45. DI ANTARA DUA HATI SUCI

5.7K 256 5
                                    

Membiarkan cinta pergi, merelakannya untuk yang lain adalah cara mudah untuk menghentikan keegoisan hati

Seperti biasa, Sayyidah memasuki kamar Aisyah tanpa permisi. Saat ia melihat Aisyah yang duduk santai di atas ranjang sambil membaca sebuah buku, ia pun langsung duduk di samping Aisyah sambil melirik bacaan yang terdapat pada buku tersebut.

Aisyah menoleh lalu tersenyum. "Kamu mau baca?" tanyanya sambil menyodorkan buku yang ia baca pada Sayyidah.

"Buku apa itu?"

"Yang jelas, ini buku bagus dan bermanfaat."

Sayyidah mengambil buku itu lalu membaca sebuah judul yang tertera di sampul depan buku tersebut. "Tarbiyatul abna'?" tanya Sayyidah keheranan.

Aisyah mengangguk. "Buku ini berisi tentang cara Nabi dalam mendidik anak. Selain itu, di dalam buku ini juga terdapat banyak cerita tentang Nabi dan istri-istrinya. Kamu harus baca!"

Sayyidah mengernyitkan dahi. Sebenarnya, ia sama sekali tidak tertarik dengan buku itu. Akan tetapi, ia tidak bisa menolak permintaan Aisyah. Walau dengan terpaksa, akhirnya dia pun menganggukkan kepala dan berjanji untuk membaca buku tersebut.

Kring....kring....kring.... Suara ponsel Sayyidah berbunyi dari dalam tasnya. Dengan segera, Sayyidah pun mengambil ponselnya dari dalam tas lalu menekan tombol hijau bertanda ia menerima panggilan tersebut. "Halo, Assalamu'alaikum," sapa Sayyidah terhadap orang yang menelponnya.

Aisyah hanya diam. Tidak mungkin baginya mengganggu adiknya yang tengah menelpon.

"Iya, baiklah! Aku akan segera kesana! Oke oke, Assalamu'alaikum," ucap Sayyidah terhadap orang yang menelponnya. Setelah itu, Sayyidah pun segera mengakhiri panggilan itu dengan menekan tombol berwarna merah pada ponselnya.

"Dari siapa?" tanya Aisyah sedikit penasaran.

Sayyidah berdiri sambil memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas. "Dari Madinah. Kita mau belanja untuk keperluan majelis dzikir minggu depan," papar Sayyidah.

"Kalau begitu, cepatlah pergi! Jangan sampai membuat Madinah menunggu lama."

"Ya sudah kalau begitu, Aku pergi dulu ya, Neng! Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikum salam."

Sayyidah pun beranjak keluar rumah. Sementara Aisyah mengantar adiknya berjalan sampai ke teras. Langkah Sayyidah mendahului Aisyah. Dari kejauhan, Sayyidah melambaikan tangan ke Aisyah. Aisyah pun membalas lambaian itu sambil tersenyum. Perlahan, Aisyah melihat Sayyidah enyah dari pandangannya dan ia pun beranjak kembali menuju kamar. Akan tetapi, mata Aisyah terbelalak lebar ketika ia melihat dompet Sayyidah tergeletak di atas lantai kamarnya. Dengan segera, Aisyah memungut dompet tersebut lalu berlari keluar rumah untuk mencari Sayyidah yang sudah berlalu pergi.

Di luar rumah, Aisyah berjalan menuju halaman pondok pesantren tempat biasa mobil di parkir. Akan tetapi, mobil yang Aisyah cari sudah tidak ada. Tentu saja terbesit di dalam pikiran Aisyah bahwa Sayyidah sudah beranjak pergi menggunakan mobil tersebut.

"Aisyah!" Sapa Elin dari kejauhan sambil berjalan menghampiri Aisyah. "Kamu sedang apa?"

"Aku sedang mencari Sayyidah."

"Barusan dia sudah pergi sama Madinah. Memangnya ada apa?"

"Dompetnya ketinggalan," jawab Aisyah sambil memperlihatkan dompet ungu bermotif bunga mawar pada Elin.

Elin mengangguk kecil. "Ooooh! Kalau begitu, kamu tunggu saja Sayyidah disini, pasti dia akan kembali kok!"

Aisyah tersenyum kecil di balik cadarnya. Perkataan Elin tampak menenangkan kekhawatiran hatinya. "Semoga saja begitu!"

"Eh! Kalau begitu, aku pergi dulu ya. Soalnya, aku mau ikut pengajian ustadh Harun di desa sebelah."

Aisyah mengangguk. "Pergilah."

"Ya sudah kalau begitu, Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikum salam."

😎😎😎😎
Minggu, 3 Maret 2019

Kerlingan Sayyidah AisyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang