Wanita sholehah adalah seorang bidadari yang terjebak di dunia dan tak bisa kembali ke surga kecuali menghembuskan napas terakhirnya
Mobil Avanza yang berwarna merah maroon melaju pelan saat memasuki area pemakaman. Lalu mobil itu berhenti di parkiran. Dan keluarlah Aisyah dan Madinah dari mobil tersebut. Mereka berdua memakai baju putih sambil membawa sekeranjang bunga yang beraroma harum semerbak. Ada bunga melati, sedap malam, kelopak mawar, kenanga dan lain-lain. Mereka pun bergegas menuju ke makam Bu Nyai Salamah yang berada di atas bukit.
Kuburan Bu Nyai Salamah masih terlihat basah dan beraroma tanah. Wajar saja. Masih empat hari tanah itu baru digali dan batu nisannya pun masih berupa kayu dengan bertuliskan nama. Aisyah kembali bersedih melihat makam itu. Ia masih tidak percaya bahwa jenazah yang berada di dalam gunukan tanah itu adalah orang yang paling disayanginya. Air mata pun tak terbendung lagi dan begitu saja mengalir dari kedua bola mata indah Aisyah.
Perlahan Aisyah mendekati makam itu. Lalu ia duduk di samping makam itu sambil menaburkan bunga di atas makam itu secara merata. Dielusnya tanah merah yang basah itu dengan tangan kanannya yang lembut dan elok sambil membayangkan bahwa ibunya masih tersimpan di dalam hatinya dan tak akan hilang untuk selamanya.
Madinah hanya berdiri di samping Aisyah. Ia juga ikut menitikkan air mata karena ia juga menyangi Bu Nyai Salamah seperti ia menyayangi ibunya sendiri. Kebaikan Bu Nyai Salamah membuatnya betah untuk tetap tinggal di Pondok Pesantren As-Syams.
Beberapa burung kecil berkicau di dahan pohon seolah-olah mereka ingin berseru pada Aisyah dan Madinah agar segera melantunkan ayat suci Al-Qur'an yang hanya ditujukan untuk Bu Nyai Salamah agar tenang di alam sana atas ridlo Allah. Burung-burung kecil itu tampak tak sabar untuk mendengarkan dan terus berkicau mencoba mencuri perhatian Aisyah dan Madinah.
Madinah pun duduk di samping Aisyah. Lalu ia mengambil buku kecil yang bertuliskan firman-firman Allah kepada Aisyah. Tak berapa lama kemudian, mereka pun melantunkan ayat suci Al-Qur'an yang hanya mereka tujukan untuk Bu Nyai Salamah agar di alam sana Bu Nyai Salamah mendapatkan penerangan.
-----00-----
Setelah selesai membaca surat Yaasin dan do'a-do'a yang lainnya, Madinah pun berdiri dan berpikir untuk pulang. "Neng! Ayo kita pulang!" ajaknya.
"Aku masih mau di sini. Kamu kembali ke mobil duluan saja!"
Madinah mengangguk. "Baiklah."
Madinah pun pergi meninggalkan Aisyah dan kembali ke mobil Avanza berwarna merah maroon yang berada di parkiran. Sementara itu, Aisyah masih duduk diam di samping makam ibunya. Ia meraba-raba tanah merah yang ada di hadapannya lagi. Dan ia pun meneteskan air mata lagi. Sebenarnya ia masih belum bisa merelakan kepergian ibunya. Tapi mau tidak mau, ia harus merelakan kepergian ibunya karena semua ini adalah kehendak Allah, sang pencipta.
"Dulu Ummi sering melantunkan shalawat hampir di setiap hari. Aku masih ingat dengan jelas bagaimana indahnya lantunan kaliamat shalawat itu." Ingat Aisyah.
Setelah beberapa saat merenung di samping makam Bu Nyai Salamah, Aisyah pun berdiri dan melangkahkan kakinya menuruni bukit. Saat dalam perjalanan menuju area parkiran, Aisyah melihat pria tampan tinggi semampai yang menuju area pemakaman sambil membawa gitar kayu dan setangkai bunga mawar merah. Aisyah sangat keheranan mendapati hal itu.
"Buat apa dia membawa gitar ke makam?" pikir Aisyah yang menghentikan langkah.
Aisyah terus mengamati tigkah laku pria tampan itu. Dilihatnya pria tampan itu berhenti di hadapan sebuah makan berumput hijau yang di atasnya terdapat bunga mawar merah yang sudah layu. Lalu pria itu mengganti bunga mawar merah yang layu itu dengan bunga mawar merah segar yang dibawanya. Lalu pria itu duduk di samping makam dan mulai memetik senar gitarnya. Kemudian, pria itu pun menyanyikan sebuah lagu di hadapan makam tersebut.
Aku disini...
Kan selalu mengenang dirimu...
Aku disini....
Karena tak ada penggantimu...
Mengapa kau... Tinggalkan diriku?
Dalam sepi... Aku meratapi
Semua yang telah terjadi dalam nyata
Walau kita.... Terpisahkan maut
Itulah lirik lagu yang dinyanyikan pria tampan itu. Aisyah masih tidak mengerti alasan pria itu menyanyi di tengah area makam seperti ini.
Tergerak hati Aisyah untuk bertanya karena rasa penasaran yang begitu pekat yang menaungi hati Aisyah. Aisyah pun melangkahkan kakinya menghampiri pria tampan itu. "Maaf," sapa Aisyah pelan.
Pria itu menoleh. "Hm?"
"Apakah saya boleh tanya sesuatu?"
Pria itu hanya mengangguk ringan.
"Kenapa anda menyanyi di tempat seperti ini?"
Pria itu hanya diam dan tak menjawab. Ia malah membelai rumput hijau yang berada di atas gundukan tanah di hadapannya.
"Aneh sekali rasanya jika anda menyanyi di tempat seperti ini," sambung Aisyah.
"Aneh?"
Aisyah mengangguk.
"Lagu itu adalah lagu ciptaantunanganku. Dan sekarang aku menyanyikan lagu itu untuknya."
😎😎😎😎😎😎
Vote dan komen untuk penyemangat
14 Februari 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Kerlingan Sayyidah Aisyah
Romance"Aku bahkan tidak bisa membedakan. Dia itu bidadari atau manusia?" Ini bukan hanya tentang Sayyidah, tapi juga tentang Aisyah. Mereka adalah bidadari dunia yang jatuh cinta pada pria yang sama. "Kamu itu bidadari bukan?" Wanita berhidung mancung i...