44. KECANTIKAN BIDADARI

5.7K 287 24
                                    

"Sayyidah?" ucap Aisyah yang terkejut ketika melihat Sayyidah yang berdiri di ambang pintu masuk dengan tubuh basah kuyub. "Kamu kenapa?"

"Aku tidak apa-apa!" sahut Sayyidah dengan raut muka yang tampak gembira sambil melangkah masuk.

Aisyah bergegas mengambilkan Sayyidah handuk kering untuk menghangatkan tubuh kecil Sayyidah yang kelihatan sangat kedinginan. Setelah itu, Aisyah segera memakaikan handuk tersebut ke bahu Sayyidah. Namun Aisyah terhenti saat ia melihat jaket asing yang melekat di tubuh adiknya. Aisyah tahu benar bahwa jaket tersebut bukan jaket miliki Sayyidah.

Sayyidah menoleh ke arah Aisyah. "Kenapa, Neng?" tanyanya.

"Jaket siapa ini?"

Sayyidah kembali tersenyum. "Ini jaket Pak Reyfan!" jawabnya dengan penuh semangat.

Mata Aisyah membulat. Aisyah masih bertanya-tanya dalam hati. "Kenapa jaket Pak Reyfan bisa dipakai Sayyidah?"

"Tadi aku kehujanan. Lalu Pak Reyfan memakaikan jaket ini padaku," papar Sayyidah.

Saat mendengar apa yang dikatakan oleh Sayyidah, entah mengapa tiba-tiba hati Aisyah merasa aneh. Terdapat perasaan yang tidak pernah Aisyah rasakan sebelumnya. Perasaan iri yang entah mengapa membuat hatinya terasa sakit. Saat Aisyah menyadari akan hal itu, segeralah Aisyah mengucap istighfar beberapa kali dalam hati karena tidak mungkin Aisyah mengucapkan kalimat istighfar secara lisan. Aisyah takut Sayyidah menyadari perasaannya yang sebenarnya terhadap Reyfan.

-----00-----

Setelah selesai mengajar di kelas IX IPS 2 di Madrasah aliyah As-Syams, Aisyah pun mengemasi buku-bukunya yang masih berada di atas meja. Dengan senyum indahnya yang selalu tersimpan di balik cadar hitamnya, Aisyah pun mengucapkan salam kepada peserta didik sebagai tanda kelas telah usai.

Saat Aisyah keluar kelas, Aisyah tampak sedikit terkejut ketika ia melihat sesosok pria tampan yang keluar dari kelas sebelah. Pria itu tidak lain adalah Reyfan. Demikian pula sebaliknya. Reyfan juga sedikit terkejut melihat wanita yang sangat ia cintai kini berada tepat di hadapannya.

Reyfan tersenyum. "Assalamu'alaikum." sapanya.

"Wa'alaikum salam," jawab Aisyah sambil menundukkan kepalanya. "Em... terima kasih hadiahnya. Saya sangat menyukainya."

"Syukurlah kalau kau suka."

Mereka pun akhirnya berjalan bersama-sama menyusuri koridor menuju ruang guru. Akan tetapi, tiba-tiba Aisyah terhenti ketika ia melihat beberapa orang siswi tengah asyik bermain basket di tengah lapangan. Sementara itu, langkah Reyfan pun ikut terhenti seolah-olah kakinya enggan beranjak jauh dari Aisyah.

"Saat saya kecil, saya sering sakit-sakitan. Aba selalu melarang saya untuk mengikuti pelajaran olahraga. Bahkan Aba juga melarang saya ikut study tour sekolah yang biasa diadakan setiap tahun," ucap Aisyah tiba-tiba.

Reyfan hanya bisa memandangi Aisyah dari samping dan menyimak cerita Aisyah dengan mulut terkunci.

"Dulu saya sering mengeluh pada Allah. Lalu saya bertanya. Kenapa saya tidak seperti mereka, wahai Tuhanku? Saat itu saya marah! Saya merasa Allah tidak adil!" lanjut Aisyah.

"Lalu, bagaimana bisa kamu menjadi seperti sekarang?"

"Saya menyadari kesalahan saya ketika suatu hari saya bertemu dengan seorang gadis kecil yang mengidap kanker getah bening dirumah sakit. Gadis itu tampak ceria. Dia benar-benar tabah menjalani nasibnya. Dan bahkan ia tidak pernah menyalahkan Tuhan atas kesengsaraan yang ia jalani saat itu. Kami pun menjadi teman di rumah sakit. Tapi....... Tidak sampai satu bulan, gadis itu meninggal dunia. Ibunya bilang, dokter menvonis anaknya hanya bisa bertahan sampai berumur 7 tahun. Akan tetapi, karena semangat hidupnya, anak itu berhasil bertahan hingga berumur 10 tahun. Bukankah itu bentuk kasih sayang Tuhan?"

Reyfan mengangguk. "Kalau aku boleh tahu, saat kamu masih kecil, kamu mengidap penyakit apa?"

"Leukimia," jawab Aisyah singkat.

Mata Reyfan membulat. Hatinya teriris mendengar apa yang dikatakan Aisyah barusan. "Ba bagaimana kamu bisa bertahan sampai sekarang?"

"Ummi saya mendonorkan sumsum tulang belakangnya. Sejak saat itu, saya mulai sehat dan tidak cepat lelah. Saya juga bisa mengikuti pelajaran olahraga dan study tour. Saya sangat bersyukur. Tidak ada kenikmatan yang lebih indah dari pada kesehatan. Tapi...."

Reyfan memandang Aisyah lebih seksama. "Tapi kenapa?" tanyanya penasaran.

"Tapi banyak manusia di dunia ini yang menyia-nyiakan kesehatan yang telah Allah berikan kepada mereka. Mereka lupa! Mereka menyia-nyiakan hidup mereka dengan memakai narkoba, minum-minuman keras, bahkan free sex. Semua itu perbuatan setan yang dapat merusak pikiran, kesehatan, bahkan hubungan sosial. Astaghfirullahal Adzim."

Reyfan termenung. Mulutnya semakin terkunci kaku. Sedangkan matanya hanya bisa tertuju pada wanita lembut yang kini berdiri tepat di sampingnya. Wanita yang mampu meluluhkan hati seorang pria berhati dingin seperti dirinya. Saat itu, hati Reyfan semakin mencair layaknya es batu yang ditempa oleh sinar hangat mentari di sana. Subhanallah.

Tak berapa lama kemudian, pandangan Reyfan buyar ketika Aisyah berlari menuju ke tengah lapangan dan menghampiri salah seorang siswi yang jatuh tersungkur di atas aspal panas. Lagi-lagi kaki Reyfan bertindak sendiri, melangkah seenaknya mengikuti langkah Aisyah yang berlari menuju lapangan.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Aisyah cemas sambil memapah siswi tersebut untuk bangun.

Siswi itu mengangguk pelan. "Tidak apa-apa, Bu. Cuma luka kecil kok!" jawab siswi itu sembari memperlihatkan luka ringan yang menggores tangan kanannya.

"Astaghfillahal Adzim! Lukamu agak parah, sebaiknya kita pergi ke UKS."

-----00-----

Di dalam UKS, Aisyah meminta siswi itu untuk berbaring di atas ranjang. Lalu dengan sigap Aisyah mengambil obat merah di dalam kotak P3K. Sebelum meneteskan obat merah, Aisyah membersihan luka siswi itu terlebih dahulu. Dengan hati-hati, Aisyah mengangkat sedikit cadarnya dan meniup luka siswi itu dengan tiupan lembut, Aisyah bermaksud untuk meringankan rasa sakit yang dirasakan oleh siswi tersebut.

Sementara itu, dari ambang pintu UKS, Reyfan memperhatikan Aisyah dari belakang. Ia hanya mematung menyaksikan apa yang ia lihat. Rupanya kecantikan hati Aisyah membuat hatinya bergetar lagi dan lagi. Ini merupakan kedua kalinya Reyfan merasakan apa yang dinamakan cinta.

"Siapa dia, Tuhan? Apa dia malaikat? Ataukah bidadari? Jika benar dia itu malaikat atau bidadari, lalu pantaskah hamba menjadi pendamping hidupnya?" Reyfan bertanya-tanya.

😊😊😊😊😊
Sabtu, 2 Maret 2019

Jangan lupa vote dan komen ya

Kerlingan Sayyidah AisyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang