"Kamu tenang aja, aku nggak akan biarkan dia melukaimu. Pegang janjiku ini. Tatap aku Far!" Verno merangkum wajah itu, mencoba membuat wanitanya percaya padanya bahwa ia akan melindunginya dari apapun.
Fara mengangguk pelan berusaha mempercayai semua perkataan dan janji pria di hadapannya.
****
Di dalam ruangan yang begitu gelap seorang wanita tengah meluapkan segala emosinya. Membanting semua benda yang dapat ia raih. Menusuk foto yang segaja ia cetak untuk mengingatkannya untuk balas dendam. "Kau tak akan selamat, akan ku beri pelajaran. Kau harus mati!"
"Mati!! Hahaha,MATI!!!" penuh tawa dan dendam. Ia melayangkan pisau tepat di cermin yang sudah tertempel banyak foto targetnya.
***
"Verno!!!" sesuap sendok es krim baru saja akan mendarat di mulutnya, ia sudah membayangkan bagaimana segarnya es krim tersebut tapi apa yang dilakukan Verno membuat ekspetasinya buyar. Memang es krim itu mendarat tapi bukan dimulut Fara melainkan di mulut pria yang sudah berani mencomot es krimnya.
"Enak Far, minta lagi boleh." karena sudah merasa kesal Fara menyodorkan satu cup es krim yang masih utuh pada Verno. Selera makannya sudah hilang.
"Jangan marah dong, aku suapin deh. Aaaa," Verno menyendok es krim itu lalu mengarahkannya di depan mulut milik wanitanya yang kini dalam mode marahnya. Fara lebih memilih memainkan ponselnya dari pada meladeni kelakuan menyebalkan dari pria itu.
Baru saja ia akan membalas chat yang baru saja dikirimkan oleh Julian, ponselnya lebih dulu raib dari genggamannya. "Jangan mengabaikanku!" tukasnya dengan tegas. Tak ada lagi raut bersahabat seperti yang ditampilkan beberapa menit yang lalu.
Terlebih dulu Fara menghembuskan nafasnya kasar. Ia harus punya stok ekstra sabar untuk menghadapi tingkah Verno yang berubah-ubah itu. "Mau kamu apaan sih!"
"Jangan abaikan aku lagi. Itu mauku!"
"Oke-oke aku turutin. Tapi kembaliin ponsel aku dulu!" ponsel Fara berdering. Tangannya reflek memgambil paksa ponselnya dari genggaman Verno. Pertama ia melihat siapa yang menelfonnya tapi di layar ponsel tertera nomor tak dikenal. Keningnya berkerut, itu nomor yang sama dengan orang yang menelfonnya waktu itu. Segera Fara menerima panggilan itu, mengabaikan Verno yang sejak tadi merajuk padanya.
"Hallo, siapa ini?" rasa penasarannya sungguh diambang batas. Ia ingin sekali tahu siapa penelfon itu. Tapi tak ada jawaban dari sebrang sana. Fara ingin tahu motif si penelfon, kenapa dia berulang kali menelfonnya tapi sekali di tanya tak ada balasan dari si misterius ini. Dan sekali lagi Fara bertanya tapi sambungan telfon malah di putus. Ia betekad akan menemukan sosok misterius itu.
"Fara!!! Kamu denger nggak!!!" ucap Verno sedikit keras saat melihat Fara malah terdiam.
"Ishh, cerewet sekali kamu Ver, balik aja kamu ke mode dingin. Berisik!!" Fara mengusap-usap telinganya yang sedikit pengang.
"Oke, I will do!" kini Verno benar-benar diam. Bahkan bergerak saja tidak kecuali matanya yang terus menatap Fara dengan sengitnya. Fara menenguk ludahnya dengan berat, sepertinya ia salah ucap.
"Ver!" Fara mencoba memberi peringatan supaya Verno memutus tatapan tak mengenakan yang ia layangkan padanya. Namun Verno tetap tak bergeming, ia melakukan apa yang diperintahkan wanitanya dengan serius. Bahkan kelewat serius."Sudahlah, aku mau pergi aja! Kamu ngeselin." ia menyambar tas jinjingnya. Bergerak keluar dari kedai es krim, memutuskan untuk berkeliling dipusat perbelanjaan itu sendiri. Verno? Ia tak memikirkan dia, toh dia bisa pulang sendiri.
Ia melihat-lihat baju di salah satu toko. Namun pergerakannya yang tak memperhatikan jalan malah berujung menabrak seseorang di dekatnya. Banyak pakaian terhambur di lantai saat Fara tak sengaja menabrak orang itu.
Fara menjongkokkan tubuhnya membantu memunguti pakaian-pakaian itu. Ia belum sempat melihat wajah dari orang yang ia tabrak. Selesai memunguti semuanya ia menyerahkan semua pakaian pada orang di depannya. Belum sempat niatnya itu terlaksana semua pakaian yang berada di tangannya kembali jatuh, tubuhnya mendadak menegang. Mengetahui seseorang yang berada di hadapannya adalah orang masa lalunya.
"Fara!!!!" pekik orang di depannya. Orang itu langsung memeluk tubuh Fara yang masih terpaku di tempatnya. Kaget? Tentu saja! Ia masih tercengang saat melihat orang masa lalunya kembali. Rindu, kata itu selalu menghantui pikirannya sejak lama.
"Kenapa kamu kabur dari rumah! Mama dan papa nyariin kamu, dan sekarang mama bisa nemuin kamu di sini!" wanita yang menyebut dirinya mama dihadapannya terisak. Selama ini mereka telah mencari keberadaan Fara, tapi selalu saja Fara bisa kabur dari pantauan mereka. Dan sekarang tanpa disengaja akhirnya ia bisa menemukan putrinya kembali.
"Ma!! Ini bagus nggak?" tanya anak kecil perempuan yang tiba-tiba saja datang ditengah-tengah mereka. Sekitar umur tujuh tahunan.
"Ini Rania?" tanya Fara dengan tubuh bergetar. Masih belum menyangka dia bisa bertemu kembali dengan keluarganya.
"Kak Ara!! Rania kangen sama kak Ara, kenapa kakak nggak pulang-pulang!" anak kecil bernama Raina itu menangis. Ia memeluk kaki Fara dengan erat.
"Kakak juga kangen sama kamu, kangen banget!" ucapnya sedikit tertahan. Pertemuannya ini membuatnya menangis. Ia juga tak pernah ingin meninggalkan keluarganya tapi keadaan yang memaksanya untuk melakukan semua itu.
Fara meraih tubuh adiknya membawanya kegendonganya. Ia merindukan adik kecilnya. Yang selalu mengganggunya ketika dia sibuk.
***
"Sekarang jelasin, kenapa kamu kabur dari rumah waktu itu." Mereka bertiga sedang berkumpul di sebuah restoran depan pusat perbelanjaan. Mama Fara terus mengintrogasi putrinya dengan berbagai pertanyaan.
"Fara kan udah bilang. Fara nggak mau dijodohin. Tapi kenapa eyang selalu aja maksa Fara buat nerima perjodohan itu. Untuk itu Fara lebih milih kabur dari rumah!" mamanya menganggukan kepalanya. Ia paham betul tabiat dari ibu mertuanya yang begitu memiliki kemauan, maka kemauan itu harus terwujud entah bagaimana caranya.
"Tapi nggak harus kabur juga Fara, kamu tahu papamu sampai kelimpungan cari kamu!" Fara jadi kasihan dengan kedua orangtuanya yang pasti sangat terbebani atas kaburnya ia dari rumah. Tapi mau bagaimana lagi, ia tak punya pilihan.
Fara menatap adiknya yang semangat memakan makanannya. Ia jadi memikirkan hidupnya, dirinya kabur untuk menghindari perjodohan tapi kenyataan lain ia malah menikah dengan orang lain yang waktu itu tak ia kenal sama sekali. Sangat lucu, garis takdirnya sangat lucu, bahkan bisa dijadikan bahan lelucon. Sayangnya ia sudah terlanjur mencintai sosok dingin suaminya itu.
"Fara, mama nggak mau tahu kamu harus pulang sama mama!! Nggak ada bantahan, ini keputusan final!" Fara menggelengkan kepalanya. Tentunya ia tak bisa menuruti permintaan mamanya sementara dirinya sudah bersuami.
"Fara nggak bisa ma." tolaknya dengan melepaskan genggaman tangan mamanya.
"Kenapa nggak bisa, mama ini masih kamu anggap mama kamu nggak Far. Mama khawatir!" mamanya menangis kembali. Ia tak paham dengan pemikiran putrinya.
"Kak mama kenapa nangis, kakak jahat ya sama mama?" tanya Raina dengan polosnya.
"Setidaknya kamu pikirin adik kamu Far, setiap hari dia ngigau di tidurnya, sebut nama kamu berkali-kali, Mama bingung harus jelasin gimana lagi sama adik kamu!" perkataan mamanya sukses menampar sisi egoisnya. Membayangkan bagaimana Raina sedih karenanya dirinya sungguh ia tak bisa membayangkan hal itu.
"Tapi Fara benar-benar nggak bisa pulang ma!" lagi, Fara lagi-lagi memberi penjelasan pada mamanya.
"Oke, mama akan izinin kamu tapi beri satu alasan kenapa mama harus biarin kamu untuk tidak pulang sama mama!"
"Itu karena------!"
"Fara!!!!" panggilan namanya membuat Fara menggantung kalimatnya.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
My Angel
General FictionKehidupan seorang Verno Federic yang tadinya dingin berubah lebih hangat ketika seorang gadis bernama Faradina Anatasya datang dihidupanya. *** "Saya tau saya salah, tapi ini tak sebanding dengan kesalahan yang saya...