Chapter 43

10.2K 248 0
                                    

"Disini kalian ternyata!" garang Belva berkacak pinggang melihat Ferra juga Aland yang sedang menikmati makanan berdua.

"Kemana aja lo nggak masuk kelas sampai bel istirahat?" timpal Alura yang tertuju pada Ferra.

Bukannya menjawab, Ferra malah menunjukkan deretan giginya.

"Adik abang emang bad deh," gemas Farrel mencubit kedua pipi Ferra membuat si empunya meringis sampai menyikut perut Farrel.

Bughh

"Sakit Fer," gerutu Farrel.

"Yang mulai siapa hayo!" tunjuk Ferra pada muka Farrel.

"Ya nggak usah nyikut juga kali. Sakit ini," kesal Farrel.

"Bel. Obatin noh," ujar Ferra menunjuk Farrel dengan dagunya.

"Ko gue?" heran Belva.

"Ya iya lah. Mau nyuruh Aleta? Udah ada kak Vano noh, Alura? Ada kak Akmal. Kalau nyuruh temen abang? Dikira lesbi ntar," cerocos Ferra

"Kan ada elu Ferra sayang!" geram semuanya.

"Gue?" semuanya mengangguk mantap.

"OGAH!" teriak Ferra.

"BTW, lo pada mau kuliah dimana?" tanya Farrel. Para cewek hanya menyimaknya sambil memakan makanan yang entah kapan mereka memesannya.

"Gue deket sini aja lah. Mana bisa gue jauh dari Alura," jawab Akmal membuat Alura tersedak. Dengan sigap, Akmal memberi air mineral yang ada di depannya.

"Gue juga disini aja," timpal Vano.

"Nah. Kita bareng!" teriak Farrel menjentikkan jarinya.

Semua tatapan tertuju pada Aland. Aland yang merasa ditatap, mendongakkan wajahnya.

"Lo dimana, Land?" tanya Akmal.

"UNSW."

"UNSW? Dimana?" bingung Akmal.

"Kak Akmal itu kudetnya kebangeten yah, UNSW itu di Australia," timpal Belva.

"Australia? Jauh dong? Kenapa lo nggak  kuliah di sini aja sih? Emang lo mau ngambil jurusan apa?" cerocos Akmal membuat Aland membuang nafas jengah.

"Kedokteran. UNSW udah jadi impian gue dari kecil."

"Bokap lo itu punya perusahaan. Apa lo nggak ngambil bisnis aja?"

"Bukan impian gue," jawab Aland singkat padat.

Semuanya melirik ke arah Ferra. Ferra balik tatap semuanya. "Apa?" Semuanya menggeleng.

"Lo nggak apa-apa ditinggal kak Aland kuliah disana?"

"Bang. Ntar malem kita jadi pergi keluar kan?" tanya Ferra berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Fer. Nggak usah ngelak deh. Gue tau lo ngalihin pembicaraan kan?" curiga Belva menyipitkan matanya. Ferra menghela nafas kasar.

"Gue nggak bisa larang kak Aland buat nerusin kuliahnya di sana. Kak Aland juga harus mikirin cita-citanya," jawab Ferra sambil menunduk.

Belva jadi merasa bersalah karena telah memaksa Ferra untuk menjawabnya.

"Fer, gue minta maaf, gue nggak maksud-

"Nggak apa-apa. Santai aja kali," kekeh Ferra memotong ucapan Belva.

Aland bernafas lega, akhirnya Ferra sudah tidak terlalu memikirkan soal kuliah nya di Australia nanti. Karena bagi Ferra, ini bukan waktu yang tepat untuk menangis meratapi nasibnya. Justru, ia harus menghabiskan waktu bersama Aland sebelum UN dan sebelum Aland berangkat ke Australia.

Start From You [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang