"Aku bahkan tidak bisa membedakan. Dia itu bidadari atau manusia?"
Ini bukan hanya tentang Sayyidah, tapi juga tentang Aisyah. Mereka adalah bidadari dunia yang jatuh cinta pada pria yang sama.
"Kamu itu bidadari bukan?"
Wanita berhidung mancung i...
Sayyidah menjadi sedikit khawatir dengan perkataan Aisyah yang ambigu. "Kenapa? Apakah terjadi sesuatu terhadap Aba dan Ummi?"
Aisyah hanya mengangguk.
"Apa yang terjadi pada mereka?" Sayyidah semakin cemas.
Aisyah terdiam dan perlahan juga semakin mendekat ke jeruji sel tahanan.
"Kenapa Neng Aisyah tidak menjawabku? JAWAB!!" bentak Sayyidah yang sangat emosional.
"Kenapa kau membentakku?" Aisyah mulai berlinang air mata lagi.
"Cepat katakan padaku bagaimana kabar mereka!"
"Ini semua salahmu! Jika saja kau tidak mencuri ijazahku, semua ini tidak akan terjadi!" ucap Aisyah dengan nada bicara yang agak tinggi.
Kedua tangan Sayyidah tiba-tiba saja meraih kerah baju Aisyah dari celah jeruji besi. Dengan sekuat tenaga, Sayyidah mengoyak-ngoyak tubuh Aisyah berulang kali hingga membuat Aisyah kesakitan.
"Lepaskan! Kenapa kau begini? Bukankah kau tahu benar bahwa semua ini adalah kesalahanmu?" Aisyah terus mencoba melepaskan kedua tangan Sayyidah dari dirinya.
"Kenapa kau terus menyalahkanku?"
"Jika saja kau tidak masuk penjara, Ummi tidak akan terkena serangan jantung!"
"Apa?! Ummi terkena serangan jantung?" ucap Sayyidah yang benar-benar frustasi dalam menerima kenyataan pahit itu.
Sayyidah terhenti, tubuhnya melemas. Ia pun melepaskan kedua tangannya dari kerah baju Aisyah. Matanya semakin deras mengeluarkan air mata. Ia tidak pernah menyangka semua akan menjadi seperti ini. Kebohongannya malah menyebabkan sesuatu yang menyakitkan.
"Kamu puas?! Sekarang Ummi sudah tidak ada di dunia ini lagi. Apa kamu puas?!" Aisyah yang semakin mengintimidasi Sayyidah.
Sayyidah hanya terdiam. Lalu ia menjatuhkan dirinya ke lantai dan meringkuk sambil menangis tersedu-sedu. Hatinya terasa sangat perih. Luka dalam semakin melebar dan tak terobati karena orang yang paling ia sayangi di muka bumi ini telah tiada dan kelak tidak akan bisa berjumpa lagi.
Sementara itu, Nesty dan Apriel hanya tertegun. Mereka tampak sangat terharu dengan lika-liku cerita keluarga Sayyidah dan Aisyah. Setetes demi setetes air mata pun juga turut mengalir dari kedua bola mata mereka.
"Hanya demi kesenangan hidup, kau rela membuat kesalahan sebesar ini!" gumam Aisyah sambul memandangi Sayyidah yang tengah meringkuk sedih.
Suasana terlarut dalam kesedihan yang membuat semua orang tenggelam dalam tangis karena luka yang sangat perih. Semua itu karena mereka tidak bisa merelakan orang yang mereka kasihi dalam hidup mereka.
"Sebenarnya, aku juga lebih menyukai kehidupan kota Surabaya dari pada kehidupan Pondok Pesantren," kata Aisyah sambil mengusap air mata. "Tapi aku lebih aku menahan keinginanku untuk Aba dan Ummi. Kenapa kamu tidak bisa sepertiku?"
Sayyidah tak berkata apa-apa. Ia tetap pada posisinya, meringkuk di atas lantai sel tahanan yang kotor.
"Sejak kecil, Aba dan Ummi lebih menyayangimu dari pada aku. Mereka selalu memberikan apa yang kau inginkan," sambung Aisyah.
"Ummi...Ummi..." ucap Sayyidah pelan.
"Mereka selalu membanggakanmu. Mereka bahkan tidak pernah membanggakanku padahal aku selalu meraih prestasi terbaik di sekolah," tambah Aisyah.
"Ummi...Ummi..." Sayyidah terus memanggil-manggil ibunya dengan suara seraknya yang pelan.
"Dengan semua kasih sayang itu, kenapa kau tega menghancurkan semuanya?! Kenapa?!"
"Maaf."
"Tidakkah kau ingat suatu sabda nabi yang menerangkan tentang arti mensyukuri nikmat Allah?"
"Maaf." Sayyidah menggeleng.
"Rasulallah bersabda : Perhatikanlah orang yang lebih rendah dari pada kamu dan janganlah engkau melihat orang yang di atasmu. Hal itu lebih baik agar kamu tidak mengabaikan nikmat Allah."
Air mata Sayyidah terus saja mengalir. Penyesalan yang mendalam telah menyayat hati kecilya. Cahaya-cahaya suci yang dulu hilang kini bertaburan sedikit demi sedikit kembali seiring penyesalan itu terus menerus datang.
"Nikmati takdirmu!" tambah Aisyah. "Aba sekarang harus menanggung malu atas perbuatanmu. Banyak santri yang keluar karena tidak percaya lagi dengan pondok pesantren As-Syams. Banyak juga orang-orang yang menggunjing Aba."
"Maaf."
"Orang bilang, Abatidak becus mengajari anak! Bagaimana mungkin mereka mempercayakan anak mereka lagi untuk dibimbing di Pondok Psantren As-Syams?"
"Aku tahu semua ini salahku. Lalu aku harus berbuat apa untuk menebus semua kesalahanku?"
"Pulanglah! Kembalilah seperti dulu, menjadi putri terhormat yang mempelajari ilmu agama," ucap Aisyah sambil mengusap air matanya. "Lupakan semua kehidupan kota Surabaya dan kembalilah ke Pondok Pesantren As-Syams! Syukurilah semua yang diberikan Allah!"
Sayyidah pun berdiri. Lalu ia memeluk Aisyah walau terhalangi oleh sekat penghalang yang berupa jeruji besi. Aisyah pun membalas pelukan itu dengan hati yang tulus dan dengan harapan akan hari esok yang lebih baik. Nesty dan Apriel juga berhenti menangis. Mereka mengusap air mata mereka. Lalu mereka tersenyum simpul melihat pelukan Sayyidah dan Aisyah yang penuh dengan ketulusan dan tanpa kepura-puraan.
-----00----- 😎😎😎😎😎😎 13 Februari 2019
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.