Chapter 34

11.4K 280 6
                                    

Seorang gadis tengah mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan dengan cahaya. Cahaya? bahkan tempat ini minim pencahayaan.

"Siapapun tolong gue!" teriak Ferra sambil meronta.

Ah dia lupa, tangan dan kakinya diikat. Bahkan, dia sudah pegal. Entah berapa lama ia sudah berdiri dengan tangan dan kaki yang terikat.

Nafasnya mulai tercekat, ia benci gelap, ia phobia gelap, tubuhnya mulai lemas, ia berharap ada seseorang yang menolongnya.

Oh ya ampun. Dia teringat sesuatu, dia teringat Aland. Bagaimana keadaannya? Apakah dia selamat? Apakah ada orang yang menyelamatkannya? Semoga dia baik-baik saja.

Siapa yang berani menghadang jalanya bersama Aland? Siapa yang menyekapnya di sini? Siapa yang mengikatnya seperti ini? Dan siapa dalang dibalik semua ini?

Ceklek

Tiba-tiba saja pintu terbuka, dia memakai topeng dengan pakaian serba hitam. Siapa dia? Mengapa dia memakai topeng? Ferra pikir, selama ini dia tidak mempunyai musuh. Apa itu Audi? Ah rasanya tidak mungkin jika Audi yang melakukannya. Lalu siapa?

"Cahaya," lemah Ferra.

Orang itu langsung menyalakan lampunya, Ferra dapat bernafas lega, setidaknya ia masih diberi kesempatan untuk hidup.

"Thanks," ujar Ferra.

"Gue nggak mau lo mati sekarang. Gue mau lo mati dihadapan orang-orang yang sayang sama lo," ujar orang itu.

Dilihat dari suaranya, dia seorang perempuan. Tapi mengapa dia melakukan itu? Aneh.

"Siapa lo?!"

"Lo nggak perlu tau siapa gue. Sekarang lo makan dulu, gue bakal pindahin lo di kursi."

"Pindahkan dia di kursi, abis itu ikat dia. Tangan kanannya biarkan terlepas."

"Tapi bos kenapa tangan-

"Dia harus makan, setidaknya sampai orang-orang yang sayang sama dia dateng ke sini."

Semuanya mengangguk patuh lalu memindahkan Ferra agar duduk di kursi. Ferra sempat memberontak, namun, bos dari mereka mengancam nyawanya.

"Makan!" ujar sang bos memberikan makanannya agak kasar.

Setidaknya gue masih di kasih makan -batin Ferra.

"Jangan coba coba buat kabur!" tegas sang bos.

***

Sudah dua hari ini mereka mencari keberadaan Ferra. Namun nihil, hasilnya tetap sama seperti kemarin. Dua hari juga sikap Farrel berubah, seperti tak ada warna lagi dalam hidupnya. Teman-temannya sudah mencoba berbagai cara agar membuat Farrel terhibur. Setidaknya tersenyum saja, tapi tidak mereka dapatkan dari Farrel.

Farrel tetap murung, diam, dengan rambut yang acak acakan, baju kusut, sering bolos. Dia tidak peduli kalau Ferra memarahinya karena ia bolos. Ia tidak memperdulikan itu, asal Ferra ada di sini. Berada disampingnya. Ada di tengah-tengah keramaian jika semuanya berkumpul.

Bahkan Lavina terus menangis memikirkan keberadaan anak perempuannya. Kemana ia? Kenapa belum pulang juga? Kiranya seperti itu yang menjadi tanda tanya dalam pikiran Lavina.

"Rel. Udah lah, sampai kapan lo kayak gini terus," ujar Akmal mencoba menghibur Farrel.

Kini mereka semua tengah berkumpul di rumah Aldrich. Mereka masih mencoba memikirkan gimana cara agar Ferra cepat ditemukan.

Aland hanya diam saja, ia masih bergelut dengan pikirannya. Ia juga sama sedihnya dengan Farrel. Bahkan Aland merasa dirinya tidak becus menjaga Ferra. Ia gagal menjaga Ferra nya. Karena pada saat kejadian, Ferra ada bersamanya. Ia mencoba mengingat nomor plat yang terpampang di belakang mobil.

Start From You [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang