58. KECEWA

5.6K 258 15
                                    

"Kapan kamu menikah, Nduk?" tanya Kiai Huda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kapan kamu menikah, Nduk?" tanya Kiai Huda.

Sayyidah menunduk. Ia tak berani menatap mata ayahnya. "Sebenarnya, ada seseorang yang Sayyidah tunggu, Ba."

"Reyfan?"

Mata Sayyidah membulat. Ia mengangkat kepalanya lalu menatap mata Kiai Huda dengan tatapan seolah meminta penjelasan. Ia terkejut mendengar perkataan ayahnya. Bagaimana mungkin ayahnya tahu bahwa dirinya menyukai Reyfan?

"Sudahlah, Nduk. Lupakan Reyfan. Mungkin dia bukan jodohmu," tambah Kiai Huda.

"Aba? Bagaimana Aba tahu kalau aku....."

"Tentu saja Aba tahu. Kamu anak Aba yang paling gampang Aba tebak."

"Tapi aku tidak bisa, Ba. Dia adalah cinta pertamaku," papar Sayyidah pelan.

"Bulan depan, Madinah akan menikah."

Mata Sayyidah membulat. "Apa? Dengan siapa? Bagaimana mungkin aku tidak diberi tahu?"

"Dia akan menikah dengan Saifuddin,"

Sayyidah tercekat. Dia hanya bisa membatu di tempatnya. Sahabatnya, Madinah, sebentar lagi akan menikah. Itu berarti, hanya tinggal dirinya sajalah yang masih dalam tahap penantian.

-----00------

20 Agustus 2016

Sebulan yang lalu, aku ulang tahun. Itu berarti, sekarang aku sudah berkepala tiga. Dan aku belum menikah. Bulan depan, Madinah akan menikah dengan Saifuddin. Sedangkan Neng Aisyah bahkan sudah memiliki 2 orang anak, Sabil dan Hani'ah. Dan aku? Aku masih belum menikah.

Aku masih menunggu seseorang. Ya! Siapa lagi kalau bukan Reyfan? Pria tampan yang entah mencintaiku juga atau tidak. Aku merasa seperti baju yang digantungkan di dalam lemari. Hanya bisa menunggu sampai sang pemilik datang. Entah sudah berapa kata yang tertulis, tertoreh rapi, bahkan terukir dalam buku ini. Tapi saat kubaca lagi, semuanya tentang keluhan pilu hidupku.

Ya! Mungkin karena aku adalah seseorang yang egois dan tidak pernah bersyukur atas segala Nikmat yang diberikan oleh Allah. Aku selalu....iri dengan Neng Aisyah. Bahkan sampai detik ini pun! Aku... ah, sudahlah! Takdir kami sampai kapan pun tidak akan tertukar. Karena TUhan mempunyai karyawan yang sangat sistematis, malaikat namanya.

Sayyidah mulai menitikkan air mata. Ia menggila seperti Zulaikha yang merindukan Yusuf. Tapi apalah daya? Yusuf telah hilang. Entah kemana pria tampan itu pergi, Zulaikha tak tahu. Zulaikha hanya menyimpan Yusuf dalam setiap do'a-do'anya. Sayyidah pun demikian.

-----00-----

Beberapa tahun sudah berlalu. Sayyidah masih teguh pada pendiriannya. Ia masih tak memberikan hatinya pada siapapun kecuali Reyfan seorang. Ia menunggu pria tersebut, pria yang entah mencintainya juga atau tidak. Berulang kali Kiai Huda mencoba menjodohkannya dengan pria sholeh dari keluarga baik-baik, bahkan di antaranya adalah seorang 'Gus' dari keluarga pondok pesantren ternama. Tapi Sayyidah selalu saja menolak. Sedangkan Reyfan sendiri sudah gila. Hidupnya kacau. Ia bahkan masih tidak bisa menerima kalau Aisyah sudah menikah dengan pria lain.

Sayyidah termenung, pikirannya kosong. Kini, di usianya yang menginjak 30 tahun, sudah tidak ada lagi pria baik yang datang untuk melamarnya. Beberapa warga yang hidup di sekitar pesantren As-Syams bahkan menggosipkannya. Mereka bilang, Sayyidah tidak laku-laku karena Sayyidah adalah bekas narapidana. Selain itu, Sayyidah juga sudah menyandang predikat 'Perawan Tua' di desa. Sayyidah tak peduli. Yang ia pedulikan hanya cintanya. Meski berulang kali ia mencoba menghapus nama Reyfan, tetap saja nama itu terus ssaja menggantung kuat di dinding benaknya.

"Neng Sayyidah?" sapa Pak Syafi', kepala sekolah Madrasah Aliyah As-Syams.

Lamunan Sayyidah terpecah, renungannya hilang seketika. Ia menoleh. "Iya, ada apa, Pak?"

"Ini, ada beberapa berkas pengajuan bantuan yang harus di antar ke kota. Apa Neng Sayyidah bisa mengantarkannya?" tanya Pak Syafi' sembari memberikan beberapa berkas yang tertata rapi di dalam sebuah map berwarna hijau.

Sayyidah menerima berkas itu, membuka map, lalu membaca sebentar isi dari berkas-berkas itu. "Baiklah, Pak." Sayyidah mengangguk.

***

Setelah mengurus berkas-berkas pengajuan bantuan, Sayyidah memutuskan untuk jalan-jalan sebentar keliling kota Surabaya dengan mengendarai motor maticnya. Heeemm.... Kota Surabaya, kota pahlawan dengan berjuta-juta kisah di dalamnya, termasuk kisah cinta Sayyidah pun ada di dalamnya.

Saat itu, Sayyidah menyusuri Jl diponegoro dengan riang. Berkas-berkas bantuan yang ia ajukan sudah ditanda tangani. Satu bebannya hilang. Plong rasanya. Sejuk sekali sore itu walau sisa-sisa kehangatan mentari masih bisa dirasakannya. Akan tetapi dedaunan pohon-pohon di sepanjang jalan itu menari-nari di atas kepala pengendara motor membuat terik yang tersisa tak menjadi masalah. Lampu merah! Sayyidah bergegas mengerem motornya. Saat ia terhenti, ia melihat sebuah mobil mewah berwarna merah dengan kaca jendela yang terbuka. Di dalam mobil itu ada Reyfan! Dan terlebih lagi, lelaki pujaannya duduk bersama seorang wanita cantik dan seksi, berpakaian serba minim. Sayyidah terperanjat kaget. Matanya terbelalak lebar tak percaya.

"Pak Reyfan!" sapa Sayyidah.

Reyfan tak mendengar suara Sayyidah.Lampu lalu lintas tiba-tiba menjadi hijau dan Reyfan pun pergi. Sayyidah dengancepat mengikuti mobil itu dari belakang sambil berteriak memanggil nama Reyfan.Tapi tetap saja Reyfan tak mendengar suaranya. Di penghujung Jl.diponegoro,Sayyidah kehilangan Reyfan. Ia terjebak lampu merah. Sedangkan Reyfan sudah berlalu pergi di detik terakhir lampu hijau menyala. Ah, sial! Sayyidah semakin merindu.

😎😎😎😎
Jum'at, 15 Maret 2019

Vote dan komen untuk penyemangat author

Kerlingan Sayyidah AisyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang