Hari pernikahan telah tiba, kini Fara tengah di rias oleh sekelompok penata rias untuk acara pernikahan nanti. Begitu juga dengan Verno ia sama juga dengan Fara, ia disibukkan dengan beberapa panata rias yang ditugaskan sang mama untuk merias dirinya.
Walaupun bukan pernikahan yang diharapakan namun Fara merasa gugup. Wanita mana yang tak gugup bila ia ditempatkan di suatu acara yang penuh kesakralan yang akan ia lakoni satu kali selam mereka hidup, ya walaupun tidak semua wanita menikah sekali dalan seumur hidup tapi itulah hal yang pasti diinginkan banyak wanita.
****
Fara tampak anggun menuruni anak tangga sembari di gandeng oleh Elina. Begitu juga dengan Verno, ia sudah terduduk di depan penghulu dengan balutan tuxedonya. Mereka tampak seperti pasangan putri dan pangeran, kedua-duanya sama-sama mengeluarkan aura yang penuh pesona, sehingga setiap mata tak kan mau berkedip walaupun hanya sedetik saja.
Setelah sampai dimana Verno berada, Fara pun mendudukan dirinya tepat disamping Verno. Verno menjabat tangan penghulu dan menirukan apa yang telah diucapkan penghulu itu dengan lantang dan penuh kewibawaan.Dan berakhirlah acara angkat nikah itu lantas diteruskan dengan menjamu para tamu.*****
Aku sangat sebal dengan acara yang satu ini, dipaksa berdiri hanya untuk menyalami kerabat Verno yang aku tak tahu seluruhnya. Berdiri seperti patung sembari menebar senyum kepada para tamu yang datang. Awalnya ku kira hanya sedikit kerabat yang dimiliki keluarga Verno tapi ternyata melebihi apa yang telah aku bayangkan.
"Ver, apa masih lama?" bisiku pada Verno yanh sejak tadi hanya diam.
"Entah, nikmati saja" aku melotot tajam, dia bisa berkata enteng seperti tadi tapi tak mempedulikan aku yang tersiksa memakai sepatu berhak tinggi ini. Kakiku terasa mati rasa saking pegalnya. Memang disediakan kursi dibelakang kami berdiri tapi itu sangat tidak berguna karena nyatanya aku sama sekali tak bisa duduk sekali pun.******
Acara pun selesai kini aku sedang berada di kamar Verno dengan ditemani beberapa penata rias di sekelilingku. Aku hanya di berikan waktu satu jam untuk istirahat dan dilanjutkan untuk bersiap untuk acara resepsi. Menurutku acara seperti ini sungguh tak penting, bagaimana tidak acara ini sama halnya dengan menjamu para tamu tadi setelah akad nikah, jadi menurutku hal seperti ini tidak perlu untuk di lakukan. Membuat badan pegal saja.
Setelah acara dandan-dandan selesai aku pergi menuju kamar dimana Verno sedang di rias. Tujuanku tak lain hanyalah untuk membicarakan perihal pernikahan ini. Sesampainya di depan pintu sayup-sayup terdengar suara Verno yang menggema, sepertinya ia sedang bertelfonan. Bukannya mau menguping atau apa tapi aku hanya ingin tahu saja, ku tajamkan pendengaranku dan ya, aku bisa mendengarnya walaupun agak tidak jelas.
Mendengar derap kaki dari arah dalam kamar aku segera pergi bersembunyi di balik tembok tepat di samping kamar itu. Aku melihat Verno yang berjalan tergesa-gesa hingga punggungnya hilang di balik tembok.****
Disisi lain kemriahan pernikahan antara Fara dan Verno ada seseorang yang tengah berjuang untuk kembali. Setelah berbulan-bulan ia tak sadarkan diri dan akhirnya ia terbangun. Pandangan pertama yang ia lihat banyak orang yang tengah berada disekelilingnya, mereka tak lain adalah para dokter dan perawat yang selama ini telah menanganinya.
"Mbak Luna, apa anda bisa melihat kami dengan jelas," tanya sang dokter. Luna menanggapinya dengan anggukan.
"Apa anda bisa mendengar suara kami dengan jelas?" tanya sang dokter lagi. Dan lagi-lagi Luna hanya mengangguk.
Tiba-tiba saja ia teringat dengan kekasihnya. Ia mengamati setiap orang yang kini berada di ruangannya tapi tak ada sama sekali rupa kekasihnya itu di ruangan itu bersama dengan dokter dan perawat.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Angel
General FictionKehidupan seorang Verno Federic yang tadinya dingin berubah lebih hangat ketika seorang gadis bernama Faradina Anatasya datang dihidupanya. *** "Saya tau saya salah, tapi ini tak sebanding dengan kesalahan yang saya...