Bab 43 - Recovery System

2.6K 291 96
                                    

Ruang isolasi Ketua Park berwarna putih, mulai dari lantai hingga seluruh dindingnya. Tidak banyak peralatan yang ada di sana. Hanya sebuah mesin besar di salah satu dinding, sebuah ranjang di tengah ruangan dan mesin-mesin perawatan dasar lain di dekat tempat tidur itu.

Ruangan hanya diisi oleh Sungmin dan Joo-Won, serta Park Sun Jong yang terbaring tak sadarkan diri di atas tempat tidur. Kepalanya masih dipasangi helm aluminium yang disambungkan pada kabel-kabel rumit. Yeong Eun dan Eunhyuk masuk perlahan. Eunhyuk melirik pada cermin kaca di sisi dinding, bertanya-tanya apakah ada orang yang mengamati mereka dari balik cermin itu. Mengawasi dari ruang pengamatan yang nantiya akan bertindak jika terjadi hal yang tidak diinginkan.

Joo-Won berdiri agak jauh dari Ketua Park. Wanita itu diam. Mengamati sosok di atas tempat tidur itu sambil berpikir keras. Pandangannya masih separuh kosong. Pikirannya berkecamuk dalam kabut kewarasan. Bertanya-tanya siapakah orang di hadapannya itu. Kerutan di wajah pria itu lebih banyak dari apa yang diingatnya terakhir kali. Rambutnya telah banyak digantikan oleh uban. Dan meski dalam keadaan tidak sadar, pria itu seolah kesulitan untuk bernapas.

Joo-Won melangkah mendekat. Hanya satu langkah. Lalu ia diam lagi. Memiringkan kepalanya sambil berpikir lagi. Ia terlihat mirip ayahnya. Tapi ia tidak benar-benar yakin. Siapakah pria ini? Apakah ia mengenalnya?

"Silakan sapa ayahmu." Sungmin menyarankan. Mencoba menarik kesadaran Han Joo-Won agar kembali pada tubuhnya lagi.

Han Joo-Won masih mematrikan tatapannya pada Park Sun Jong. Dengan langkah yang amat lambat, wanita itu bergerak menghampiri ranjang. Mendekat untuk bisa melihat sosok itu dengan lebih baik.

Park Sun Jong masih bergeming. Gerakan dadanya yang bernapas tampak tersendat-sendat dan begitu samar. Membuat Yeong Eun tahu bahwa paru-parunya memang benar-benar sudah terluka parah.

Han Joo-Won mengangkat tangannya, berusaha menyentuh tangan ayahnya. Ekspresi wajahnya masih sekosong sebelumnya. Tidak ada reaksi manusiawi. Tampak sedang melamun dan tersesat. Meskipun wanita itu merasa sedih hingga nyaris mati, tubuhnya sama sekali tidak menunjukkan apa-apa.

"Ayah ...?" Joo-Won bergumam sendiri. Seperti separuh sadar dan separuh mengigau.

"Ini Haneul ...," ujar Joo-Won lagi. Kali ini bicara dengan suaranya sendiri. Bukannya terdengar bagai kaset rusak seperti sebelumnya. Wajahnya masih tanpa emosi. Tampak damai sekaligus memprihatinkan.

"Ayah pasti tidak kenal aku ya ... Aku Haneul ...," ucapnya lagi dengan gemetar. Berusaha terdengar lebih keras agar Park Sun Jong mendengarnya. Meminta pria itu bangun secara tersirat.

"Aku sudah pulang. Jadi Ayah harus bangun ...," ujar Joo-Won lagi dengan suara mengecil. Tangannya membawa tangan Ketua Park ke wajahnya. Menempelkan telapak tangan itu ke pipinya. Persis seperti apa yang tadi ia lakukan dengan Yeong Eun.

Joo-Won tersenyum seperti anak kecil. Tampak mulai agak gila. Di tempatnya, Yeong Eun menahan diri untuk tidak merasa kasihan. Hatinya sedikit bergetar melihat ini semua. Ini sama sekali bukan termasuk hal yang akan dibayangkannya terjadi pada Han Joo-Won. Apalagi Ketua Park.

"Tidak boleh pergi. Kalau pergi harus ajak aku juga." Han Joo-Won meracau lagi.

Tiba-tiba sebuah pergerakan terjadi. Yeong Eun, Eunhyuk, dan Sungmin menegakkan diri dengan tegang. Di kasurnya, Ketua Park mendesah samar. Kelopak matanya bergerak-gerak. Lalu dengan gerakan amat kesulitan, mata pria itu terbuka. Sungmin dengan sigap bergerak. Menghampiri mesin di sisi ruangan yang menunjukkan aktifitas otaknya dan seberapa baik kondisinya. Tak banyak yang berubah, karena pria paruh baya itu masih sama sekaratnya.

"Ayaaaah...," panggil Han Joo-Won kesenangan saat melihat Park Sun Jong balas menatapnya meski dengan tatapan sayu. Pria itu menarik napas lalu kembali mengerjap. Memfokuskan penglihatan untuk melihat malaikat kecilnya. Putri satu-satunya yang selama ini telah menghilang entah kemana. Pergi meninggalkannya dengan membawa rasa sakit dan dendam.

THE WILD COUPLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang