Chapter 01

30.4K 608 27
                                    

"Abang!" teriak Ferra sambil menggedor pintu kamar abangnya.

"Bang woi bukain pintu!" teriak Ferra lagi.

Ceklek

"Paan sih lu dek, pagi pagi udah teriak. Ini rumah bukan hutan!" cibir Farrel menatap malas ke arah sang adik. Ferra hanya menunjukkan cengirannya dengan tampang watadosnya.

"Bang. Anterin gue ya?" pinta Ferra.

"Nggak. Gue masih ngantuk," ujar Farrel sembari ingin menutup pintu kamarnya.

"Apalagi sih, Fer?"

Farrel menghela nafas gusar melihat tangan Ferra yang berusaha menahan pintu nya.

"Abang ganteng deh, anterin ya?" mohon Ferra dengan puppy eyes nya yang membuat Farrel luluh.

Farrel terpaksa mengangguk mengiyakan hingga membuat Ferra girang bukan main dan langsung ngacir menuju kamarnya sendiri.

"Ck ck. Untung adek gue," gumam Farrel lalu menutup pintu kamarnya dan bersiap untuk mengantar adiknya.

Setelah selesai, Farrel berjalan menuju lantai bawah untuk sarapan pagi. Bertepatan dengan Farrel yang menuruni tangga, Ferra juga sudah rapi dengan penampilannya dan berjalan menghampiri orang tuanya di meja makan.

"Loh, lu berdua mau kemana?" tanya Lavina.

"Noh si bocah," ujar Farrel menunjuk Ferra dengan dagunya.

"Udah, kalian makan dulu." titah Aldrich melerai aksi perdebatan kedua anaknya yang ia yakini akan dimulai.

Kedua remaja itu mengangguk patuh kemudian makan dengan tenang.

"Bang, ayo cepetan makan nya," ujar Ferra selesai makan.

Farrel yang hendak menyuapkan satu sendok nasi ke mulutnya, terhenti seketika. Tatapannya tertuju pada gadis mungil di depannya.

"Sabar elah dikit lagi nanggung," ujarnya.

"Lo cowok tapi makan kenapa lama sih?!"

Lavina dan Aldrich hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan kedua anaknya. Perdebatan kecil itu selalu saja terjadi membuat rumah yang mereka tempati terasa begitu ramai.

Lavina berfikir, hal seperti itu sudah biasa terjadi antara adik dengan kakak. Apalagi selisih mereka yang hanya satu tahun.

Lavina juga yakin, mereka saling menyayangi, hanya saja mereka menujukkannya atau bahkan menanggapinya dengan cara mereka sendiri.

"Emangnya lu pada mau kemana?" tanya Lavina.

"Mall. Hehe," kekeh Ferra.

"Shopping mulu pikiran lu, sekolah aja kagak bener lu!" geramnya.

"Lu di keluarin lagi kan di sekolah lu?" sambung Lavina tepat sasaran. Seharusnya itu bukan kalimat pertanyaan untuk Ferra, melainkan adalah kalimat pernyataan.

Ferra menunjukkan deretan giginya. Farrel ingin sekali menggertak kepala adeknya itu, sikap bad nya sulit sekali untuk dihilangkan. Pikirnya.

"Kamu sekolah di SMA Wicaksana!" tegas Aldrich.

"Berarti satu sekolah sama abang dong?" keluh Ferra.

"Iya, biar kamu bisa di awasin sama abang."

"Yahh ko papah gitu sih?" rengek Ferra tak terima.

"Pokoknya besok kamu sekolah di sana. Biar papah ngomong sama Aldo!" tegas Aldrich tak terbantahkan.

Fyi, Aldo adalah adik dari Aldrich. Sekarang ia menjabat kepala sekolah di SMA Wicaksana, sekolah milik Aldrich.

Start From You [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang