Pak Ridhwan?"
Reyfan masih ragu apakah orang itu adalah guru ngajinya atau bukan. Karena orang itu benar-benar sangat mirip dan begitu identik. "Mungkin saja orang ini adalah kembaran dari Pak Ridhwan!" tebak Reyfan dalam hati.
Pria paruh baya itu memandangi Reyfan dengan seksama. "Kamu? Kamu Reypan, kan?!"
"Kenapa dia bisa kenal aku? Apa jangan-jangan....dia memang Pak Ridhwan?"
"Eh orang tolol! Pergi sana!"
"Apa?!"
"Ngaji aja nggak bisa! Bukankah itu namanya orang tolol?!"
Saat itu, suasana hati Reyfan sangat kacau. Tidak ia sangka ternyata orang yang ia hormati adalah seorang penipu. "Diam kau!" bentaknya.
"Buat apa jadi orang kaya tapi nggak bisa ngaji! Bahkan orang pemabok kayak aku aja bisa ngaji!"
"Aku bilang diam!"
"Aku nggak mau diem!" oceh pria paruh baya yang semakin ngelantur. "Pasti kamu masuk neraka bareng sama aku!"
Reyfan semakin geram. Tangannya mengepal serasa ingin menonjok muka pria paruh baya yang tak lain adalah Pak Ridhwan, yang sekarang menjadi mantan guru ngajinya.
"Kenapa kamu yang diam? Ngomong!! Jangan diam aja!" ucap Pak Ridhwan.
Rupanya Reyfan sudah tak bisa menahan amarahnya lagi. Dilontarkannya sebuah tonjokan keras di pipi Pak Ridhwan. "Namamu itu, tidak pantas kau pakai!"
Pak Ridhwan tertawa sinis. "Tahu apa kamu tentang nama?" tanyanya yang masih sangat teler. "Kamu tidak tahu apa-apa! Bahkan kamu tidak bisa membedakan antara ustadz beneran ama ustadz gadungan!"
Dengan hati yang sangat kacau, Reyfan pun pergi dan tak menghiraukan ucapan Pak Ridhwan lagi. Ia memasuki mobil dan bergegas menuju kantor.
------00------
🤗🤗🤗🤗🤗🤗
Sabtu, 16 Februari 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Kerlingan Sayyidah Aisyah
Romance"Aku bahkan tidak bisa membedakan. Dia itu bidadari atau manusia?" Ini bukan hanya tentang Sayyidah, tapi juga tentang Aisyah. Mereka adalah bidadari dunia yang jatuh cinta pada pria yang sama. "Kamu itu bidadari bukan?" Wanita berhidung mancung i...