31. MENGENAL AISYAH

6.5K 294 2
                                    

Aisyah sudah mengerti maksud pria itu. Pada intinya, gundukan tanah yang berada di depan pria itu adalah makam tunangan pria itu yang telah meninggal dunia. Dan salah satu cara untuk mengenang adalah menyanyikan lagu kenangan masa lalu.

"Kenapa? Kau terganggu?" tanya pria itu sinis.

"Tidak," jawab Aisyah. "Tapi..."

"Tapi apa?"

"Tapi saya punya saran untuk anda."

"Saran? Saran apa?" tanya pria itu keheranan.

"Kelihatannya anda sangat mencintai tunangan anda. Tapi bukan ini cara yang baik untuk mengenang arwahnya,"

"Jangan sok tahu!" ujar pria itu ketus.

"Bukannya saya sok tahu, tapi bukankah sesama muslim harus saling mengingatkan?"

Pria itu diam saja seolah-olah tak mendengarkan apa yang dikatakan Aisyah kepadanya. Rasa geram pun bisa terlihat dari sikapnya yang tak menghargai perkataan orang lain.

"Manusia di alam kubur, tidak membutuhkan lagu-lagu modern seperti itu. Yang mereka butuhkan hanyalah lantunan ayat suci al-qur'an yang ditujukan kepada mereka agar arwah mereka tenang di alam sana," sambung Aisyah.

Pria itu pun berdiri sambil membawa gitarnya. Lalu dia menatap Aisyah dengan tatapan sinisnya. "Berisik!"

"Apa?"

"Kau pikir aku butuh seorang penceramah?!"

Aisyah terkejut dengan perkataan pria itu. Ia hanya diam dan tidak berkata apa-apa saat melihat pria itu pergi dari hadapannya.

-----00-----

Di dalam ruang kerjanya, Reyfan memikirkan tentang perkataan wanita bercadar yang ia temui di makam, yang tak lain adalah Aisyah. Beberapa opinipun terlintas dibenaknya. Di satu sisi, ia beranggapan bahwa saran Aisyah itu benar. Dan di sisi lain, ia pikir Aisyah adalah sorang wanita yang sok tahu tentang arti kehidupan.

Jarum jam dinding terus berputar seakan-akan tidak akan berhenti. Detik demi detik pun terlewati begitu saja tanpa ada suara apapun di dalam ruangan luas penuh berkas-berkas penting itu. Reyfan hanya duduk di belakang mejanya sambil merenung.

Tok tok tok. Terdengar suara ketukan pintu yang menyadarkan Reyfan dari renungannya. "Masuk!" ujarnya.

Seorang pria muda masuk ke dalam ruang kantor Reyfan dan berjalan mendekati meja kerja Reyfan sambil membawa beberapa dokumen perusahaan di tangannya. "Ini berkas-berkas yang Bapak cari," diletakkannya berkas-berkas itu di atas meja.

Reyfan tidak melakukan apa-apa terhadap berkas-berkas itu. Ia hanya bermain penanya dan membuat pria muda yang bernama Salim itu merasa sedikit keheranan.

Beberapa menitpun berlalu. Tapi Salim masih saja berdiri menunggu Reyfan membaca berkas-berkas yang dibawanya. "Emm..." Salim masih ragu.

"Kenapa Bapak tidak membaca berkasnya?" sambung Salim memberanikan diri.

"Nanti aku akan membacanya."

"Kalau begitu, saya permisi."

Salim pun melangkah menuju pintu. "Semoga dia membaca berkasku."

"Tunggu!" ucap Reyfan yang membuat langkah Salim terhenti saat akan menggapai gagang pintu.

Salim pun kembali menghadap Reyfan dengan patuhnya. "Iya?"

"Menurutmu, apakah salah jika ada seseorang yang menyanyikan sebuah lagu di makam untuk kekasihnya yang telah meninggal?"

"Ha?" Salim masih tak mengerti.

"Kalau kau tidak bisa menjawab tidak apa-apa."

Salim agak keheranan dengan sikap atasannya. "Menurut saya, itu salah," opininya.

"Kenapa?"

"Karena sebaiknya anda melantunkan ayat suci al-qur'an dari pada menyanyi."

Reyfan terdiam. Ia menyadarkan pipiya di atas tangannya yang bersanggah meja. Sejenak pikirannya melayang-layang di udara tentang apa yang diucapkan Salim barusan. "Lalu, apa yang harus kulakukan?"

"Maksudnya?" tanya Salim yang masih bingung dengan pertanyaan Reyfan.

"Apa yang harus kulakukan agar aku bisa membaca ayat suci al-qur'an?"

"Emm.... tentu saja belajar dari ahlinya! "

"Apa kau bisa mengajariku?"

"Maaf, kemampuan saya dalam membaca al-qur'an masih rendah. Saya sarankan, anda mencari seorang ustadz." 

🤗🤗🤗🤗🤗
Jum'at 15 Februari 2019

  

Kerlingan Sayyidah AisyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang