"Hai tan," panggil Fara, secara spontan Elina membalikan kepalanya dan tersenyum "Jadi,....." mengerti arah pembicaraan Elina, Fara terlebih dahulu mengambil nafas sembari menatap Verno dan kemudian mengiyakan segalanya dengan sekali tundukan. Yang dibalas senyuman sumringah yang tercipta dibibir Elina.
****
"Jadi, kalian berdua sudah sepakatkan, kalau begitu mama yang akan urus semuanya buat kalian" aku hanya dapat menampilkan senyum palsuku. Entah mengapa dan kenapa semua ini jadi seperti ini. Aku sama sekali tak pernah berfikir untuk menikah diatas kertas. Dengan terpaksa dan tanpa adanya rasa cinta sekalipun.
"Kalau begitu Far, mama harap kamu bicara dengan orang tuamu." mendengar penuturan mama Verno itu membuatku teringat keluargaku. Sudah sejak lama aku tinggal sendirian tanpa ada satupun sanak saudara yang ada. "Maaf tan, tapi selama ini Fara tinggal sendiri." ucapku mengakui keadaanku yang sebenarnya.
"Oh...., maafkan mama, mama nggak bermaksud, kamu jangan panggil tante dong coba panggil 'mama' oke," aku hanya tersenyum dan membatin menyebutkan kata mama pada pikiranku yang masih terasa aneh.
"Em...tan-maksudnya ma––ma Fara boleh minta satu hal saja," usulku memberanikan diri untuk mengungkapkan apa yang masih mengganjal dalam pikiran maupun hatiku saat ini. "Sure, memangnya kamu mau apa sayang, mama siap mengabulkannya."
"Fara minta pernikahan ini diadakan tetutup saja, kerabat dekat saja yang menghadirinya, iya kan Ver?" ucapku mencari dukungan dari Verno yang sejak tadi hanya diam, seolah-olah ia tak masalah betul akan terjadinya pernikahan yang akan dilangsungkan dua hari lagi. Apa dia tak memikirkan nasib kekasihnya yang koma itu bila nantinya pernikahan ini benar-benar terjadi.
"Oh.....,kalau itu tenang aja mama pasti lakuin kok."
"Makasih ma." ucapku sebagai rasa terima kasih.
Waktu sudah semakin malam, aku memutuskan untuk pamit pulang. Namun baru saja ingin mengatakan niatku untuk pulang mama Verno malah menahanku agar aku mau menginap saja. Sebenarnya aku hendak menolak tapi ketika ekor mataku menangkap tatapan tajam yang tercipta di mata Verno aku hanya dapat menerima dengan pasrah akan permintaan mama Verno ini.
"Kalau gitu ayo mama antar ke kamar kamu Far." dengan mengekor di belakang mama Elina. Yang kutahu kamar yang akan ku tempati bersisihan dengan kamar milik Verno.
"Mama tinggal dulu ya nak, good night sayang."
"Malam tante." kurebahkan tubuhku dikasur setelah kepergian mama Verno. Mengapa konflik yang terjadi antara diriku dan Verno semakin rumit saja. Padahal semua ini hanya berawal dari sebuah insiden tumpahan kopi, tapi mengapa malah merembet kemana-mana. Bila dipikir awal masalah besar ini hanyalah dari sebuah permasalahan sepele.
Seolah-olah aku disini hanya dimanfaatkan oleh Verno. Ia memperalatku seperti budak. Hanya karena aku tak mampu membela diri ia dengan beraninya meremeh temehkan harga diriku. Tapi bila dipikir lagi ini memang salahku juga, seharusnya aku bisa bertindak tegas dan bukannya menikmati peranku yang seperti 'kacung'.
Hah, sudahlah Far, anggap saja ini hanyalah mimpi buruk dalam tidurmu dan jangan kau pikirkan lagi. Kau bisa gila jika terus memikirkan permasalahan yang tak ada hentinya ini.
****
Aku tak tahu mengapa aku menyetujui perintah mama yang menginginkan pernikahan antara diriku dan Fara. Sejak awal semua ini hanyalah sandiwara yang kubuat untuk menolak perjodohan yang direncanakan mama. Bila nanti aku benar-benar menikahi Fara, Luna bagaimana? Memang benar saat ini dia koma, tapi jika nantinya ia sadar apa yang akan aku katakan.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Angel
Ficción GeneralKehidupan seorang Verno Federic yang tadinya dingin berubah lebih hangat ketika seorang gadis bernama Faradina Anatasya datang dihidupanya. *** "Saya tau saya salah, tapi ini tak sebanding dengan kesalahan yang saya...