Epilog

836 61 0
                                    

Seoul, Luxurious Café, 20 Mei 2017, 04.30 PM

Yeong Eun memijat kakinya sambil melepaskan sepatu yang ia kenakan. Ototnya benar-benar terasa parah. Latihan fisiknya dalam DISK ditingkatkan hingga tiga kali lipat sejak tahun keduanya menjadi trainee. Hal yang kini membuat tubuhnya seolah ingin mati terkapar. Ia melihat jam tangan, pukul lima sore. Baiklah, ia akan makan lalu pulang agar bisa segera mandi dan tidur. Semalam ia tak sempat memejamkan mata semenit pun karena harus menyelesaikan laporan. Yeong Eun mengamati pemandangan di luar café dari dinding kaca di sampingnya. Jalanan Korea sore ini tampak ramai dengan pejalan kaki yang berlalu lalang. Yeong Eun masih sibuk melamun saat sebuah tangan menyentuh kakinya. Ia refleks nyaris menendang orang itu jika saja matanya tak menangkap sosok Hyukjae. Pria itu sedang menarik lembut kaki Yeong Eun untuk dinaikkan ke atas pahanya. Ia lalu mengeluarkan sebuah pot krim dari kantungnya. Mengoleskan gel yang terasa dingin di kulit Yeong Eun.

"Ini bisa bertambah parah jika tidak segera ditangani. Kau seharusnya langsung merawatnya," ujar pria itu, tampak tak peduli meskipun Yeong Eun tahu ia sebenarnya cemas.

"Aku baru mau mengobatinya, tapi kau sudah datang duluan."

Hyukjae memandangnya dengan datar. "Ya, seolah aku akan percaya saja."

Yeong Eun hanya tertawa. Sebenarnya ia memang belum berencana mengurus kakinya. Paling besok saat bekerja ia akan menyempatkan ke Divisi Medis.

"Aku sudah memesankan makanan untukmu," beritahu Yeong Eun. Bersamaan dengan kedatangan pramusaji yang membawakan makanan mereka.

Detik berikutnya keduanya tenggelam dalam lahapnya menyantap makanan. Hyukjae sendiri sibuk memblok tangan Yeong Eun yang entah kenapa selalu ingin mencuri-curi sebagian makanannya. Padahal porsi gadis itu sendiri sudah melimpah.

Hyukjae baru saja menyelesaikan makanannya saat seorang pramusaji kembali mendatangi meja sambil membawakan segelas es krim yang menggunung.

"Maaf, kurasa itu bukan pesanan kami," ujarnya ramah.

Pramusaji itu tampak bingung. Namun Yeong Eun lebih dulu bereaksi. Tangannya meraih dessert itu lalu tersenyum lebar pada si pelayan.

"Itu pesananku. Terima kasih," ujarnya girang.

Hyukjae melongo di tempat. "Perutmu masih muat menghabiskan itu?"

Yeong Eun pura-pura tidak mendengar. Sebaliknya, ia langsung mengambil sendokan besar es krim bertabur gula-gula dan ceri itu lalu menyodorkannya pada Hyukjae. Seolah tadinya tak pernah menyindir Yeong Eun, pria itu malah membuka mulut lebar-lebar. Menerima suapan itu dengan suka cita.

"Kau harus mengatur ulang jadwalmu. Besok kau harus latihan berenang, kan? Tukar dulu saja jadwalnya," usul Hyukjae sambil menyesap es krim.

Yeong Eun merengut. "Kenapa begitu?"

"Kakimu, Yeong Eun. Setidaknya butuh tiga hari sampai benar-benar pulih. Kita harus ke Divisi Medis besok. Supaya penangannya lebih maksimal."

Yeong Eun mendesah. "Aku ingin melewati saja latihan itu."

"Tidak bisa. Ikut latihan atau latihan denganku, pilih salah satu."

Yeong Eun menolak menjawab lagi. Tahu bahwa tidak ada satu pilihan pun yang lebih bagus. Untuk sesaat mereka hanya berdiam diri. Sibuk dengan suapan masing-masing.

"Jadi, bagaimana dengan orang yang dijodohkan ibumu kali ini? Dia bagus?" tanya Hyukjae tiba-tiba.

Yeong Eun mendesah lebih berat lagi. Merasa ingin meraung keras-keras mendengar pertanyaan itu.

THE WILD COUPLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang