Diam-diam tanpa sepengetahuan Muhammad, Reyfan memasuki kamar Aisyah. Hatinya lagi-lagi lara melihat bidadarinya tampak kurus, wajah cantiknya mulai memudar, dan mata binarnya tak lagi sering terbuka. Perlahan Reyfan mendekat, air matanya pecah. Kenapa Tuhan harus menyakitinya? Hal itulah yang selalu Reyfan keluhkan pada Tuhan. Aisyah mulai membuka matanya, samar-samar ia melihat Reyfan berada di sampingnya sambil menangisinya. Ia pun ikut menangis, menitikkan air mata berharganya.
"Aisyah, bagaimana mungkin Tuhan menyakitimu seperti ini?" tanya Reyfan lembut.
"Menyakitiku? Bagaimana mungkin Tuhan menyakitiku, Mas?" tanya Aisyah balik dengan napasnya yang berat.
"Lantas, takdir macam apa ini, Aisyah? Kenapa dia membaringkanmu di atas ranjang itu?"
"Tuhan tidak menyakitiku, Mas. Malah, dia sangat menyayangiku."
"Menyayangimu? Kalau Tuhan menyayangimu, kenapa dia memberimu cobaan yang begitu berat?"
"Itu karena Tuhan menyangiku, Mas. Maka dari itu dia memberiku sebuah cobaan."
"Aku benar-benar tidak mengerti jalan pikiranmu, Aisyah!!" nada suara Reyfan meninggi.
"Mungkin Tuhan ingin aku berada di sisi-Nya. Untuk itu, dia memanggilku lebih cepat."
Reyfan menggeleng, matanya semakin memerah menahan tangis. "Tidak! Kau pasti akan sembuh! Aku sudah mencari beberapa pendonor sumsum tulang belakang untukmu. Mereka hanya perlu menjalani tes."
"Terima kasih, Mas."
"Aku tidak perlu ucapan terima kasihmu! Yang kuperlukan hanya kesembuhanmu, Aisyah!"
"Mas..." ujar Aisyah lirih.
"Ya?"
"Bolehkah aku meminta dua hal darimu?"
Reyfan mengangguk. "Ya! Tentu! Jangankan dua hal! Bahkan jika kau meminta nyawaku pun akan kuberikan."
"Mas, hal pertama yang aku inginkan darimu adalah agar kamu kembali ke jalan Allah."
Reyfan mengangguk. "Baiklah, Aisyah. Apapun itu!"
"Yang kedua....." Aisyah terhenti, napasnya mulai bertambah sesak lalu ia memuntahkan darah dari mulutnya.
Sontak hal tersebut membuat Reyfan menjadi panik, ia keluar ruangan lalu berteriak memanggil-manggil dokter. Dokter yang berjaga pun segera datang dan memberikan pertolongan.
***
Reyfan duduk di sebuah kursi putih di depan kamar Aisyah, melamun menatap lantai, kepalanya pusing, ia bingung harus berbuat apa. Ia ingin Aisyah bisa hidup lebih lama lagi walaupun tidak bersama dengan dirinya. Baginya saat ini, melihat Aisyah baik-baik saja itu lebih dari sekedar cukup.
"Apa yang Bapak pikirkan?" tanya Muhammad yang tiba-tiba duduk di samping Reyfan.
Reyfan mengangkat kepalanya lalu menoleh ke arah Muhammad. "Aku yakin kau pasti tahu apa yang aku pikirkan."
Muhammad terdiam. Ia tahu benar apa yang dipikirkan oleh Reyfan. Ya! Apalagi kalau bukan Aisyah? Sama seperti hati Muhammad, hati Reyfan pun tak kalah lara meskipun wanita yang kini terbaring tak sadarkan diri di dalam ruangan itu bukan siapa-siapa. Wanita yang hanya pernah singgah dalam kehiduupannya.
"Aku tahu Bapak sangat mencemaskan Aisyah sama seperti aku mencemaskannya," kata Muhammad setelah terdiam beberapa saat.
Reyfan menoleh lagi ke arah Muhammad. "Tidak! Aku lebih mencemaskan Aisyah dari pada dirimu!" tukasnya marah.
Mata Muhammad membulat mendengar apa yang telah Reyfan katakan. Dia tidak berkata apapun seolah mempersilahkan Reyfan untuk melanjutkan kalimatnya.
"Aku jauh lebih cemas darimu karena aku adalah lelaki yang sangat mencintainya akan tetapi tidak mempunyai kesempatan untuk memilikinya."
Mata Muhammad semakin membulat setelah mendengar penjelasan gamblang Reyfan. Ia marah tapi tidak ada guna. Ia tahu kalau kemarahannya akan membuat masalah semakin runyam.
"Apa kau tahu apa perbedaan kita?" lanjut Reyfan.
Muhammad masih terdiam dengan tangan mengepal.
"Mungkin karena Allah kau mencintai Aisyah. Tapi sebaliknya, karena Aisyah aku mencintai Allah."
***
"Dokter, bagaimana keadaan istri saya?" tanya Muhammad cemas.
Dengan muka murung, dokter itu menggelengkan kepala lemas. "Keadaannya semakin memburuk. Jumlah sel darah putih terus meningkat dan tidak bisa dikendalikan. Hidupnya tidak akan lama lagi. Mungkin.... Dia hanya bisa bertahan sampai satu atau dua minggu saja."
"Dokter bohong! Kalau begitu lakukan sesuatu, Dok!" teriak Muhammad.
Dokter itu kembali menggelengkan kepalanya. "Tidak ada yang bisa saya lakukan lagi."
"Bagaimana dengan donor sumsum tulang belakang?"
"Itu juga tidak bisa. Percuma saja jika kita melakukan operasi karena hidup pasien sudah tidak lama lagi."
Muhammad melemas, air matanya menetes. Apakah ini akhirnya? Apakah ini takdir yang Allah kehendaki? Jika memang iya, Muhammad harap Allah memberinya hati yang lapang untuk melepaskan kepergian Aisyah, bidadarinya.
***
Seusai shalat taubat, Reyfan menengadahkan kedua tangannya pada Tuhan seperti layaknya seorang hamba yang tak berdaya. Ia meminta, memohon bahkan mengemis pada Tuhan agar Tuhan mengabulkan satu saja doanya kali ini. Ya! Reyfan meminta Tuhan untuk menyembuhkan penyakit Aisyah.
"Ya Allah, sembuhkanlah Aisyah. Aku tahu Engkau juga menginginkan Aisyah kembali ke sisi-Mu. Tapi, haruskah secepat ini? Engkau bahkan tidak membiarkanku menjaganya. Aku tidak meminta banyak. Aku hanya ingin Aisyah sembuh dan menjalani kehidupan seperti biasanya."
***
😎😎😎😎😎
Selasa, 19 Maret 2019Jangan lupa vote dan komen ya

KAMU SEDANG MEMBACA
Kerlingan Sayyidah Aisyah
Romansa"Aku bahkan tidak bisa membedakan. Dia itu bidadari atau manusia?" Ini bukan hanya tentang Sayyidah, tapi juga tentang Aisyah. Mereka adalah bidadari dunia yang jatuh cinta pada pria yang sama. "Kamu itu bidadari bukan?" Wanita berhidung mancung i...